Tuesday, February 13, 2018

√ Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)

  
    Pagi ini Rabu, 2 Mei 2012 saya mengikuti upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, dikala yang paling ditunggu-tunggu ialah dikala pembina upacara memperlihatkan amanat kepada seluruh akseptor upacara, nah tema upacara pada waktu itu ialah MEMBANGKITKAN GENERASI EMAS INDONESIA.
     Populasi usia produktif juga disinggung oleh pak mendikbud, dan akan menjadi bonus demograsi yang sangat berharga dari 2010 hingga 2035 untuk membangun generasi emas. Pemerintah telah menyiapkan kebijakan yang sistematis, yang memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal secara masif. Untuk itu, mulai tahun 2011 telah dilakukan gerakan pendidikan anak usia dini (PAUD), penuntasan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar, penyiapan pendidikan menengah universal (PMU) yang insya Allah akan dimulai tahun 2013.
Di samping itu, ekspansi jalan masuk ke perguruan tinggi juga disiapkan melalui pendirian perguruan tinggi negeri di kawasan perbatasan dan memperlihatkan jalan masuk secara khusus kepada masyarakat yang mempunyai keterbatasan kemampuan ekonomi, tetapi berkemampuan akademik.
Sambutan pak Nuh diakhiri dengan sebuah pesan ”Semai dan tanamlah biji dari tumbuhan yang kau miliki meskipun kau tahu esok akan mati.” dan “Siapa yang menanam, beliau yang akan memetik”. Marilah kita berlomba-lomba menanam kebaikan.
Membaca 2 artikel di kompas wacana pendidikan, dan sambutan pak Mendikbud di hari pendidikan nasional di atas menciptakan saya terpicu untuk menambahkan sedikit pemikiran wacana pentingnya membangkitkan generasi emas Indonesia.

Apa yang terjadi dalam dunia pendidikan kita dikala ini terperinci belum merakyat. Saya pun bersetuju dengan apa yang dituliskan ketua Litbang PB PGRI, Mohammad Abduhzen. Rakyat miskin masih belum bisa sekolah di tempat yang layak. Apalagi kebijakan RSBI yang hanya berpihak kepada si kaya menciptakan pemerintah harus merefleksi ulang aktivitas ini. Tenaga pengajar absurd yang gajinya lebih besar dari tenaga pengajar negeri sendiri menjadikan kecemburuan. Seolah-olah guru import lebih baik dari guru domestik. Dalam bahasa yang sangat sederhana, pelayanan pendidikan di negeri ini belum berpihak kepada semua. Education for all yang dikampanyekan hanya sekedar kampanye belaka. Faktanya banyak anak usia sekolah terpaksa tidak bisa sekolah. Pendidikan multikultural belum berjalan dengan maksimal.

Kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan harus segera dievaluasi, dan seyogyanya pemerintah tidak tuli mendengarkan aspirasi dari rakyat yang menuntut keadilan. Sarana dan prasarana mesti diperhatikan. Jangan hingga akseptor didik harus bertaruh nyawa untuk bisa pergi ke sekolah. Apa yang terjadi di Propinsi Banten, dimana belum dewasa harus menantang janjkematian melewati jembatan yang rusak menjadi pembelajaran bagi pemerintah sentra dan kawasan untuk memperhatikan sarana dan prasarana masyarakat umum.

Untuk membangkitkan generasi emas, perlu ada keteladanan dari para orang tua. Apa yang terjadi di masyarakat dikala ini menyerupai masalah kriminalitas, dan penyalahgunaan Narkotika, merupakan cambuk bagi para orang renta dan guru untuk mendidik putra-putrinya lebih baik lagi. Sudah saatnya kita memulainya dari pendidikan dalam keluarga. Tak bisa begitu saja orang renta menyerahkannya kepada sekolah. Pendidikan yang utama tetap dikendalikan orang tuanya, dan anak harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan, kecerdikan pekerti yang luhur, dan keterampilannya. Semua itu telah tertuliskan pada tujuan pendidikan nasional yang sering dituliskan.

Mahalnya biaya pendidikan menciptakan pemerintah harus memikirkan biar si miskin bisa sekolah. Selama ini si kaya masih mendapatkan pelayanan prima, sedangkan si miskin harus dengan sabar mendapatkan pelayanan pendidikan apa adanya. Pada risikonya belum dewasa yang kurang bisa berpikir, buat apa sekolah jikalau sekolah mahal. Lebih baik cari duit buat makan.

Ada lagi yang sangat memprihatinkan dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan kewirausahaan kurang tertanamkan dengan baik di sekolah-sekolah kita. Pada akhirnya, sekolah hanya melahirkan pengangguran terdidik sebab lulusan hanya bisa menjawab soal-soal ujian nasional (UN) hingga “muntah”. Pendalaman bahan dilakukan, Tryout UN dilakukan berkali-kali, hingga pemerintah kawasan pun ikut-ikutan menciptakan soal Tes Uji Kemampuan Peserta Didik (TUKPD) yang membikin siswa jadi gak pede.

Seolah-olah mereka yang lulus UN dengan nilai terbaik akan jauh lebih unggul nasibnya dengan mereka yang nilai UN-nya pas-pas-an. Seolah-olah nasib akseptor didik hanya dilihat dan dilirik dari nilai UN-nya saja.
Sistem pendidikan kita masih harus disempurnakan. UN sebaiknya hanya pemetaan saja selama pemerintah belum mempunyai sarana dan prasarana yang memadai. SDM guru yang berkualitas masih belum merata, pada risikonya lulusan di kawasan tertentu untuk SD, SMP/MTs, dan SMA/SMA/MA kurang menggembirakan hasilnya. Ketika pemerintah tahu kawasan  yang tertinggal itu seharusnya segera dilakukan training dan perbaikan. Namun nyatanya hanya sebatas pengumpulan data saja. Lagi-lagi UN tetap dilakukan seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Gerah dan gemes hati ini bila melihat dana pendidikan yang begitu besar tak tersalurkan tepat sasaran. Ingin rasanya memperlihatkan masukan atau data yang benar bahwa pendidikan gratis yang didengungkan selama ini belum berjalan dengan baik. Data yang dituliskan oleh Tracey Yaniharjatanaya di kolom opini kompas hari ini memperlihatkan bahwa 13 % murid SD tidak menuntaskan pendidikan. Bagaimana mungkin kita akan membangkitkan generasi emas bila generasi pembangkitnya memble dan terserang problem korupsi, kolusi, dan nepotisme?
Generasi emas Indonesia harus dibangkitkan dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang benar tidak mengenal status sosial atau kasta. Tidak boleh ada kastanisasi di sekolah-sekolah kita. Semua orang wajib sekolah dan mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Semua rakyat Indonesia harus mendapatkan pendidikan yang layak  sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

Di hari pendidikan nasional kini ini, mari kita semua merefleksi diri. Hindarkan pertengkaran yang membawa perkelahian. Mari kita bergandengan tangan untuk membangkitkan generasi emas Indonesia. Bila pemerintah diberikan masukan yang baik tetap tenang-tenang saja, mari kita mulai dari pendidikan dalam keluarga kita. Tularkan pendidikan yang baik kepada sekitar kita, dan kembangkan terus pendidikan kewirausahaan dan pendidikan multikultural di sekolah-sekolah kita.

Sumber http://moonlightrocks.blogspot.com