Wednesday, September 26, 2018

√ Dongeng Nabi Ismail As: Kepatuhan Tanpa Syarat

Nabi Ismail as dalam kisah ini akan menceritakan wacana kepatuhan dia menjalankan perintah Allah Swt. Dalam Islam, Nabi Ismail as yaitu nabi urutan kedelapan yang wajib diyakini. Nabi Ismail as yaitu anak dari Nabi Ibrahim as. Beliau dilahirkan dari istri kedua Nabi Ibrahim yang berjulukan Siti Hajar. Istri pertama Nabi Ibrahim yang berjulukan Siti Sarah-lah yang memberi saran kepada Nabi Ibrahim untuk menikah lagi biar mendapatkan keturunan. Sudah bertahun-tahun, Nabi Ibrahim tidak kunjung diberikan keturunan, padahal umurnya sudah cukup tua. Beliau ingin mempunyai seorang anak untuk dirawat dan diberi kasih sayang. Maka, atas izin Allah Swt., Nabi Ismail pun lahir dari rahim istri kedua Nabi Ibrahim, Siti Hajar. Nabi Ibrahim pun sangat bangga atas kelahiran anak laki-lakinya tersebut. Nabi Ibrahim sangat senang dengan kelahiran Ismail yang kelak akan menjadi Nabi Allah.

Meski demikian, Allah menguji keimanan Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya mengajak Siti Hajar beserta Ismail ke sebuah kawasan yang tandus berjulukan Mekah. Ketiganya pun berangkat meninggalkan Siti Sarah di Syam. Sesampainya di Mekah, Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail sendirian sesuai dengan perintah Allah Swt.. Siti Hajar meraih tangan Nabi Ibrahim dan meminta biar ia tidak ditinggalkan sendirian bersama Nabi Ismail di lembah yang tandus tersebut. Namun, Nabi Ibrahim memberi pengertian kepada Siti Sarah bahwa semua itu yaitu perintah dari Allah. Mendengar jawaban tersebut, Siti Hajar pun tunduk dan bersabar. Setelah itu, Nabi Ibrahim pergi meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di lembah berjulukan Mekah tersebut dengan perbekalan seadanya.

Nabi Ismail as. dan Air Zam-zam

Lembah itu sungguh sunyi. Tidak ada insan atau seekor binatang pun di sana. Tidak juga ada tumbuh-tumbuhan atau air yang mengalir. Kondisi itu menciptakan Siti Hajar sangat khawatir dengan keadaan Ismail yang masih menyusui. Saat perbekalan mereka habis, Ismail mulai menangis kehausan. Siti Hajar pun mendaki Bukit Safa untuk mencari air, tetapi ia tidak berhasil menemukannya. Kemudian, ia berlari dan mendaki bukit Iainnya, yaitu Bukit Marwah, tapi tetap tidak menemukan apa-apa. Pada dikala di Bukit Marwah ia ibarat mendengar bunyi insan dari arah Bukit Safa. la pun segera mendaki kembali ke sana, ternyata tidak ada siapa-siapa. Ketika ada di atas Bukit Safa, ia ibarat melihat mata air dari arah Bukit Marwah, ia pun kembali berlari ke sana, tetapi lagi-lagi tidak berhasil menemukan apa-apa. Tangisan Ismail semakin kencang dan menyayat hati Siti Hajar.

Tanpa sadar, Siti Hajar sudah bolak balik antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali hanya untuk mencari air dan pertolongan. Akhirnya, ia kelelahan. Air susunya sudah habis alasannya tubuhnya memang kehausan. Ismail terus menangis meminta minum. Pada dikala itulah, muncul malaikat Jibril yang menyampaikan kepada Siti Hajar jikalau Allah akan menjaga keduanya. Dengan izin Allah, malaikat Jibril mengentakkan kakinya di sebuah ternpat, kemudian keluarlah air yang sangat banyak. Air yang begitu jernih dan segar itu keluar terus-menerus tanpa henti membanjiri kawasan di sekitarnya. Malaikat Jibril berkata "Zam-zam" yang artinya, "berkumpullah". Air yang melimpah tersebut berkumpul menjadi mata air yang kini dikenal sebagai mata air zam-zam.

Siti Hajar segera meminum air zam-zam, kemudian membasuh wajah Ismail dengan air tersebut. Zam-zam yaitu air ajaib, ia tidak hanya menghilangkan dahaga, tetapi juga mengenyangkan perut sehingga air susu Siti Hajar terisi kembali. Lalu, Ismail mulai meminum kembali air susu ibunya. Keberadaan air zam-zam menciptakan burung-burung di padang pasir beterbangan di atasnya. Peristiwa ini dilihat oleh sekumpulan orang dari suku Jurhum yang sedang melintas. Mereka pun mendatangi mata air itu dan bertemu Siti Hajar. Mereka meminta izin untuk diperbolehkan menetap di kawasan tersebut. Siti Hajar mengabulkannya, kemudian semenjak dikala itu, kawasan berjulukan Mekah mulai ramai dihuni orang.

Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim kembali ke Mekah untuk menjenguk anak dan istrinya yang ia tinggalkan sendirian. Nabi Ibrahim sangat terkejut alasannya Mekah menjelma kawasan yang ramai dan subur. la pun tinggal bersama Siti Hajar dan Ismail di kawasan itu bersama para penduduk yang lain.

Kepatuhan Nabi Ismail as kepada Bapaknya

 dalam kisah ini akan menceritakan wacana kepatuhan dia menjalankan perintah Allah Swt √ Kisah Nabi Ismail AS: Kepatuhan Tanpa Syarat
Ilustrasi
Nabi Ismail as tumbuh menjadi anak yang sangat patuh dan berbakti kepada orangtuanya. Dia yaitu anak pria yang juga mempunyai keimanan besar lengan berkuasa kepada Allah ibarat halnya ayahnya. Nabi Ibrahim sangat mencintai Nabi Ismail. Pada suatu hari, Allah memberi ujian yang sangat berat kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail. Dengan penuh kesedihan, Nabi Ibrahim memberikan hal tersebut kepada Nabi Ismail. Namun, bukannya menentang, Nabi Ismail malah mendukung sepenuhnya perintah Allah Swt. Nabi Ismail meminta ayahnya segera melaksanakan penyembelihan itu. la berserah diri kepada Allah dan berharap menjadi bab dari kelompok orang-orang yang bersabar.

Sungguh kasihan Nabi Ibrahim. la sudah menunggu sekian usang untuk mendapatkan keturunan di usia tuanya. Ketika mendapatkan anak pria yang sangat ia sayangi, Allah memerintahkan untuk menyembelihnya. Namun, sebagai seorang nabi, ia tidak pernah ragu untuk menjalankan perintah Allah Swt.. Begitu juga Nabi Ismail yang begitu sabar dan nrimo mendapatkan perintah tersebut.

Akhirnya, kedua pria luar biasa ini berangkat mencari sebuah kawasan yang nyaman untuk melaksanakan penyembelihan. Nabi Ismail dibaringkan di atas watu yang rata dan halus. Wajahnya ditutupi kain biar Nabi Ibrahim tidak melihat wajah anak yang begitu disayanginya itu dikala disembelih. Tepat ketika pisau hampir hingga ke leher Nabi Ismail, malaikat fibril segera mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba yang gemuk dan sehat. Nabi Ibrahim pun hasilnya menyembelih domba tersebut.

Peristiwa inilah yang mengawali perintah penyembelihan binatang kurban setiap hari raya Idul Adha. Hal itu untuk mengenang kesabaran dan keteguhan keyakinan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dikala menjalankan perintah Allah Swt.

Nabi Ismail as. dan Istrinya

Nabi Ibrahim As kembali mengunjungi Mekah sehabis Nabi Ismail AS mempunyai istri dan Hajar telah meninggal dunia. Akan tetapi, pada dikala itu, dia tidak mendapatkan putranya. Beliau hanya bertemu istrinya. Nabi Ibrahim as menanyakan perihal putranya, Ismail, kepada istrinya.

"Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami," jawab istrinya. Kemudian, Nabi Ibrahim AS menanyakan ihwal penghidupan dan kesejahteraannya. Istri Nabi Ismail AS berkata, "Kami dalam kondisi yang buruk. Kami hidup dalam kesempitan dan kemiskinan." Sang istri mengadu kepada Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS berkata, "Apabila suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya. Sampaikan pesan, bahwa dia harus mengubah ambang pintunya."

Setelah Nabi Ismail AS datang, dia bertanya kepada istrinya, "Apakah tadi ada orang yang datang?" Sang istri menjawab, "Benar. Tadi ada orangtua tiba ke sini. Dia bertanya kepadaku ihwal engkau. Aku pun menceritakan-nya. Dan dia bertanya wacana ihwal kehidupan kita. Akupun bercerita bahwa kita hidup dalam kemiskinan dan kesusahan."

Nabi Ismail AS bertanya, "Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu.” Istrinya menjawab, "Benar. Dia menyuruhku memberikan salamnya kepadamu dan menyuruh engkau untuk mengubah ambang pintu rumahmu."

Nabi Ismail AS berkata, "Dia yaitu bapakku. Dia menyuruhku menceraikanmu. Maka kembalilah kau kepada keluargamu." Nabi Ismail AS kemudian menceraikannya dan dia mengawini perempuan lain dari suku Jurhum.

Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Kemudian, dia menjumpainya lagi. Kali ini, dia juga tidak bertemu dengan Nabi Ismail AS. Dia masuk ke rumah istrinya dan menanyakan ihwal putranya. Sang istri berkata, "Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami."
Nabi Ibrahim AS bertanya, "Bagaimana keadaan penghidupan dan kondisi kalian?"
Sang istri menjawab, "Alhamdulillah. Kami baik-baik saja dan berkecukupan," kata sang istri.
Nabi Ibrahim AS bertanya, "Apa yang kalian makan?" "Daging," jawab sang istri. Nabi Ibrahim AS bertanya lagi, "Apa yang kalian minum?" "Air," jawab istri Nabi Ismail

Ismail dan istri keduanya hasilnya melahirkan banyak keturunan, dan bawah umur Nabi Ismail menjadi pemimpin bagi kaumnya. Sedangkan Ismail sendiri hasilnya diperintah Ilahi untuk membuatkan risalah ke Yaman dan 'Amaliq hingga tua. Melalui perkawinan kedua ini merupakan awal silsilah kelahiran atau asal muasal orang renta dari Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim Membangun Ka'bah

Pada kesempatan berikutnya, Nabi Ibrahim kembali tiba menemui Nabi Ismail as. Nabi Ibrahim menerima Nabi Ismail as sedang meruncingkan anak panah di samping sumur Zam-zam. Melihat sang bapak, Nabi Ismail as. pribadi memeluk bahagia, melepas rindu akhir usang tak sua. Kepada Ismail, Nabi Ibrahim menceritakan perintah Tuhan, untuk membangun rumah peribadatan, yang disebut Ka'bah Baitullah. Sang bapak menawarkan letaknya sesuai petunjuk Tuhan, lantas sang anak menyatakan biar perintah Tuhan segera dilaksanakan. Singkat kata, Ibrahim dan Ismail lantas bergotong-royong membangun Ka'bah Baitullah. Ibrahim memasang, menyusun, dan melekatkan antarbatu, sedangkan Ismail mencarikan dan membawakan watu kepada ayahnya.

Suatu kali, Nabi Ibrahim berkata kepada anaknya, "Bawakan untukku sebongkah watu terbaik untuk kuletakkan di sudut, sehingga menjadi tanda bagi manusia." Kala itulah Malaikat Jibril menawarkan watu hitam, yang kini disebut dengan Hajar Aswad yang artinya memang watu hitam. Di kawasan itulah, tanda awal dan selesai dari Thawaf dilakukan. Ketika bangunan itu telah tinggi, Nabi Ibrahim AS. tak bisa menjangkau lagi. Maka berdirilah ia di atas sebuah batu, sebagai ancik-ancik alias landasan berdiri, sehingga di kemudian hari dikenal dengan maqom (tempat berdiri) Nabi Ibrahim. Ancik-ancik ini tentu dipindah-pindah, memutari bangunan Ka'bah, hingga selesai.

Sebagai ancik-ancik tentu kala itu terletak agak menempel alias sempurna di samping Ka'bah. Barulah pada masa Umar bin Khattab menjadi khalifah maqam Ibrahim digeser sedikit dari Ka'bah guna memudahkan orang melaksanakan salat. Setelah kerja bakti anak bapak dituntaskan, Nabi Ibrahim lantas berdoa menengadahkan tangan, "Wahai Tuhan, jadikan negeri ini sentosa dan aman, limpahi rizqi kepada penduduknya dengan buah-buahan, jadikan penghuninya sebagai kaum yang beriman kepada Allah dan hari pembalasan." Doa kesayangan Tuhan (baca: Khalilullah) itu dikabulkan, sehingga Ka'bah menjadi sentra arah kiblat, kawasan i'tikaf dan wakaf bagi umat insan hingga selesai masa.
Baca Juga:
Demikianlah uraian wacana Kisah Nabi Ismail AS: Kepatuhan Tanpa Syarat, semoga bermanfaat.

Sumber http://www.ilmusiana.com