Thursday, November 15, 2018

√ Pemberontakan Di/Tii Di Banyak Sekali Daerah

Pemberontakan DI/TII pernah terjadi di banyak sekali tempat di Indonesia. Gerakan DI/TII bahwasanya sudah usang ada, yaitu semenjak lahirnya Komite Pembela Kebenaran PSII sebagai tanggapan dari perpecahan yang terdapat dalam Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Perpecahan itu menciptakan Kartosuwiryo mendirikan perguruan tinggi Suffah yang ada pada masa pendudukan Jepang dikembangkan menjadi sentra latihan kemiliteran bagi pemuda-pemuda Islam, terutama Hizbullah dan Sabilillah. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) ialah suatu gerakan yang menginginkan berdirinya sebuah negara Islam Indonesia. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain, menyerupai Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

 pernah terjadi di banyak sekali tempat di Indonesia √ Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah

Pemberontakan DI/TII di Daerah

Berikut ini akan dijelaskan latar belakang dan proses pemberontakan DI/TII di beberapa daerah.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (S.M. Kartosuwiryo). Pada zaman pergerakan nasional, Kartosuwiryo merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani. Selama pemerintahan Jepang, Kartosuwiryo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, ia terpilih sebagai Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya, Kartosuwiryo memiliki keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk memujudkan cita-citanya, Kartosuwiryo mendirikan sebuah pesantren di Malangbong Garut, yaitu Pesantren Sufah. Pesantren Sufah selain menjadi tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan sebagai tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosuwiryo berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang kemudian dijadikan sebagai bab dari pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwiryo semakin kuat.

Pada bulan Februari diselenggarakan sebuah konferensi di Casayong, Jawa Barat. Dalam konferensi itu diputuskan untuk mengubah ideologi Islam dari partai menjadi Negara. Masyumi Jawa Barat dibekukan dan sebagai gantinya diangkat Kartosuwiryo sebagai imam bagi umat Islam Jawa Barat. Untuk menyempurnakan keputusan itu, maka dibentuklah Tentara Islam Indonesia (TII) dan sebagai puncaknya pada tanggal 7 Agustus 1949 diadakan Proklamasi pendirian Negara Islam Indonesia (NII).

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah dan Mahfu’dz Abdurachman (Kyai Somalangu). Amir Fatah ialah seorang komandan laskar Hizbullah di Tulangan, Sidoarji, dan Mojokerto. Setelah menerima pengikut, Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri untuk bergabung dengan DI/TII pada tanggal 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal. Amir Fatah Kemudian diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.

Selain itu, di Kebumen muncul pemberontakan DI/TII yang dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Somalangu. Kedua gerakan ini bergabung dengan DI/TII Jawa Barat, pimpinan Kartosiwiryo. Pemberontakan di Jawa Tengah ini menjadi semakin berpengaruh sehabis Batalion 624 pada Desember 1951 membelot dan menggabungkan diri dengan DI/TII di tempat Kudus dan Magelang.

Untuk mengatasi pemberontakan-pemberontakan tersebut, Pemerintahan RI membentuk pasukan khusus yang disebut dengan Banteng Raiders. Pasukan Raiders ini melaksanakan serangkaian operasi kilat penumpasan DI/TII, yaitu Operasi Gerakan Banteng Negara (OGBN) di bawah pimpinan Letkol Sarbini, kemudian diganti oleh Letkol M. Bachrun, dan selanjutnya dipegang oleh Letkol A. Yani. Berkas operasi tersebut, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah sanggup ditumpas pada 1954. Adapun yang mengatasi pembelotan Batalion 624, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letkol Soeharto.

Pemberontakan DI/TII di Aceh

Pada tanggal 20 September 1953 terjadi proklamasi bahwa Aceh merupakan bab dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pernyataan itu diberikan oleh Daud Beureueh sehabis dikecewakan pimpinan Republik Indonesia yang menghapuskan status Aceh sebagai Daerah Istimewa. Daud Beureueh yang menjabat sebagai ketua PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh)  serta bekas Gubernur Militer Daerah spesial Aceh di masa Revolusi menjadi banyak yang mendukung gagasannya.

Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Pernyataan sebagai bab dari NII pimpinan Kartosuwiryo juga terjadi di Kalimantan Selatan pada bulan Oktober 1950. Ibnu Hajar alias Haderi bin Umar alias Angli ialah bekas Letnan Dua Tentara Nasional Indonesia yang bersama anggota kesatuannya melaksanakan desersi dan menyatakan bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo. Bahkan Ibnu Hajar diangkat menjadi Menteri Negara oleh Kartosuwiryo.

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan juga melaksanakan hal yang sama sehabis dikecewakan oleh Pimpinan RI. Sebagai ketua Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang beranggotakan sekitar 15.000 gerilyawan menuntut pemerintah semoga semua anggotanya diangkat menjadi tentara pemerintah, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ditolak, alasannya keanggotaan APRIS melalui seleksi. Penolakan itu mengecawakan, alasannya yang lolos seleksi justru Andi Aziz dan anak buahnya yang bekas tentara KNIL. Kekecawaan memuncak saat Letkol Warouw diangkat sebagai komandan Korps Cadangan Tentara Nasional (CTN), sehingga Kahar Muzakkar melarikan diri ke hutan dan memproklamasikan diri sebagai bab dari NII pimpinan Kartosuwiryo.

Gerakan DI/TII secara sedikit demi sedikit sanggup dipadamkan. Operasi militer yang paling usang ialah pengkapan Kartosuwiryo yang gres memperoleh hasil pada tanggal 14 Agustus 1962. Melalui pengadilan Mahkamah Angkatan Darat, Kartusowiryo dijatuhi eksekusi mati.

Sekian uraian wacana Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah, semoga bermanfaat. 

Sumber http://www.ilmusiana.com