Pengertian Sihir
Sihir secara lughowi (bahasa) ialah ungkapan perihal suatu kasus yang disebabkan oleh sesuatu yang samar dan lembut. Sedangkan berdasarkan istilah syariat terbagi menjadi dua makna :
Pertama : Yaitu buhul-buhul dan mantera-mantera, maksudnya ialah bacaan-bacaan dan mantera-mantera yang dijadikan mediator oleh tukang sihir untuk minta dukungan pada syaithon dalam rangka memberi kemudharatan kepada orang yang disihir. Akan tetapi Allah ? telah berfirman:
وَ مَا هُمْ بِضَارِّيْنَ به من أَحَدٍ إَلاَّ بِإِذْنِ اللهِ
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak akan bisa memperlihatkan mudharat dengan sihirnya kepada siapa pun, kecuali dengan idzin Allah”. (QS. Al Baqarah :162)
Kedua : yaitu berupa obat-obatan atau jamu-jamuan yang kuat terhadap orang yang disihir, baik secara fisik, mental, kemauan dan kecondongannya. Sehingga engkau dapati orang yang disihir tersebut berpaling dan berubah (dari kebiasaanya). (Al Qoulul Mufid karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin juz 1, hal. 489).
Hukum Sihir
Sihir dalam bentuk apapun, diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan keharaman ini terbagi menjadi dua macam :
Pertama : Sihir yang termasuk perbuatan syirik, jikalau memakai mediator para syaithon (jin-jin kafir), dimana para tukang sihir tersebut beribadah dan mendekatkan diri kepada para syaithon (jin-jin kafir) supaya bisa menguasai orang yang akan disihir.
Kedua : Sihir yang termasuk perbuatan permusuhan dan kefasikan, jikalau tukang sihir hanya sebatas memakai mediator obat-obatan (jejamuan) dan sejenisnya. (Al Qoulul Mufid juz 1, hal. 489)
Kafirkah Tukang Sihir ?
Para Ulama berbeda pendapat perihal tukang sihir. Di antara mereka ada yang menyampaikan bahwa tukang sihir itu kafir, dan di antara yang beropini demikian ialah Al Imam Malik, Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Ahmad bin Hanbal.
Berkata Al Imam Ahmad rahimahullaah kepada para muridnya: “…..kecuali sihirnya dengan obat-obatan, asap dupa dan menyiram sesuatu yang bisa memperlihatkan mudharat, maka tidaklah kafir. (Fathul Majid hal. 336)
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullaah berkata:
Akan tetapi dengan pembagian yang telah kami sebutkan perihal aturan permasalahan ini menjadi jelaslah barangsiapa yang sihirnya dengan mediator syaithon (jin-jin kafir-red) maka dia telah kafir. Karena kebanyakannya tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya unsur kesyirikan (penyembahan terhadap syaithon tersebut -red). Hal ini didasarkan pada firman Allah ? :
وَ اتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِيْنُ على مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَ مَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَ لَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَ مَا أُنْزِلَ على الْمَلَكَيْنِ بِبَابِيْلَ هرُوْتَ وَ مرُوْتَ, وَ مَا يُعَلِّمَانِ من أَحَدٍ حَتَّى يَقُوْلآ إَنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Dan mereka mengikuti apa-apa yang dibaca oleh para syaithon pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka menyampaikan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), hanya para syaithon itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada insan dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak akan mengajarkan sesuatu kepada siapa pun, sebelum keduanya mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, alasannya itu janganlah engkau kafir”. (QS. Al Baqarah :102)
Sedangkan tukang sihir yang memakai obat-obatan (jamu-jamuan/ramu-ramuan) dan sejenisnya maka dia tidak kafir, akan tetapi dia telah berbuat dosa yang sangat besar.
Apakah Sihir Ada Hakekatnya ?
Ya! Sihir ada hakekatnya dan terjadi dengan sebenarnya, akan tetapi segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali dengan idzin Allah Azza wa Jalla dan ini merupakan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang didasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah.
Berkata Abu Muhammad Al Maqdisi di dalam Al Kaafi sesudah menyebutkan ayat :
وَ من شَرِّ النَّفَاثَاتِ فى الْعُقَدِ
“…dan dari kejelekan hembusan-hembusan para tukang sihir pada buhul-buhul”. (QS. Al Falaq : 4)
“Kalau sihir tidak ada hakekatnya pasti Allah tidak akan memerintahkan semoga memohon proteksi kepada-Nya dari ancaman sihir”. (Fathul Majid hal. 335)
Demikian pula Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallaam sendiri pernah disihir oleh seorang Yahudi yang berjulukan Labid bin Al A’shom. Sebagaimana hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari rahimahullaah :
أَنَّ النَّبِيَّ ? سُحِرَ حَتَّى لَيُخَيَّلَ إلَيْهِ أنَّهُ يَفْعَلُ الشَيْءَ وَ مَا يَفْعَلُهُ وَ أنَّهُ قَالَ لَهَا ذَاتَ يَوْمٍ : أَتَاني مَلَكَانِ وجَلَسَ أَحَدُهما عِنْدَ رَأْسِي وَ الأخَرُ عِنَدَ رِجْلي, فَقَالَ : ما وَجَعُ الرَّجُلِ ؟ قَالَ : مَطْبُوْبٌ وَ مَنْ طَبَِّهُ ؟ قَالَ : لَبِيْد بن الأَعْصَم …
“Sesungguhnya Nabi disihir sehingga dikhayalkan padanya bahwa ia melaksanakan sesuatu padahal ia tidak melakukannya. Dan ia pada suatu hari berkata kepada Aisyah :
“Telah tiba padaku dua malaikat, salah satunya duduk di bersahabat kepalaku dan yang lainnya di bersahabat kakiku. Salah satu malaikat tersebut berkata kepada yang lainnya:
“Apa penyakit pria ini (Rasulullah)?. Yang satunya menjawab terkena sihir”. “Siapa yang menyihirnya ?”. Satunya menjawab “Labid bin Al A’shom …” .
Berkata Ibnul Qoyyim :
“Dan telah mengingkari hal ini (disihirnya Rasulullah -red) sekelompok manusia. Mereka mengatakan:
“Tidak boleh ini menimpa diri Rasul, bahkan mereka menganggap ini sebagai suatu kekurangan dan malu “.
Dan perkaranya tidak ibarat yang mereka duga, akan tetapi sihir tersebut ialah dari jenis kasus (penyakit) yang kuat terhadap diri Rasulullah , hal ini termasuk dari jenis-jenis penyakit yang menimpanya sebagaimana ia juga tertimpa racun, dimana tidak ada perbedaan antara dampak sihir dengan racun”. (Zaadul Ma’ad juz 4, hal. 124)
Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullaah Juga menyebutkan dari Al Qodhi ‘Iyadh, sebetulnya ia berkata:
“Kejadian disihirnya Rasulullah tidak menodai kenabian beliau. Adapun keberadaan atau insiden ia dikhayalkan melaksanakan sesuatu padahal ia tidak melakukannya, hal ini tidaklah mengurangi sifat shiddiq yang ada pada diri ia . dikarenakan adanya dalil bahkan ijma’ atas kemaksuman ia dari hal tersebut, akan tetapi hal ini suatu kasus duniawi yang mungkin bisa menimpanya. Yang ia tidak diutus lantaran alasannya tersebut dan tidak diberi keutamaan, balasannya pula ia dalam hal ini ibarat insan yang lainya, maka tidak tidak mungkin untuk dikhayalkan kepada ia dari perkara-perkara yang tidak ada hakekatnya baginya, lalu hilang dari ia dan kembali ibarat keadaan semula. (Zaadul Ma’ad juz 4, hal. 124)
Ancaman Allah Dan Rasul-Nya Terhadap Tukang Sihir
Di antara ancaman-ancaman Allah di dalam Al Qur’an ialah firman-Nya:
وَ لَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فى الأخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
“…dan sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tidaklah ada laba baginya di akhirat”. (QS. Al Baqarah : 102)
Berkata Ibnu Abbas saat menafsirkan ayat tersebut :
( من خَلاَقٍ yaitu مِنْ نَصِيْبٍ ) “Tidak ada baginya cuilan di akhirat.”
Berkata Al Hasan : ( فَلَيْسَ له دِيْنٌ ) : “ Tidak ada agama baginya.”
Adapun ancaman dari Allah ? ialah sebagaimana di dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim dari sobat Abu Hurairoh, ia ?
bersabda :
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المَُوْبِقَاتِ ؟ قَالُوا يَارَسُوْلَ اللهِ وَ مَا هُنَّ ؟ قَالَ الشِرْكُ بِاللهِ وَ السِّحْرُ وَ قَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَ أَكْلُ الرِّبَا وَ أَكْلُ ماَلِ الْيَتِيْمِ وَ التَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَ قَذْفُ الْمحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
“Jauhilah tujuh kasus yang membinasakan, para sobat bertanya:
“Wahai Rasulullah, apa tujuh kasus tersebut?. Beliau ? menjawab:
“Berbuat syirik kepada Allah ?, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan untuk dibunuh kecuali dengan haq (benar), makan riba, makan harta anak yatim, lari dari pertempuran dan menuduh zina perempuan mukminah yang terhormat serta menjaga kehormatan”.
Apa Hukum Mempelajari Ilmu Sihir Dengan Tujuan Untuk Membentengi Diri ?
Mempelajari ilmu sihir hukumnya haram, baik untuk diamalkan maupun sekedar untuk membentengi diri dari sihir. Karena Allah ? telah menyebutkan di dalam Al Qur’an bahwa berguru ilmu sihir merupakan salah satu bentuk kekufuran.
وَ لَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَ مَا أُنْزِلَ على الْمَلَكَيْنِ بِبَابِيْلَ هرُوْتَ وَ مرُوْتَ, وَ مَا يُعَلِّمَانِ من أَحَدٍ حَتَّى يَقُوْلآ إَنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Mereka (syaithon-syaithon) mengajarkan sihir kepada insan dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum keduanya mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) oleh alasannya itu janganlah kau kafir”. (QS. Al Baqarah : 102)
Dan juga sebagaimana disebutkan pada hadits yang sebelumnya bahwa sihir merupakan cuilan dari tujuh kasus yang membinaskan (المُوْبِقَات).
Bagi yang membolehkan berguru ilmu sihir hanya sekedar untuk memenbentengi diri, mereka berdalil dengan hadits : تَعَلَّمُوا السِّحْرَ وَلاَ تَعْمَلُوا بِهِ
“Belajarlah kalian ilmu sihir dan jangan mengamalkannya”. Perlu diketahui bahwa hadits tersebut ialah hadits palsu. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah jilid 1, hal. 38)
Bagaimana Pergi Ke Tukang Sihir Untuk Mengobati Atau Menghilangkan Sihir ?
Tidak boleh bagi orang yang terkena sihir pergi ke tukang sihir untuk menghilangkan sihir yang menimpa dirinya, berdasarkan pada keumuman sabda Rasulullah ? :
لَيْسَ مِنَّا من تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ له أو تَكَهَّنَ أو تُكُهِّن له أو سَحَرَ أو سُحِرَ له
“Bukan dari golonganku (Rasulullah) orang yang mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya atau minta diundikan untuknya, meramal sesuatu yang ghaib (dukun) atau minta diramalkan untuknya atau melaksanakan sihir atau minta disihirkan untuknya”. (HR. At Thabrani)
Dan didasarkan pula pada sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallaam tatkala ditanya perihal An Nusyroh (menghilangkan sihir dari orang yang terkena sihir dengan sihir yang sama). Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab:
هَي من عَمَلِ الشَّيْطَانِ
”Itu ialah perbuatan syaithon”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al Baihaqi) serta sabda Rasulullah ? :
“Berobatlah kalian dan jangan kalian berobat dengan sesuatu yang haram, lantaran sesungguhnya tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit kecuali Allah telah menurunkan obatnya pula”.
Cara Yang Syar’i Dalam Mengobati Sihir
1. Mengeluarkan sihir tersebut dan membatalkannya, sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih dari Nabi bahwasanya ia berdo’a kepada Allah dalam kasus sihir tersebut. Maka Allah tunjukkan kepada ia (tempat buhul-buhul tersebut), lalu ia mengeluarkannya (mengambil buhul-buhul tersebut) dari suatu sumur. Maka hilanglah apa yang ada pada beliau, seakan-seakan ia lepas dari ikatan.
2. Dengan dirukyah, yaitu dengan dibacakan Al Qur’an dan do’a-do’a (yang bersumber dari Rasulullah ) kepada yang terkena sihir. Misalnya dengan dibacakan surat Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas, dan yang lainnya dari ayat-ayat Al Qur’an lalu ditiupkan kepada yang sakit, maka insya Allah akan sembuh. (Zaadul Ma’ad juz 4, hal. 124-127).
Sumber http://falah-kharisma.blogspot.com