Kelompok 14 : Dika Ayu Rahmawati
Idris Efendi
NEGARA, WARGA NEGARA DAN MASALAH DEMOKRASI
A. Negara
1. Pengertian Negara
Negara ialah suatu tempat atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara menyerupai rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta akreditasi dari negara lain.
Negara ialah suatu organisasi yang di dalamnya terdapat rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintahan yang sah. Dalam arti luas negara merupakan social (masyarakat) yang diatur secara konstitusional (berdasarkan undang undang) untuk mewujudkan kepentingan bersama. Indonesia ialah sebuah negara yang daerahnya terbentang dari Sabang hingga Merauke dengan luas wilayah kurang lebih km2, terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil (sehingga disebut negara kepulauan) dan UUD’45 sebagai konstitusinya.
Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh alasannya itu Negara mempunyai dua kiprah yaitu :
a. mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
b. mengorganisasi dan mengintegrasikan acara insan dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan aturan dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan konkret berlaku dalam masyarakat, dan aturan terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup biar diikuti anggota masyarakat.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan aturan dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan konkret berlaku dalam masyarakat, dan aturan terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup biar diikuti anggota masyarakat.
2. Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi atau kiprah negara ialah untuk mengatur kehidupan yang ada dalam negara untuk mencapai tujuan negara. Fungsi negara, antara lain menjaga ketertiban masyarakat, mengusahakan kesejahteraan rakyat, membentuk pertahanan, dan menegakkan keadilan. Tujuan negara Indonesia telah terperinci tercantum dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yaitu :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Secara umum, setiap Negara mempunyai 4 fungsi utama bagi bangsanya, yaitu:
a. Fungsi pertahan dan keamanan
b. Fungsi pengaturan dan ketertiban
c. Fungsi sejahtera dan kemakmuran.
d. Fungsi keadilan berdasarkan hak dan kewajiban
Bagaimana fungsi-fungsi Negara itu terlaksana, sangat bergantung partisipasi politik semua warga Negara dan mobilitas sumber daya kekuatan Negara.
B. Warga Negara
1. Pengertian Warga Negara.
Warga Negara ialah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan Negara. Dalam hubungan antara warga Negara dan Negara, warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap Negara dan sebaliknya warga Negara juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh Negara.
Warga negara diartikan sebagai orang-orang yang menjadi penggalan dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara alasannya warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni penerima dari suatu komplotan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara mempunyai kepastian hak, kewajiban, dan tanggung jawab.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga Negara (sesuai Undang-undang Dasar 1945 pasala 26) dimaksudkan untuk bangsa Indonesia yang orisinil dan bangsa yang lain, yang disahkan UU sebagai warga Negara. Dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 26 ini, dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain contohnya orang peranakan Cina, peranakan Belanda, peranakan Arab dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, sanggup menjadi warga Negara. Kewarganegraan juga di maksudkan biar kita mempunyai wawasan kesadaran bernegara untuk bela Negara dan mempunyai pola pikir, pola sikap dan sikap sebagai pola tindak yang cinta tanah air beradasarkan Pancasila.
Semua itu dibutuhkan demi utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan utama kewarganegaraan ialah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta prilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri kita sebagai warga Negara Indonesia.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 wacana Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
1) setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.
2) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI.
3) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara gila (WNA), atau sebaliknya.
4) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau aturan negara asal sang ayah tidak memperlihatkan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
5) anak yang lahir dalam batas waktu tenggang 300 hari sehabis ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI.
6) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI.
7) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan akreditasi itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin.
8) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak terperinci status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9) anak yang gres lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
10) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
11) anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang alasannya ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memperlihatkan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
12) anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan akad setia.
2. Asas Kewarganegaraan
Kriteria untuk menjadi warga Negara yaitu :
1) Kriterium Kelahiran
a. Ius Sanguinis ( asas keturunan ) : Seseorang mendapatkan kewarganegaraan suatu Negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, di manapun beliau dilahirkan
b. Ius Soli ( asas tempat kelahiran ) : Seseorang mendapatkan kewarganegaraannya berdasarkan negara tempat di mana beliau dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negra dari Negara tersebut.
Konflik yang terjadi antara Ius Sanguinis dan Ius Soli akan mengakibatkan terjadinya Kewarganegaraan rangkap (Bipatride) atau tidak mempunyai kewarganegaraan sama sekali (A-patride). Apabila terjadi konflik menyerupai itu, maka dipakai 2 stelsel kewarganegaraan, yaitu :
a. Hak Opsi, yaitu hak untuk menentukan kewarganegaraan (Stelsel aktif).
b. Hak repudiasi, hak untuk menolak kewarganegaraan (Stelsel pasif).
2) Naturalisasi : Suatu proses aturan yang mengakibatkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan lain.
C. Permasalahan Demokrasi
1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi ialah salah satu bentuk pemerintahan dalam sebuah negara dengan kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara pribadi atau melalui perwakilan. Kata demokrasi itu sendiri berasal dari Yunani, yaitu demokratia yang terbentuk dari kata demos yang berarti rakyat, dan Kratos yang berarti kekuasaan, sehingga kata demokratía berarti kekuasaan rakyat. Tetapi menrut kami, demokrasi ialah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Masyarakat pun bebas beropini dengan haknya sebagai warga Negara, tetapi masyarakat pun harus benar menggunakannya dengan baik dan tepat.
Merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan kurun ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettys burg nya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
2. Problematika Demokrasi di Indonesia
Masalah demokrasi di indonesia dari menyebarkan segi yaitu:
1) Teknis Atau Prosedur
Demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah terlaksana. Hal ini sanggup dibuktikan dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Bahkan, pemilu Indonesia tahun 1999 menerima apresiasi dari dunia internasional sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, adil, dan dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik ketika itu ialah 92,7%.
Namun sesungguhnya pemilu 1999 yang dipandang baik ini mengalami penurunan partisipasi politik dari pemilu sebelumnya yaitu tahun 1997 yang mencapai 96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik di tahun berikutnya pun mengalami penurunan, dimana pada pemilu tahun 2004, tingkat partisipasi politik mencapai 84,1 % untuk pemilu Legislatif, dan 78,2 % untuk Pilpres. Kemudian pada pemilu 2009, tingkat partisipasi politik mencapai 10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7 % untuk Pilpres.
Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat. Tingginya angka golput ini memperlihatkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta demokrasi, alasannya sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk memakai hak pilihnya dalam menentukan orang-orang yang dianggap layak untuk mewakili masyarakat, baik yang akan duduk di dingklik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden.
2) Etika Politiknya
Dimana pemilihan umum yang seharusnya terjadi sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ialah pemilihan umum secara pribadi dan umum, sera bersifat bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilihan umum di Indonesia merupakan arena pertarungan aktor-aktor yang haus akan popularitas dan kekuasaan. Sebagian besar petinggi pemerintahan di Indonesia ialah orang-orang yang sangat pintar mengumbar akad untuk memikat hati rakyat. Menjelang pemilihan umum, mereka akan mengucapkan banyak sekali akad mengenai tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan apabila terpilih dalam pemilu, mereka berjanji untuk mensejahterakan rakyat, meringankan biaya pendidikan dan kesehatan, mengupayakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, dan sebagainya.Tidak hanya janji-janji yang mereka gunakan untuk mencari popularitas di kalangan rakyat melalui tindakan money politics.
Perbuatan tersebut ialah perbuatan yang tidak bermoral dan melanggar susila politik. Hak pilih yang merupakan hak asasi insan tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, namun melalui money politics secara tidak pribadi mereka mensugesti seseorang dalam penggunaan hak pilihnya. Selain itu, perbuatan para calon petinggi pemerintahan tersebut juga melanggar prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tindakan mensugesti hak pilih seseorang merupakan perbuatan yang tidak jujur, alasannya kalau rakyat yang dipengaruhi tersebut mau memilihnya pun hanya atas dasar evaluasi yang subyektif, tanpa memandang kemampuan yang dimiliki oleh calon tersebut. Tindakan ini juga merupakan persaingan yang tidak sehat dan tidak adil bagi calon lain yang menjadi pesaingnya.
3) Sistemnya
Lembaga yudikatif, atau forum yang bertugas mengadili terhadap pelanggaran undang-undang. Hukum di Indonesia ialah aturan yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Siapa yang punya uang, tentu akan mengalami eksekusi yang ringan meskipun melaksanakan kesalahan yang besar. Sebaliknya, apabila tidak punya uang, beliau tidak bisa berkutik dengan eksekusi yang dijatuhkan padanya meskipun kesalahan yang dilakukan tergolong ringan. Bukti bahwa aturan Indonesia bisa dibeli ialah adanya hakim yang tertangkap akhir mendapatkan suap untuk meringankan masalah yang sedang ia tangani. Atau pola lain ialah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sedang menjalani hukuman, namun sanggup dengan gampang keluar masuk penjara dengan banyak sekali alasan atau kepentingan, dan tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan oleh rakyat kecil.
Permasalahan yang terkait dengan komponen infrastruktur politik belum efektifnya kiprah lembaga-lembaga tersebut demi kepentingan rakyat, dan terkadang justru pelaksanaannya hanya demi kepentingan kelompok atau individu. Dalam hal kebebasan pers misalnya, meskipun sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 namun pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif. Contohnya ialah adanya wartawan yang meliput masalah atau duduk masalah publik, justru diculik, dianiaya, atau bahkan dibunuh.
Selain itu, partai politik telah beralih fungsi dari forum demokrasi menjadi forum yang yang menyerupai dengan perusahaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Terbukti dengan keterlibatan partai politik dalam banyak sekali masalah korupsi, transaksi-transaksi politik dalam pemilihan daerah, serta money politics. Partai politik juga menjadi rumah bagi orang-orang tertentu yang mengejar popularitas dan kekuasaan, serta untuk menguasai sumber daya alam tertentu. Komersialisasi partai politik ini juga terlihat dalam kaderisasinya, dimana banyak anggota partai politik yang direkrut ialah pengusaha-pengusaha, yang sesungguhnya hanya dijadikan tunggangan biar partai politik tersebut sanggup dengan gampang memperoleh dana, contohnya dari adanya proyek-proyek.
3. Problematika Di Dunia Demokrasi Di Dunia
Pertama: Dari Rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Ucapan Abraham Lincoln tersebut hanyalah bualan semata. Faktanya kepala negara dan anggota DPR di negara-negara demokrasi menyerupai AS dan Inggris sesungguhnya mewakili kehendak para kapitalis. Para pemodal/konglomerat yang membiayai para politisi mulai dari kampanye hingga proses pemilihan anggota DPR dan presiden. Di Inggris, sebagian anggota DPR ialah wakil dari para penguasa, tuan tanah, dan darah biru aristokrat.
Intelektual pengkritik demokrasi menyerupai Gatano Mosca, Clfede, dan Robert Michels melihat demokrasi sebagai topeng ideologis yang melindungi tirani minoritas atas mayoritas. Dalam praktiknya yang berkuasa ialah kelompok kecil atas kelompok mayoritas..
Partai dan caleg membutuhkan dana yang sangat besar untuk mendongkrak popularitas biar rakyat memilihnya. Sementara kebanyakan partai dan caleg dananya sangat terbatas. Disinilah kiprah pengusaha dibutuhkan. Di sisi lain para pengusaha baik nasional maupun gila mempunyai kepentingan untuk mengamankan bisnisnya. Kondisi inilah yang menjadikan gayung bersambut. Partai dan caleg alhasil membuat kontrak politik yang menguntungkan para pengusaha..
Alhasil di negara demokrasi keberadaan penguasa dan wakil rakyat di DPR sejatinya bukan refresentasi dari rakyat, melainkan pengusaha yang telah berjasa kepadanya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kebijakan dan UU yang selaras dengan kepentingan kapitalis, bukan demi rakyat yang telah memilihnya. UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal, UU BHP, sangat terperinci diproduksi untuk melayani kepentingan pengusaha / kapitalis asing.
Kedua: Demokrasi menjanjikan kesejahteraan. Tidak ada relefansinya sama sekali antara tingkat demokratisasi dengan kesejahteraan rakyat. Meskipun Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia oleh IAPC (Asosiasi Internasional Konsultan Politik) tetapi kemiskinan dan kebodohan masih melanda secara umum dikuasai penduduk. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara Singapura yang meskipun tingkat demokratisnya di bawah Indonesia tetapi rangking kesejahteraan jauh di atas Indonesia. Adapun kesejahteraan yang dicapai oleh negara-negara kapitalis barat bukan alasannya demokrasi, tetapi dikarenakan oleh kerakusannya merampok dan menjajah negara dunia ketiga dalam bentuk jerat ekonomi menyerupai proteksi utang, standarisasi mata uang dolar, privatisasi, exploitasi SDA.
Ketiga: Demokrasi dan kebebasan. Kebanyakan orang menganggap bahwa demokrasi memperlihatkan jaminan kebebasan dalam berpendapat. Kenyataanya jauh panggang dari api. Tetap saja dalam demokrasi kebebasan beropini dibatasi oleh demokrasi itu sendiri.
Pendapat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi atau yang akan mengancam sistem demokrasi tetap saja dilarang. Faktanya yaitu, kemenangan mutlak secara demokratis FIS di Aljajair dan Hamas di Palestina tidak dianggap alasannya mengancam kepentingan barat.
Pendapat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi atau yang akan mengancam sistem demokrasi tetap saja dilarang. Faktanya yaitu, kemenangan mutlak secara demokratis FIS di Aljajair dan Hamas di Palestina tidak dianggap alasannya mengancam kepentingan barat.
Contoh konkret paradok demokrasi lainnya telah dipertontonkan oleh salah satu negara maha guru demokrasi yakni Prancis dan beberapa negara Eropa lainnya. Di sana penggunaan jilbab tidak boleh dengan alasan mengancam sekularisme (yang merupakan asas tegaknya demokrasi), kelompok-kelompok Islampun tidak boleh bahkan dikaitkan dengan t3r0risme. AS juga telah memasung kebebasan pers terhadap stasiun Aljazeera. Banyak informasi diprintir untuk kepentingan AS dalam perang Irak. Berita-berita yang mengancam kepentingan Irak disensor.
Keempat: Demokrasi membuat stabilitas. Justru sebaliknya, kenyataannya demokrasi membuat instabilitas, kekacauan, dan konflik di tengah masyarakat. Masyarakat secara inten dikutubkan dengan banyak sekali parpol. Konflik horizontalpun kerap kali terjadi paska pilkada yang menjadikan suasana mencekam jauh dari kondusif. Selain itu dibukanya kran demokrasi bukan menjadikan NKRI semakin berpengaruh dan solid, justru paska demokrasi Timor Timur lebas disusul banyak sekali tempat lainnya hingga ketika ini sedang berusaha menyusul nasib Timor Timur.
Realitas demokrasi ialah alat penjajahan barat. Propaganda demokratisasi di dunia intinya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan negara-negara kapitalis penjajah. Sebab, tujuan dari politik luar negeri negara kapitalis itu memang menyebarkan ideologi Kapitalisme, dengan demokrasi sebagai derivatnya. Tersebarnya nelai-nilai kapitalisme di dunia akan menguntungkan negara-negara kapitalis.
Demokrasi dipakai untuk menjauhkan dari sistem yang syamil. Sebab, demokrasi menyerahkan kedaulatan ke tangan manusia, Atas nama menegakkan demokrasi dan memerangi t3r0risme, terjadi penjajahan, menyerupai yang terjadi di Irak dan Afganistan.
Dalam menyebarkan demokrasi negara-negara kapitalis melaksanakan banyak sekali penipuan dan kebohongan. Ide demokrasi dikemas sedemikian rupa sehinggga tampak anggun dan memperlihatkan harapan.
Sumber http://dikaayurahma.blogspot.com