Ketika Islam datang, perempuan berada dalam keadaan hina-dina, baik dalam teori maupun implementasinya, baik itu pada umat dan bangsa yang terdahulu maupun pada kaum jahiliah Arab.
Kehancuran bangsa-bangsa dan umat-umat terdahulu dalam lumpur pecah-belah, kemusnahan dan ketakberdayaan, hanya alasannya yakni fondasi dasar persatuannya dan elemen utama dalam membentuk masyarakat lemah, rusak, dan terabaikan, yaitu keluarga, sementara yang menjadi pilar dalam keluarga yakni wanita, meskipun suami dan belum dewasa juga merupakan elemen dan suplemen keluarga, tapi perempuan merupakan elemen pokoknya.
Kehancuran bangsa-bangsa dan umat-umat terdahulu dalam lumpur pecah-belah, kemusnahan dan ketakberdayaan, hanya alasannya yakni fondasi dasar persatuannya dan elemen utama dalam membentuk masyarakat lemah, rusak, dan terabaikan, yaitu keluarga, sementara yang menjadi pilar dalam keluarga yakni wanita, meskipun suami dan belum dewasa juga merupakan elemen dan suplemen keluarga, tapi perempuan merupakan elemen pokoknya.
Oleh alasannya yakni itu, Islam mengangkat derajat perempuan dari jurang kehinaan, menaikkannya dari kerendahan, mengembalikan kemanusiaan dan martabatnya, meletakkannya di altar yang sesuai, dan memperlihatkan garis-garis istimewa sebagai batasan yang menggambarkan bangunan jatidirinya dalam kehidupan eksklusif maupun sosial.
Allah SWT berfirman:
Dan di antara gejala kekuasaan-Nya ialah Dia membuat untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kau cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat gejala bagi kaum yang berpikir (QS. Ar-Rum: 21)
Dialah yang membuat kau dari diri yang satu dan daripadanya Dia membuat istrinya, semoga beliau merasa bahagia (tenteram) kepadanya. (QS. Al-A’raf: 189)
Mereka itu yakni pakaian bagimu, dan kamupun yakni pakaian bagi mereka (QS. Al-Baqarah: 187)
Rasulullah saw bersabda, “Perlakukanlah kaum perempuan dengan baik, alasannya yakni mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, sedangkan bab tulang rusuk yang paling bengkok ada pada bab ujungnya, jikalau engkau luruskan, maka ia akan patah, jikalau engkau biarkan, maka ia akan tetap bengkok, perlakukanlah kaum perempuan dengan baik” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Islam memperhatikan kaum perempuan dari dua segi:
Segi Kemanusiaan
Dari segi kemanusiaan, perempuan semenjak dahulu terabaikan, ia hanya dijadikan alat untuk memperlihatkan kenikmatan atau digambarkan dalam bentuk iblis yang menjijikkan dan memuakkan yang diwaspadai makar dan tipuannya. Oleh alasannya yakni itu, Islam yang agung memperlihatkan batasan dan mengatur unsur biologis dengan perkawinan kamudian membuktikan tatacara berinteraksi dalam rumah tangga dan memformalkannya dengan sejumlah metode dasar interaksi dalam rumah tangga dan hubungan kekeluargaan.
Islam menghapus sebersih-bersihnya sifat iblis yang digambarkan pada perempuan dan mengembalikan kemanusiaannya kepada batas-batas yang agung, dan menetapkan prinsip-prinsip dasar bahwa perempuan yakni saudara laki-laki, mereka diciptakan dari tanah dan dari elemen yang sama, maka tidak ada perbedaan dan perubahan.
Hak Sosial
Wanita sebelum Islam tidak mempunyai hak berbuat, tidak ada hak untuk mengutarakan pendapatnya, atau ikut serta dalam sebuah tanggung jawab. Mereka dihentikan berperan dalam hal-hal tersebut alasannya yakni keegoisan laki-laki, kebodohan, dan otoriternya dalam setiap hak, sedangkan Islam menolak semua kekeliruan itu, bahkan memperlihatkan yang terbaik. Allah SWT berfirman:
Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya berdasarkan cara yang ma’ruf (QS. Al-Baqarah: 228)
Bagi kaum pria ada bab daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi kaum perempuan pun ada bab dari apa yang mereka usahakan (QS. An-Nisa’: 32)
Maka dengan dasar ini, Islam meletakkan perempuan dihadapan tanggung jawabnya melalui konteks kemanusiaan, sosial, kebebasan, dan keagungan.
Sumber: Etika Muslimah
Karya: Syekh 'Ukkasyah Abdul Mannan ath-Thayyibibi
Sumber: Etika Muslimah
Karya: Syekh 'Ukkasyah Abdul Mannan ath-Thayyibibi
Sumber http://campusnancy.blogspot.com