Saturday, June 10, 2017

√ Beberapa “Culture Shock” Yang Menjadi Pola Untuk Kita Semua


Saya sempat mengunjungi Jepang 3 tahun yang lalu, dan walaupun sebelum tiba ke Jepang aku sudah sering membaca dan berguru perihal kebudayaan Jepang, tetapi dikala hingga di Jepang aku tetap mencicipi “Culture Shock” dan menemukan beberapa hal yang berdasarkan aku patut untuk dibagikan supaya menjadi pola untuk kita semua.









1. Mengemas barang belanjaan sendiri





 dan walaupun sebelum tiba ke Jepang aku sudah sering membaca dan berguru perihal kebud √ Beberapa “Culture Shock” yang Menjadi Contoh untuk Kita Semua




Di beberapa supermarket yang aku datangi, pembeli diharuskan membungkus barang belanjaannya sendiri. Jadi, kasir hanya menghitung total belanjaan kita dan memindahkan barang belanjan kita ke keranjang lain, kemudian sesudah kita membayar belanjaan kita akan diberi beberapa platik dan dipersilahkan membungkus sendiri barang belanjaan kita. Ini tidak terjadi di semua supermarket, berdasarkan pengalaman saya, di supermarket gyomu supaa dan green cycle di kawasan hino tokyo. Tetapi di konbini menyerupai 7&iHoldings (Seven eleven) barang tetap di kemas oleh kasir.









2. Bertanya arah





Hal ini hanya aku temui ketika aku pergi ke Jepang, pada dikala itu aku tidak membawa smartphone jadi aku sering sekali tersesat. Setiap kali aku bertanya, niscaya mereka tidak hanya menjelaskan arah arah, namun mengantarkan kita hingga ketujuan. Bukan berarti kita memanfaatkan kebaikan orang jepang ya, tetapi itu termasuk salah satu alasan kenapa Jepang termasuk kondusif untuk wanita yang ingin melaksanakan perjalanan sendirian atau solo travelling. Namun jangan lupa, dikala kita bertanya tentu ada aturannya, yaitu jangan bertanya kepada orang yang sedang terburu-buru alasannya niscaya mereka akan pribadi menolak sebelum kita final menjelaskan maksud kita.









3. Budaya Jujur





Seperti yang kita ketahui, orang jepang populer akan kejujurannya tetapi, hal yang akan aku ceritakan ini benar benar tidak terduga. Saat itu aku dari stasiun Hino, Tokyo dan tidak tahu kemana arah menuju apartemen saya, kemudian aku diantar oleh seorang profesor asal Jepang yang kebetulan duduk di sebelah aku selama di kereta, dan kami berbincang bincang selama di perjalanan. Beliau mengantarkan aku hingga ketempat dimana terdapat beberapa taksi dan dia bilang kepada supir taksi bahwa aku tidak terlalu sanggup berbahasa Jepang dan aku ingin pergi ke sebuah alamat yang di tunjukkan. Kemudian si driver berkata bahwa dia tau rute yang lebih bersahabat untuk menuju apartemen yang aku tuju tersebut. Sesampainya ditempat tujuan, ternyata aku hanya menghabiskan 990 yen, sedangkan teman aku bilang jika lewat rute yang lain sanggup hingga 1110 yen, dan jarang taksi yang melewati rute yang aku lewati tadi.









4. Pejalan kaki yaitu “rajanya” jalan





 dan walaupun sebelum tiba ke Jepang aku sudah sering membaca dan berguru perihal kebud √ Beberapa “Culture Shock” yang Menjadi Contoh untuk Kita Semua
Lampu kemudian lintas khusus pejalan kaki




Suatu malam, aku berjalan kaki di sekitar lingkungan apartement, dan pada dikala hampir hingga persimpangan jalan, menyerupai gang kecil, dari arah berlawanan ada kendaraan beroda empat yang mau lewat, dan kendaraan beroda empat itu langusung berhenti dan mempersilahkan aku menyebrang terlebih dahulu. Padahal pada dikala itu aku belum benar benar akan menyebrang alasannya masih ada jarak 5 meter antara aku dengan persimpangan itu, apabila kendaraan beroda empat tadi langusng lewat tentu saja aku sanggup menyebrang sesudah kendaraan beroda empat itu, tetapi tidak, mereka sangat menghormati pejalan kaki.









Penulis: Nadiatika Amelia







Sumber https://wkwkjapan.com