Ini catatan Ibnu Bathuthah selama Perjalanannya keliling dunia. Dan ini catatan sewaktu dia mengunjungi Makkah.
Selama saya di Makkah, saya sempat bertemu dengan Hasan Al-Maghribi, "Si Gila". Kelakuannya aneh. Sebelumnya, ia ialah insan yang waras akalnya. Ia bekerja sebagai abdi seorang wali Allah yang berjulukan Najmuddin Al-Ashabahi.
Diceritakan, Hasan "Si Gila" ialah orang yang rajin melaksanakan thawaf.
Pada suatu malam, ketika tengah melaksanakan thawaf, ia melihat seorang fakir yang banyak melaksanakan thawaf. Sementara disiang hari ia tidak melihat orang fakir itu.
Pada malam berikutnya, ia menemui orang fakir itu. Ia menanyakan keadaan orang fakir itu. Si fakir menjawab, "Hasan, ibumu menangisimu. Ia ingin berjumpa denganmu. Ibumu ialah seorang hamba Allah yang salehah. Apakah engkau ingin bertemu dengannya?"
"Iya, saya ingin melihat beliau. Tetapi, saya tidak dapat melakukannya," kata Hasan.
"Kita akan bertemu besok malam, insya Allah," kata orang fakir itu.
Malam berikutnya, bertepatan dengan malam jumat, Hasan menemui orang fakir itu di kawasan yang telah disepakati.
Hasan melaksanakan thawaf, lalu keluar mengikuti orang fakir, menuju Pintu Ma'la. Orang fakir itu menyuruhnya memejamkan mata dan Hasan melaksanakan perintah itu. "Sebentar lagi, kau akan melihat negerimu," kata orang fakir.
"Iya," jawab Hasan.
"Inilah negerimu," kata orang fakir.
Hasan membuka kedua matanya, dan ternyata kini ia berada di depan pintu ibunya. Ia lantas masuk ke dalam rumah dan tidak memahami apa yang bersama-sama terjadi. Ia menginap di rumah ibunya itu selama setengah bulan.
Menurutku, negeri Hasan berjulukan Kota Asfahasan keluar rumah, menuju pemakaman. Disana, ia bertemu dengan orang fakir, sahabatnya,
"Bagaimana kabarmu," tanya orang fakir.
"Tuan, saya rindu kepada Tuan Syaikh Najmuddin. Aku telah melupakan kebiasaanku, saya meninggalkannya beberapa hari ini. Aku ingin Tuan mengembalikanku kepada Syaikh Najmuddin."
"Ya"
Orang fakir berjanji akan bertemu di pemakaman itu di malam hari. Setelah mereka bertemu, orang fakir menyuruh Hasan melaksanakan apa yang dilakukan di Makkah, memejamkan mata, dan berpegangan pada orang fakir. Dalam sekejap, Hasan telah berada kembali di Makkah.
Orang fakir menyuruh semoga Hasan tidak menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya pada Syaikh Najmuddin atau kepada orang lain.
Hasan bertemu dengan Syaikh Najmuddin. "Kemana saja kau beberapa hari ini, Hasan?" tanya Syaikh Najmuddin. Pada mulanya Hasan enggan untuk bercerita, namun sehabis didesak ia terpaksa berterus-terang.
"Tunjukkan! Di mana orang fakir itu?" perintah Syaikh Najmuddin.
Pada malam berikutnya, mereka berdua menemui orang fakir di kawasan biasanya.
"Tuan, inilah orangnya," kata Hasan kepada Syaikh Najmuddin.
Orang fakir itu mendengar ucapan Hasan. Ia memukul lisan Hasan dengan tangannya sambil berkata, "Diamlah! Semoga Allah membuatmu bisu!"
Sejak ketika itu, Hasan tidak dapat berbicara dan hilang akalnya. Ia lalu menetap di Masjidil Haram siang dan malam, tidak berwudhu dan tidak shalat. Orang-orang bertabarruk dengannya dan memberinya pakaian. Jika lapar, ia pergi ke pasar yang berada di antara Shafa dan Marwa. Ia masuk ke sembarang warung, dan memakan apa saja yang ia suka. Tidak ada seorang pun yang melarangnya, bahkan mereka bahagia bila Hasan makan di warungnya. Karena sehabis itu, mereka mendapat berkah dan laba besar dalam berdagang. Setiap kali Hasan tiba ke pasar, setiap orang melambaikan tangan semoga Hasan sudi makan di warungnya, alasannya ialah mencicipi berkahnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh penjual minuman. Mereka membiarkan Hasan minum sesuka hatinya.
Kebiasaan Hasan berlangsung sampai tahun 28. Pada tahun ini, Amir Saifuddin Yamlik melaksanakan ibadah haji, dan membawa Hasan ke negerinya di Mesir. Setelah itu, kabar Hasan tidak terdengar lagi.
Sumber http://campusnancy.blogspot.com