sedih, mungkin kata yang sempurna untuk menggambarkan Kematian SOEKARNO yang
Tak Seindah Jasanya Memerdekakan Negeri indonesia Ini....
![]() |
kematian soekarno |
Bung Karno tidak diberi waktu untuk menginventarisi
barang-barang pribadinya. Wajah-wajah tentara yang mengusir Bung Karno tidak dekat lagi. "Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang!".
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu" kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata "Mereka pergi ke rumah Ibu".
Rumah Ibu yang dimaksud ialah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru. Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak dihentikan lagi tinggal di Istana ini lagi, kau persiapkan barang-barangmu, jangan kau ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara". Kata Bung Karno,
kemudian Bung Karno melangkah ke arah ruang tamu Istana disana ia mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia. Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan alasannya ialah para ajun bung karno sudah ditangkapi alasannya ialah diduga terlibat Gestapu. "Aku sudah dihentikan tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, Souvenir dan macam-macam barang. Itu milik negara.
Semua ajun menangis dikala tau Bung Karno mau pergi "Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan..." Salah satu ajun separuh berteriak memprotes tindakan membisu Bung Karno.
"Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda terperinci hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu...keluarganya sama dengan keluargamu, lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara". tegas bung karno kepada ajudannya.
Tiba-tiba beberapa orang dari dapur berlarian dikala mendengar Bung Karno mau meninggalkan Istana. "Pak kami memang tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak yummy bila bapak pergi, belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak yummy dari biasanya".
Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh bau tiga itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa..."
Di hari kedua dikala Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya tiba perwira suruhan Orde Baru. "Pak, Bapak harus segera meninggalkan kawasan ini". Beberapa tentara sudah memasuki ruangan tamu dan menyebar hingga ke ruang makan.
Mereka juga bangun di depan Bung Karno dengan senapan terhunus. Bung Karno segera mencari koran bekas di pojok kamar, dalam pikiran Bung Karno yang ia takutkan ialah bendera pusaka akan diambil oleh tentara.
Lalu dengan cepat Bung Karno membungkus bendera pusaka dengan koran bekas, ia masukkan ke dalam kaos oblong, Bung Karno bangun sebentar menatap tentara-tentara itu, namun beberapa perwira mendorong badan Bung Karno untuk keluar kamar.
Sesaat ia melihat wajah Ajudannya Maulwi Saelan ( pengawal terakhir bung karno ) dan Bung Karno menoleh ke arah Saelan.
"Aku pergi dulu" kata Bung Karno dengan terburu-buru. "Bapak tidak berpakaian rapih dulu, Pak" Saelan separuh berteriak.
Bung Karno hanya mengibaskan tangannya. Bung Karno pribadi naik VW Kodok, satu-satunya kendaraan beroda empat pribadi yang ia punya dan meminta sopir diantarkan ke Jalan Sriwijaya, rumah Ibu Fatmawati.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia meminta bendera pusaka dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun di halaman.
Kadang-kadang ia memegang dadanya yang sakit, ia sakit ginjal parah namun obat yang biasanya diberikan sudah dihentikan diberikan. Sisa obat di Istana dibuangi.
Suatu dikala Bung Karno mengajak ajudannya yang berjulukan Nitri gadis Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku, Bung Karno kepengen duku tapi beliau tidak punya uang. "Aku pengen duku, ...Tri, Sing Ngelah Pis, saya tidak punya uang" Nitri yang uangnya pas-pasan juga melihat ke dompetnya, ia merasa cukuplah buat beli duku sekilo.
Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata "Pak Bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil". Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke arah Bung Karno. "Mau pilih mana, Pak manis-manis nih " sahut tukang duku dengan logat betawi kental.
Bung Karno dengan tersenyum senang berkata "coba kau cari yang enak". Tukang Duku itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan bunyi ini. Lantas tukang duku itu berteriak "Bapak...Bapak....Bapak...Itu Bapak...Bapaak" Tukang duku malah berlarian ke arah teman-temannya di pinggir jalan" Ada Pak Karno, Ada Pak Karno...." mereka berlarian ke arah kendaraan beroda empat VW Kodok warna putih itu dan dengan serta merta para tukang buah memperlihatkan buah-buah pada Bung Karno.
Awalnya Bung Karno tertawa senang, ia terbiasa menikmati dengan rakyatnya. Tapi keadaan berubah kontan dalam pikiran Bung Karno, ia takut rakyat yang tidak tau apa-apa ini lantas digelandang tentara gara-gara dekat dengan dirinya. "Tri, berangkat ....cepat" perintah Bung Karno dan ia melambaikan ke tangan rakyatnya yang terus menerus memanggil namanya bahkan ada yang hingga menitikkan air mata. Mereka tau pemimpinnya dalam keadaan susah.
Mengetahui bahwa Bung Karno sering keluar dari Jalan Sriwijaya, menciptakan beberapa perwira pro Suharto tidak suka. Tiba-tiba satu malam ada satu truk ke rumah Fatmawati dan mereka memindahkan Bung Karno ke Bogor. Di Bogor ia dirawat oleh Dokter Hewan!...
Bung Karno kemudian dibawa ke Wisma Yaso, tapi kali ini perlakuan tentara lebih keras. Bung Karno sama sekali tidak diperbolehkan keluar dari kamar. Seringkali ia dibentak bila akan melaksanakan sesuatu, suatu dikala Bung Karno tanpa sengaja menemukan lembaran koran bekas bungkus sesuatu, koran itu pribadi direbut dan ia dimarahi.
Kamar Bung Karno berserakan sekali, jorok dan bau. Memang ada yang merapikan tapi tidak serius. Dokter yang diperintahkan merawat Bung Karno, dokter Mahar Mardjono nyaris menangis alasannya ialah sama sekali tidak ada obat-obatan yang sanggup dipakai Bung Karno.
Ia tahu obat-obatan yang ada di laci Istana sudah dibuangi atas perintah seorang Perwira Tinggi. Mahar Mardjono hanya sanggup memperlihatkan Vitamin dan Royal Jelly yang sebetulnya hanya madu biasa. Jika tak bisa tidur Bung Karno diberi Valium, Sukarno sama sekali tidak diberikan obat untuk meredakan sakit akhir ginjalnya tidak berfungsi.
Bahkan ada satu pasukan khusus KKO dikabarkan sempat menembus penjagaan Bung Karno dan berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno, tapi Bung Karno menolak untuk ikut alasannya ialah itu berarti akan memancing perang saudara.
Pada awal tahun 1970 Bung Karno tiba ke rumah Fatmawati untuk menghadiri ijab kabul Rachmawati. Bung Karno yang jalan saja susah tiba ke rumah isterinya itu. Wajah Bung Karno bengkak-bengkak.
Ketika tau Bung Karno tiba ke rumah Fatmawati, banyak orang pribadi berbondong-bondong ke sana dan sesampainya di depan rumah mereka berteriak "Hidup Bung Karno....hidup Bung Karno....Hidup Bung Karno...!!!!!"
Masuk ke bulan Februari penyakit Bung Karno parah sekali ia tidak besar lengan berkuasa berdiri, tidur saja. Tidak boleh ada orang yang sanggup masuk. Ia sering berteriak kesakitan. Biasanya penderita penyakit ginjal memang akan diikuti kondisi psikis yang kacau.
Ia berteriak " Sakit....Sakit ya Allah...Sakit..." tapi tentara pengawal membisu saja alasannya ialah diperintahkan begitu oleh komandan. Sampai-sampai ada satu tentara yang menangis mendengar teriakan Bung Karno di depan pintu kamar. Kepentingan politik tak sanggup memendung rasa kemanusiaan, dan air mata ialah bahasa paling terperinci dari rasa kemanusiaan itu.
Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto dan mengecam cara merawat Sukarno. Di rumahnya Hatta duduk di beranda sambil menangis sesenggukan, ia teringat sahabatnya itu. Lalu beliau bicara pada isterinya Rachmi untuk bertemu dengan Bung Karno.
"Kakak mustahil kesana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik" ujar istri bung hatta.
Hatta menoleh pada isterinya dan berkata "Sukarno ialah orang terpenting dalam pikiranku, beliau sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama semoga negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan diantara kami itu lumrah tapi saya tak tahan mendengar informasi Sukarno disakiti menyerupai ini".
Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto untuk bertemu Sukarno, ajaibnya surat Hatta pribadi disetujui, ia diperbolehkan menjenguk Bung Karno.
Hatta tiba sendirian ke kamar Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, tubuhnya tidak besar lengan berkuasa menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta termenung dan berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta ia tercekat mata Hatta sudah basah.
Bung Karno berkata pelan dan tangannya berusaha meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou?" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda - Bagaimana pula kabarmu, Hatta - Hatta memegang lembut tangan Bung Karno dan mendekatkan wajahnya, air mata Hatta mengenai wajah Bung Karno dan Bung Karno menangis menyerupai anak kecil.
Dua proklamator bangsa ini menangis, di sebuah kamar yang busuk dan jorok, kamar yang menjadi saksi ada dua orang yang memerdekakan bangsa ini di final hidupnya merasa tidak bahagia, suatu hubungan yang menyesakkan dada.
Tak usang sesudah Hatta pulang, Bung Karno meninggal. Sama dikala Proklamasi 1945 Bung Karno menunggui Hatta di kamar untuk segera membacai Proklamasi, dikala kematiannya-pun Bung Karno juga seolah menunggu Hatta dulu, gres ia berangkat menemui Tuhan.
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu" kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata "Mereka pergi ke rumah Ibu".
Rumah Ibu yang dimaksud ialah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru. Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak dihentikan lagi tinggal di Istana ini lagi, kau persiapkan barang-barangmu
kemudian Bung Karno melangkah ke arah ruang tamu Istana disana ia mengumpulkan semua ajudan-ajudanny
Semua ajun menangis dikala tau Bung Karno mau pergi "Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan..." Salah satu ajun separuh berteriak memprotes tindakan membisu Bung Karno.
"Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda terperinci hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu...kelua
Tiba-tiba beberapa orang dari dapur berlarian dikala mendengar Bung Karno mau meninggalkan Istana. "Pak kami memang tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak yummy bila bapak pergi, belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak yummy dari biasanya".
Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh bau tiga itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa..."
Di hari kedua dikala Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya tiba perwira suruhan Orde Baru. "Pak, Bapak harus segera meninggalkan kawasan ini". Beberapa tentara sudah memasuki ruangan tamu dan menyebar hingga ke ruang makan.
Mereka juga bangun di depan Bung Karno dengan senapan terhunus. Bung Karno segera mencari koran bekas di pojok kamar, dalam pikiran Bung Karno yang ia takutkan ialah bendera pusaka akan diambil oleh tentara.
Lalu dengan cepat Bung Karno membungkus bendera pusaka dengan koran bekas, ia masukkan ke dalam kaos oblong, Bung Karno bangun sebentar menatap tentara-tentara
Sesaat ia melihat wajah Ajudannya Maulwi Saelan ( pengawal terakhir bung karno ) dan Bung Karno menoleh ke arah Saelan.
"Aku pergi dulu" kata Bung Karno dengan terburu-buru. "Bapak tidak berpakaian rapih dulu, Pak" Saelan separuh berteriak.
Bung Karno hanya mengibaskan tangannya. Bung Karno pribadi naik VW Kodok, satu-satunya kendaraan beroda empat pribadi yang ia punya dan meminta sopir diantarkan ke Jalan Sriwijaya, rumah Ibu Fatmawati.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia meminta bendera pusaka dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun di halaman.
Kadang-kadang ia memegang dadanya yang sakit, ia sakit ginjal parah namun obat yang biasanya diberikan sudah dihentikan diberikan. Sisa obat di Istana dibuangi.
Suatu dikala Bung Karno mengajak ajudannya yang berjulukan Nitri gadis Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku, Bung Karno kepengen duku tapi beliau tidak punya uang. "Aku pengen duku, ...Tri, Sing Ngelah Pis, saya tidak punya uang" Nitri yang uangnya pas-pasan juga melihat ke dompetnya, ia merasa cukuplah buat beli duku sekilo.
Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata "Pak Bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil". Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke arah Bung Karno. "Mau pilih mana, Pak manis-manis nih " sahut tukang duku dengan logat betawi kental.
Bung Karno dengan tersenyum senang berkata "coba kau cari yang enak". Tukang Duku itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan bunyi ini. Lantas tukang duku itu berteriak "Bapak...Bapak.
Awalnya Bung Karno tertawa senang, ia terbiasa menikmati dengan rakyatnya. Tapi keadaan berubah kontan dalam pikiran Bung Karno, ia takut rakyat yang tidak tau apa-apa ini lantas digelandang tentara gara-gara dekat dengan dirinya. "Tri, berangkat ....cepat" perintah Bung Karno dan ia melambaikan ke tangan rakyatnya yang terus menerus memanggil namanya bahkan ada yang hingga menitikkan air mata. Mereka tau pemimpinnya dalam keadaan susah.
Mengetahui bahwa Bung Karno sering keluar dari Jalan Sriwijaya, menciptakan beberapa perwira pro Suharto tidak suka. Tiba-tiba satu malam ada satu truk ke rumah Fatmawati dan mereka memindahkan Bung Karno ke Bogor. Di Bogor ia dirawat oleh Dokter Hewan!...
Bung Karno kemudian dibawa ke Wisma Yaso, tapi kali ini perlakuan tentara lebih keras. Bung Karno sama sekali tidak diperbolehkan keluar dari kamar. Seringkali ia dibentak bila akan melaksanakan sesuatu, suatu dikala Bung Karno tanpa sengaja menemukan lembaran koran bekas bungkus sesuatu, koran itu pribadi direbut dan ia dimarahi.
Kamar Bung Karno berserakan sekali, jorok dan bau. Memang ada yang merapikan tapi tidak serius. Dokter yang diperintahkan merawat Bung Karno, dokter Mahar Mardjono nyaris menangis alasannya ialah sama sekali tidak ada obat-obatan yang sanggup dipakai Bung Karno.
Ia tahu obat-obatan yang ada di laci Istana sudah dibuangi atas perintah seorang Perwira Tinggi. Mahar Mardjono hanya sanggup memperlihatkan Vitamin dan Royal Jelly yang sebetulnya hanya madu biasa. Jika tak bisa tidur Bung Karno diberi Valium, Sukarno sama sekali tidak diberikan obat untuk meredakan sakit akhir ginjalnya tidak berfungsi.
Bahkan ada satu pasukan khusus KKO dikabarkan sempat menembus penjagaan Bung Karno dan berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno, tapi Bung Karno menolak untuk ikut alasannya ialah itu berarti akan memancing perang saudara.
Pada awal tahun 1970 Bung Karno tiba ke rumah Fatmawati untuk menghadiri ijab kabul Rachmawati. Bung Karno yang jalan saja susah tiba ke rumah isterinya itu. Wajah Bung Karno bengkak-bengkak
Ketika tau Bung Karno tiba ke rumah Fatmawati, banyak orang pribadi berbondong-bond
Masuk ke bulan Februari penyakit Bung Karno parah sekali ia tidak besar lengan berkuasa berdiri, tidur saja. Tidak boleh ada orang yang sanggup masuk. Ia sering berteriak kesakitan. Biasanya penderita penyakit ginjal memang akan diikuti kondisi psikis yang kacau.
Ia berteriak " Sakit....Sakit ya Allah...Sakit..
Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto dan mengecam cara merawat Sukarno. Di rumahnya Hatta duduk di beranda sambil menangis sesenggukan, ia teringat sahabatnya itu. Lalu beliau bicara pada isterinya Rachmi untuk bertemu dengan Bung Karno.
"Kakak mustahil kesana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik" ujar istri bung hatta.
Hatta menoleh pada isterinya dan berkata "Sukarno ialah orang terpenting dalam pikiranku, beliau sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama semoga negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan diantara kami itu lumrah tapi saya tak tahan mendengar informasi Sukarno disakiti menyerupai ini".
Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto untuk bertemu Sukarno, ajaibnya surat Hatta pribadi disetujui, ia diperbolehkan menjenguk Bung Karno.
Hatta tiba sendirian ke kamar Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, tubuhnya tidak besar lengan berkuasa menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta termenung dan berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta ia tercekat mata Hatta sudah basah.
Bung Karno berkata pelan dan tangannya berusaha meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou?" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda - Bagaimana pula kabarmu, Hatta - Hatta memegang lembut tangan Bung Karno dan mendekatkan wajahnya, air mata Hatta mengenai wajah Bung Karno dan Bung Karno menangis menyerupai anak kecil.
Dua proklamator bangsa ini menangis, di sebuah kamar yang busuk dan jorok, kamar yang menjadi saksi ada dua orang yang memerdekakan bangsa ini di final hidupnya merasa tidak bahagia, suatu hubungan yang menyesakkan dada.
Tak usang sesudah Hatta pulang, Bung Karno meninggal. Sama dikala Proklamasi 1945 Bung Karno menunggui Hatta di kamar untuk segera membacai Proklamasi, dikala kematiannya-pun
Sumber http://www.elysetiawan.com