Jika kita pindah ke daerah baru, hampir dapat dipastikan kita akan menemui kebiasaan-kebiasaan gres yang berbeda dengan yang kita lakukan di daerah asal kita. Begitu juga ketika saya di Jepang. Saya mengalami hal yang berbeda dengan kebiasaan saya (saya tidak bilang berbeda dengan kebiasaan orang Indonesia, alasannya Indonesia luas banget…). Kali ini, saya ingin menulis beberapa hal yang berbeda yang saya temui ketika saya di Jepang dan hal berbeda yang ditemui anak saya ketika mereka pertama kali ke Jawa.
※Disclaimer: Postingan ini sama sekali ditujukan untuk menilai budaya/kebiasaan mana yang lebih bagus.
1. Waktu mandi
Dari kecil saya biasa diajari oleh orang bau tanah saya, bahwa kalau mau ketemu orang, harus dalam keadaan, higienis dan rapi, untuk menghormati orang yang akan ditemui. Nah… suatu hari ketika saya di RS (rawat inap selama 1 ahad pas melahirkan), saya mau ke balai kota yang jaraknya 200 meter saja dari RS. Mau mengurus surat keterangan lahir si bayi, alasannya nggak mungkin mengirim pak suami yang gres 2 ahad menginjak tanah Jepang. Saya ke ruang perawat, minta izin nitip bayi alasannya saya mau mandi dan pergi. Eh perawatnya bilang, “Loh? Mandinya apa nggak sebaiknya nanti saja, sehabis dari balai kota? Makara pergi aja dulu…” Usul itu sangat tidak masuk nalar bagi saya. Mau ketemu orang kok nggak boleh mandi 😀 Rupanya, kebiasaan orang di Jepang, mereka mandi sehabis semua urusan di luar selesai, jadi ketika mereka di dalam rumah badannya dalam keadaan bersih. Meskipun tahu begitu, tetap saja saya “tidak hingga hati” untuk bertemu orang dalam keadaan belum mandi 😀
2. Seledri
Pekerjaan yang saya lakukan di Kantor Walikota Kochi selain mengurusi korespondensi terkait dengan Sister City antara kota Surabaya dengan Kochi, yaitu mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Kochi. Saya sama sekali nggak ngerti kesenian tradisional Indonesia, jadi saya putuskan secara terjadwal membuka kelas bahasa Indonesia dan kelas memasak. Suatu hari saya mengajari mereka bikin soto ayam (pakai bumbu beneran, bukan instan). Salah satu kelengkapan soto kan daun seledri, jadi saya kasih lihat kalau daun seledrinya saja yang dicincang. Para penerima kaget. “Sensei, batangnya ini diapakan?” “Dibuang,” jawab saya. “Waaah… mottainai. Sarada ni shitara oishii desu yo,” kata mereka sambil menyarankan untuk menggunakan batang seledri sebagai adonan salad. Ah, jadi tahu kalau batang seledri dapat dimakan wkwkw.
3. Cara makan
Ini pengalaman anak saya. Sejak kecil, ketika mereka mulai dapat duduk, sudah dibiasakan untuk makan dengan duduk di dingklik menghadap ke meja dan duduk manis hingga akibat makan. Di day care mereka pun juga begitu. Semua duduk manis ketika jam makan. Nah, pas mereka pulang ke Indonesia, mereka terkejut ketika main di halaman melihat ada ibu-ibu pegang piring, sambil ngejar-ngejar anaknya. “Itu ngapain?” Waktu saya jelaskan bahwa si ibu itu ngasih makan anaknya mereka heran “Kok, makan nggak duduk ya…”
4. “aku pinjam ya…”
Saat di Kochi, bawah umur jarang main ke rumah temannya, dan temannya pun jarang main ke rumah. Biasanya mereka janjian ketemu di taman dekat rumah kemudian main di situ. Kadang-kadang saja sahabat yang benar-benar dekat yang main ke rumah. Ketika mereka balik ke Surabaya, mereka kaget ketika bawah umur tetangga yang gres kenal tiba dan masuk ke dalam rumah. Saat itu saya masih di Jepang, jadi mereka dongeng lewat telepon “Ibu chan, itu bawah umur Indonesia mainnya masuk ke rumah lo. Aku juga diajak main ke rumah mereka.” Di lain kesempatan, mereka dongeng lagi, “ternyata bawah umur Indonesia kalau pakai mainanku nggak pernah bilang, pribadi ambil saja.” Di Jepang mereka terbiasa minta izin dulu sebelum pegang mainan temannya, dan temannya pun juga selalu minta izin “kore kashite ne…”.
Itulah beberapa hal yang berbeda pada kehidupan sehari-hari di Jepang dan di Indonesia. Tapi sebisa mungkin kalau kita berada di daerah gres ikutilah kebiasaan orang setempat, biar lebih gampang diterima di lingkungan. Di Jepang, ada peribahasa yang berbunyi :郷に入れば郷に従え(goo ni ireba goo ni shitagae), yang artinya lebih kurang sama dengan peribahasa Indonesia “di mana bumi di pijak, di situ langit dijunjung”.
Bagaimana dengan Anda? Ada pengalaman menarik ketika berada di daerah baru? Bagi di sini yuuuk… → Facebook
Sumber https://wkwkjapan.com