Sunday, December 2, 2018

√ Sejarah Pembebasan Irian Barat

Irian barat adalah bab konflik antara bangsa Indonesia - Belanda yang telah berlangsung lebih dari tiga kurun semenjak kedatangan mereka sekitar kurun ke-16 sampai pertengahan kurun ke-20. Dalam kurun waktu itu telah banyak korban nyawa melayang dan harta yang hancur. Untuk mengakhiri konflik ini, atas jasa baik PBB diadakanlah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda 23 Agustus - 2 November 1945. Dari konferensi ini dihasilkan keputusan antara lain akreditasi kedaulatan negara Indonesia oleh Belanda atas seluruh wilayah bekas Hindia Belanda. Selain itu, disepakati pula bahwa perkara Irian Barat yang juga menjadi bab dan wilayah Hindia Belanda akan dibicarakan dan diselesaikan satu tahun sehabis akreditasi kedaulatan.
 bab konflik antara bangsa Indonesia  √ Sejarah Pembebasan Irian Barat
Dalam perkembangan selanjutnya, permasalahan ihwal Irian Barat tidak kunjung selesai. Belanda selalu menolak ketika diajak berunding untuk membicarakan perkara Irian Barat. Berbagai cara diplomatik dilakukan pemerintah Indonesia semoga Belanda segera membebaskan Irian Barat namun selalu gagal. Hal ini berlangsung sampai tahun 1969 ketika Belanda balasannya menyerahkan Irian Barat sehabis terjadi banyak sekali kejadian bersenjata.

Perjuangan Membebaskan Irian Barat

Sebagaimana daerah-daerah lain di Hindia Belanda, Irian Barat yaitu tempat jajahan Belanda. Namun, dalam kesepakatan penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia, Irian Barat belum dimasukan sebagai wilayah Indonesia. Menurut Konferensi Meja Bundar, perkara ini gres akan dibahas satu tahun sehabis penyerahan kedaulatan tersebut. Dalam perkembangannya, Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat. Menanggapi hal tersebut, timbullah usaha-usaha pembebasan Irian Barat dari tahun 1950-1969. Usaha-usaha itu mencakup usaha diplomasi dan konfrontasi bersenjata.

Usaha Diplomasi

Sebagai negara yang cinta damai, Indonesia ingin semoga penyerahan Irian Barat sanggup dilakukan secara tenang melalui negosiasi atau diplomasi. Sejak tahun 1950, Indonesia mengajak Belanda untuk mulai merundingkan perkara Irian Barat. Pada bulan Maret 1950, Indonesia dan Belanda membentuk komite bersama untuk perkara Irian Barat. Namun, komite tersebut tidak berhasil mencapai kata sepakat. Pemerintah Belanda dengan persetujuan parlemennya kemudian memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda pada bulan Agustus 1952. Tindakan Belanda ini memunculkan protes keras dari banyak sekali kalangan di Indonesia. Indonesia menyatakan penghapusan terhadap misi militer Belanda pada bulan April 1953.

Pemerintah Indonesia juga terus berusaha mencari pinjaman internasional semoga sanggup menekan Belanda. Salah satunya melalui Konferensi Asia-Afrika. Dalam KAA di Bandung tanggal 18-24 April 1955, pihak Indonesia menerima pinjaman negara-negara akseptor KAA. Dalam salah satu pernyataannya, KAA yang disponsori oleh negara Indonesia, Burma, Pakistan, dan Sri Lanka menolak segala bentuk penjajahan. Negara-negara tersebut menganggap bahwa penjajahan yaitu suatu tindakan kejahatan.

Usaha untuk menekan Belanda juga dilakukan melalui organisasi PBB. Indonesia yang didukung negara-negara sobat senantiasa membawa problem Irian Barat dalam sidang-sidang PBB. Namun, usaha tersebut tetap saja tidak berhasil memaksa Belanda meninggalkan Irian Barat. Belanda selalu berusaha meyakinkan anggota PBB bahwa perkara Irian Barat yaitu perkara bilateral antara Indonesia dan Belanda, yakni dalam lingkup Uni Indonesia-Belanda. Hal ini menerima pinjaman dari negara-negara lain, terutama negara anggota Nato di mana Belanda juga menjadi salah satu anggotanya. Akibatnya, resolusi ihwal Irian Barat pun gagal memperoleh bunyi mayoritas.

Indonesia pun secara sepihak membatalkan persetujuan KMB termasuk membatalkan Uni Indonesia-Belanda yang dikukuhkan melalui UU No. 13 tahun 1956. Dengan penghapusan tersebut, Indonesia tidak lagi terjalin dalam ikatan khusus dengan Belanda, termasuk dalam perkara Irian Barat. Indonesia kemudian membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu (Halmahera). Gubernur pertama provinsi Irian Barat ini yaitu Zainal Abidin Syah yang yaitu Sultan Tidore.

Sementara situasi di Indonesia, perilaku anti Belanda terus meningkat. Rakyat Indonesia menggelar rapat-rapat umum untuk menggalang pinjaman terhadap Irian Barat. Pada tanggal 18 November 1957 berlangsung rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta. Rapat ini berlanjut dengan agresi pemogokan yang dilakukan para buruh yang bekerja di perusahaan Belanda. Pemerintah Indonesia juga melarang perusahaan penerbangan Belanda KLM untuk mendaratkan pesawatnya di Indonesia. Pada tahun yang sama juga terjadi pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di Indonesia. Pengambilalihan mi diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah No.23 tahun 1958. Sampai final tahun 1958, semua perusahaan Belanda di Indonesia sudah dinasionalisasikan. Pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden Soekarno mengumumkan pemutusan relasi diplomatik dengan Belanda. Semua warga negara Belanda yang bekerja di Indonesia dipecat. Pemerintah juga membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat sebagai organisasi untuk menghimpun seluruh kekuatan bangsa Indonesia guna membebaskan dan mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.

Konfrontasi Bersenjata

Usaha diplomasi pemerintah indonesia yang mengalami jalan buntu menciptakan Indonesia tetapkan untuk juga menempuh jalur konfrontasi bersenjata. Kebijakan pemerintah Indonesia tersebut kemudian diikuti dengan persiapan-persiapan militer. Indonesia tetapkan untuk membeli senjata dari Uni Soviet (Rusia). Pada bulan Desember 1960, pemerintah Indonesia mengutus Jendral A. H. Nasution sebagai Mentri Keamanan Nasional / Kasad ke Moskow. Nasution berhasil mengadakan perjanjian jual beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet. Indonesia juga mendekati India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand, Inggris, Jerman, dan Perancis dengan tujuan semoga negara-negara tersebut tidak akan memperlihatkan pinjaman terhadap Belanda bila perang benar-benar terjadi antara Indonesia-Belanda.

Kian panasnya relasi antara Indonesia dan Belanda menyebabkan negara-negara lain di dunia mendesak semoga permasalahan Irian Barat segera diamsukkan kembali ke dalam kegiatan Sidang Umum PBB. Dalam Sidang Umum PBB tahun 1961, perkara Irian Barat diperdebatkan kembali. Dalam sidang tersebut, Sekjen PBB U Thant, meminta kesediaan Ellsworth Bunker seorang diplomat Amerika Serikat untuk menengahi perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Bunker mengajukan permintaan semoga Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Indonesia melalui PBB dalam waktu dua tahun. Indonesia mendapatkan permintaan tersebut dengan catatan semoga waktu pengembalian diperpendek. Belanda sebaliknya berpendirian hanya akan melepaskan Irian Barat kepada perwalian PBB untuk kemudian membentuk negara Papua. Tampak terperinci bahwa Belanda tidak ingin semoga Irian Barat menjadi bab dari wilayah Indonesia. Bahkan Belanda kemudian tanpa sepengetahuan PBB mendirikan negara Papua, lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan. Selain itu, Belanda juga menambah kekuatan militernya di Irian Barat dengan mendatangkan kapal induk Karel Doorman.

Tantangan Belanda ini dijawab Indonesia dengan mengumumkan Trikora. Bertepatan dengan ulang tahun Agresi Belanda II yang ke-13 pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno di alun-alun Utara Yogyakarta mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi Trikora tersebut adalah:
  • Gagalkan pembentukan negara boneka papua buatan kolonial Belanda.
  • Kibarkan Sang saka Merah Putih di seluruh Irian Barat.
  • Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Dengan keluarnya Trikora, maka usaha fisik membebaskan Irian Barat mulai dilakukan. Pada tanggal 11 Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makassar. Mayor Jendral Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala. Tugas Komando Mandala yaitu sebagai berikut.
  • Menyelenggarakan operasi militer untuk membebaskan Irian Barat. Operasi ini mencakup penyusupan (infiltrasi), serangan besar-besaran (eksploitasi), dan penegakan kekuasaan RI (konsolidasi).
  • Menggunakan segenap kekuatan dalam lingkungan RI untuk membebaskan Irian Barat. Kekuatan itu baik berupa tentara reguler, sukarelawan, dan banyak sekali potensi perlawanan rakyat lainnya.
Melihat situasi ini, Ellsworth Bunker kembali mengajukan permintaan yang dikenal sebagai Rencana Bunker. Isinya antara lain penyerahan pemerintahan Irian Barat kepada Indonesia, sehabis sekian tahun member kesempatan kepada rakyat Irian Barat untuk memilih pendapat tetap dalam wilayah Indonesia atau memisahkan diri, untuk menghindari bentrok diadakan masa masa peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.

Rencana Bunker ini diterima dengan baik oleh Indonesia namun ditolak Belanda. Sikap keras Belanda ini mendorong Indonesia menggelar Operasi Jayawijaya berupa operasi besar-besaran untuk membebaskan Irian Barat. Dalam situasi panas ini, terjadi pertempuran Laut Aru yang melibatkan tiga kapal torpedo Angkatan Laut RI, yakni Macan Tutul, Macan Kumbang, dan Macan Harimau dengan kapal perusak serta Fregat Belanda yang dibantu pesawat udara. Dalam pertempuran itu Kapal Macan Tutul karam bersama Komodor Yos Sudarso, Kapten Wiratno dan awak kapal lainnya. Pasukan Indonesia juga melaksanakan penyusupan dengan menerjunkan penerbang-penerbang Indonesia menembus radar Belanda ke pedalaman IrianBarat.

Amerika Serikat khawatir konflik antara Indonesia dan Belanda akan mengganggu keamanan di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik. Amerika Serikat kemudian mendesak Belanda untuk berunding. Pada tanggal 15 Agustus 1962, negosiasi antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Dalam negosiasi tersebut, Indonesia diwakili oleh Dr. Subandrio, sedangkan Belanda diwakili oleh Van Roijen, dan Schurmann. Perundingan ini menghasilkan Persetujuan New York yang berisi tentang:
  • Penghentian permusuhan.
  • Paling lambat 1 Oktober 1962, UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) tiba di Irian Barat untuk melaksanakan serah terima kekuasaan dari pemerintah Belanda. Sejak dikala itu, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.
  • UNTEA akan menggunakan tenaga-tenaga Indonesia baik sipil maupun militer. Tenaga militer dipakai sebagai penjaga keamanan bersama putra Irian Barat sendiri. UNTEA juga akan menggunakan sisa-sisa pegawai Belanda yang diperlukan.
  • Pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang berstatus di bawah UNTEA.
  • Angkatan Perang Belanda dan pegawai sipilnya berangsur-angsur dipulangkan dan harus selesai paling
  • lambat 11 Mel 1963.
  • Bendera Indonesia mulai berkibar 31 Desember 1962 di samping bendera PBB. Pemerintah RI mendapatkan pemerintahan di Irian Barat dari UNTEA pada tanggal 1 Mei 1963.
  • Pada tahun 1969, diadakan penetuan pendapat rakyat atau L’cpera (Ascertainnient of the WisIie of the People).
  • Antara Irian Barat dan tempat Indonesia lainnya berlaku kemudian lintas bebas.

Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)

Sesuai dengan kesepakatan New York, pada tahun 1969 diselenggarakan Pepera yang disaksikan utusan Sekretaris Jendral PBB. Penyelenggaraan Pepera melalui tiga tahap, yaitu tahap konsultasi, pemilihan anggota dewan musyawarah, dan tahap pelaksanaan Pepera. Tahap konsultasi dimulai semenjak 24 Maret 1969, berupa konsultasi dengan dewan-dewan kabupaten ihwal tata cara Pepera. Pemilihan anggota dewan musyawarah berakhir pada bulan Juni 1969. Sementara pelaksanaan Pepera dilakukan perkabupaten mulai 14 Juli 1969 sampai 4 Agustus 1969.

Hasil Pepera memperlihatkan bunyi bundar bahwa masyarakat Irian Barat ingin tetap menjadi bab dari Republik Indonesia. Hasil Pepera ini dibawa oleh diplomat PBB Ortis Sanz untuk dilaporkan dan disahkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24. Irian Barat kemudian resmi menjadi provinsi ke-26 Republik Indonesia dengan nama Provinsi Irian Jaya. Pada tanggal 1 Januani 2000, Irian Jaya diganti menjadi Provinsi Papua.

Sekian uraian ihwal Sejarah Pembebasan Irian Barat, semoga bermanfaat. 

Referensi
  • Sri Pujiastuti, Dkk. 2007. IPS TERPADU untuk Sekolah Menengah Pertama dan MTS Kelas IX. Jakarta: Erlangga.

Sumber http://www.ilmusiana.com