Sunday, July 23, 2017

√ Cerita Aminah Binti Wahab Ibu Rasulullah Muhammad Saw

Aminah binti Wahab Ibu Rasulullah muhammad saw

Aminah binti Wahab atau biasa dikenal siti aminah yakni seorang ibu yang melahirkan nabi Muhammad, Nabinya umat Islam. Aminah menikah dengan Abdullah. Tidak terdapat keterangan mengenai lahirnya beliau, dan berdasarkan sejarah ia meninggal pada tahun 577 ketika dalam perjalanan menuju Yatsrib untuk mengajak Nabi Muhammad mengunjungi pamannya dan melihat kuburan ayahnya.
Aminah binti Wahab Ibu Rasulullah muhammad saw √ Kisah Aminah binti Wahab Ibu Rasulullah muhammad saw
ilustrasi ibu


sejarah kelahiran Aminah

Aminah binti Wahab Ibu Rasulullah muhammad saw √ Kisah Aminah binti Wahab Ibu Rasulullah muhammad saw
silsilah nabi muhammad


 
menurut sejarah Aminah dilahirkan di kota Mekkah. Ayah Aminah yakni pemimpin Bani Zuhrah, yang berjulukan Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Sedangkan ibu Aminah yakni Barrah binti Abdul Uzza bin Utsman bin Abduddar bin Qushay. Tak banyak sejarawan yang mengupas masa hidupnya, namun nama ini senantiasa semerbak bersama hembusan angin keindahan. Perjalanannya yang indah nan suci telah mengukir perubahan besar perputaran zaman.
Mungkin sulit untuk diketahui kapan dan bagaimana kelahiran serta kehidupan Sayyidah Aminah hingga menjelang masa perkawinannya dengan Sayyid Abdullah, karena para sejarawan tidak banyak menceritakan dilema ini. Namun yang terang Wanita Arab pada waktu itu terbagi menjadi dua kelompok yaitu :

Kelompok pertama, yakni perempuan yang dikenal oleh kaum laki-laki dan mereka pun mengenal kaum pria. Wanita semacam ini biasanya mempunyai keahlian dalam beberapa pekerjaan dan mereka pulalah yang memberi semangat kaum lelaki di ketika terjadi peperangan. Para cowok yang menikah dengan perempuan semacam ini biasanya disebabkan melihat dan mendengar secara langsung.

Kelompok kedua, yakni para perempuan yang tidak dikenal oleh kaum laki-laki dan mereka pun tidak mengenalnya selain kaum lelaki dari keluarga dekatnya sendiri. Para Pemuda Arab yang meminang perempuan semacam ini disebabkan kemuliaan dan iffahnya (kesucian). Wanita semacam ini senantiasa mendapatkan kebanggaan dan sanjungan di setiap masa.
Perumpamaan perempuan semacam ini di mata insan tak bisa disamakan, kecuali dengan mutiara yang tersimpan sehingga tidak sembarangan orang sanggup mengotorinya. Tak seorang pun bisa mengusik kemuliaan dan iffahnya, dari perempuan semacam inilah bunga mawar Bani Zuhrah, Aminah binti Wahab.


sedangkan Menurut evaluasi Dr. Bint Syaati perihal Aminah ibunda Nabi Muhammad SAW yaitu:

“Masa kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia (Aminah) mempunyai kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat aristokrasi (bangsawan) yang sangat membanggakan kemuliaan nenek moyang dan keturunannya.”

Aminah binti Wahab merupakan bunga yang indah di kalangan Quraisy serta menjadi puteri dari pemimpin bani Zuhrah. Pergaulannya senantiasa dalam penjagaan dan tertutup dari pandangan mata. Terlindung dari pergaulan bebas sehingga sukar untuk sanggup mengetahui terang penampilannya atau citra fisikalnya. Para sejarawan hampir tidak mengetahui kehidupannya kecuali sebagai gadis Quraisy yang paling mulia nasab dan kedudukannya di kalangan Quraisy.

Meski tersembunyi, baunya yang harum semerbak keluar dari rumah Bani Zuhrah dan menyebar ke segala penjuru Mekkah. Bau harumnya membangkitkan impian mulia dalam jiwa para pemudanya yang menjauhi wanita-wanita lain yang terpandang dan dibicarakan orang.


Pemimpin para kaum ibu

Aminah binti Wahab Ibunda Rasululllah SAW adalah yakni pemimpin para ibu, hal ini karena ia ibu Nabi Muhammad SAW yang dipilih Allah SWT sebagai Rasul pembawa risalah untuk umat insan hingga selesai zaman. Baginda Muhammad lah penyeru kebenaran dan keadilan serta kebaikan berupa agama Islam.
berikut sumber keterangannya
“Dan barangsiapa menentukan agama selain Islam, maka tiadalah diterima (agama itu) darinya. Dan di alam abadi termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Aminah Seorang perempuan berhati mulia, pemimpin para ibu. Seorang ibu yang telah menganugerahkan anak tunggal yang mulia pembawa risalah yang lurus dan kekal, rasul yang bijak, pembawa hidayah. Cukuplah baginya kemuliaan dan kebanggaan yang tidak sanggup dimungkiri, bahwa Allah Azza Wa Jalla memilihnya sebagai ibu seorang Rasul mulia dan Nabi yang terakhir.

Berkatalah Baginda Nabi Muhammad SAW perihal nasabnya:

“Allah telah menentukan saya dari Kinanah, dan menentukan Kinanah dari suku Quraisy bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.”

Dengarlah sabdanya lagi:

“Allah memindahkan saya dari sulbi-sulbi yang baik ke rahim-rahim yang suci secara terpilih dan terdidik. Tiadalah bercabang dua, melainkan saya di bahagian yang terbaik.”
Bunda Aminah bukan cuma ibu seorang Rasul atau Nabi, tetapi juga perempuan pengukir sejarah. Karena risalah yang dibawa putera tunggalnya sempurna, benar dan kekal sepanjang zaman. Suatu risalah yang bermaslahat bagi umat manusia.

Berkatalah Ibnu Ishaq perihal Bunda Aminah binti Wahab ini:

“Pada waktu itu ia merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.”



cahaya Aminah 

Allah menentukan Aminah “Si Bunga Quraisy” sebagai isteri Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib di antara gadis lain yang bagus dan suci. Ramai gadis yang meminang Abdullah sebagai suaminya menyerupai Ruqaiyah binti Naufal, Fathimah binti Murr, Laila Al-Adawiyah, dan masih ramai perempuan lain yang telah meminang Abdullah.

Ibnu Ishaq menuturkan perihal Abdul Muthalib yang membimbing tangan Abdullah anaknya setelah menebusnya dari penyembelihan. Lalu membawanya kepada Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah --yang waktu itu sebagai pemimpin Bani Zuhrah-- untuk dinikahkan dengan Aminah.

Sayyid Abdullah yakni cowok paling ganteng di Mekkah. Paling memukau dan paling populer di Mekkah. Tak heran, bila ketika ia meminang Aminah, ramai perempuan Mekkah yang patah hati.

Cahaya yang semula memancar di dahi Abdullah kini berpindah ke Aminah, padahal cahaya itulah yang menciptakan wanita-wanita Quraisy rela menyampaikan diri sebagai calon isteri Abdullah. Setelah berhasil menikahi Aminah, Abdullah pernah bertanya kepada Ruqaiyah mengapa tidak menyampaikan diri lagi sebagai suaminya.
Apa jawab Ruqayah:

“Cahaya yang ada padamu dulu telah meninggalkanmu, dan kini saya tidak memerlukanmu lagi.”

Fathimah binti Murr yang ditanyai juga berkata:

“Hai Abdullah, saya bukan seorang perempuan jahat, tetapi kulihat saya melihat cahaya di wajahmu, karena itu saya ingin memilikimu. Namun Allah tak mengizinkan kecuali memberikannya kepada orang yang dikehendaki-Nya.”

Jawaban serupa juga disampaikan oleh Laila Al-Adawiyah:

“Dulu saya melihat cahaya bersinar di antara kedua matamu karena itu saya mengharapkanmu. Namun engkau menolak. Kini engkau telah mengawini Aminah, dan cahaya itu telah lenyap darimu.”

Memang “cahaya” itu telah berpindah dari Abdullah kepada Aminah. Cahaya ini setelah berpindah-pindah dari sulbi-sulbi dan rahim-rahim kemudian menetap pada Aminah yang melahirkan Nabi Muhammad SAW. Bagi Nabi Muhammad SAW merupakan hasil dari doa Nabi Ibrahim bapaknya. Kelahirannya sebagai kabar gembira dari Nabi Isa saudaranya, dan merupakan hasil mimpi dari Aminah ibunya. Aminah pernah bermimpi seolah-olah sebuah cahaya keluar darinya menyinari istana-istana Syam.

Dari bunyi ghaib ia mendengar:

“Engkau sedang mengandung pemimpin umat.”

Masyarakat di Mekkah selalu membicarakan, kedatangan Nabi yang ditunggu-tunggu sudah semakin dekat. Para pendeta Yahudi dan Nasrani, serta peramal-peramal Arab, selalu membicarakannya. Dan Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim (as) menyerupai disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 129.

“Ya Tuhan kami. Utuslah bagi mereka seorang Rasul dari kalangan mereka.”

Dan terwujudlah kabar gembira dari Nabi Isa (as), menyerupai tersebut dalam Surah Ash-Shaff ayat 6:

“Dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan tiba sesudahku, namanya Ahmad (Muhammad).”

Benar pulalah perihal ramalan mimpi Aminah perihal cahaya yang keluar dari dirinya serta menerangi istana-istana Syam itu.

PERKAWINAN SAYYIDAH Aminah


Para sejarawan dan andal hadits telah meninggalkan kisah berharga perihal alasannya musabab perkawinan Sayyidah Aminah dan Sayyid Abdullah. Ini telah menandakan bahwa keluarga Abdul Muthalib tidak akan mengawinkan anaknya kecuali berdasarkan kemuliaan.

Ibnu Saad, Thabrani, dan Abu Naim meriwayatkan bahwa Abdul Muthalib bercerita:

"Suatu ketika kami hingga di negara Yaman ketika perjalanan isu terkini dingin, kami bertemu dengan seorang penganut kitab Zabur (Pendeta Yahudi) dia bertanya: "Kamu dari kabilah mana? Aku menjawab: "Dari Quraisy". Dari Quraisy mana? Kujawab: Bani Hasyim! Kemudian Pendeta itu berkata: Bolehkah saya melihat salah satu anggota tubuhmu? Boleh saja asal bukan aurat?. Kemudian Pendeta itu melihat kedua tanganku dan berkata: "Aku bersaksi bahwa di salah satu tanganmu terdapat Malaikat dan tangan yang satunya terdapat Kenabian, dan saya melihat hal ini pada Bani Zuhrah, bagaimana semua ini bisa terjadi? Aku menjawab: Tidak tahu?. Kemudian dia bertanya lagi: Apakah kau mempunyai syaah? Apakah syaah itu? Tanyaku. “Istri!” Jawabnya. Kalau kini saya tidak beristri?” Ujar Abdul Muthalib. Kemudian Pendeta itu berkata: "Kalau engkau pulang kawinlah dengan salah satu perempuan dari mereka?” Setelah pulang ke Mekkah Abdul Muthalib kawin dengan Hallah binti Uhaib bin Abdul Manaf. Dan mengawinkan anaknya Abdullah dengan Aminah binti Wahab. Setelah itu orang-orang Quraisy berkata: "Abdullah lebih beruntung dari Ayahnya?”

Baihaqi dan Abu Nuaim meriwayatkan dari Ibn Syihab, bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib yakni lelaki yang tampan. Suatu ketika dia keluar ke kawasan wanita-wanita Quraisy, salah satu dari mereka berkata:

"Apakah di antara kalian ada yang mau kawin dengan cowok ini? sehingga nanti kejatuhan cahaya, karena saya melihat cahaya di antara kedua belah matanya?

Zubair bin Bakar meriwayatkan, bahwa seorang paranormal perempuan yang berjulukan Saudah binti Zuhrah bin Kilab berkata pada orang-orang Bani Zuhrah:

"Sesungguhnya di antara kalian terdapat seorang gadis yang akan melahirkan seorang Nabi, maka perlihatkanlah gadis-gadis kalian kepadaku". Kemudian para gadis Bani Zuhrah diperlihatkan satu per satu, hingga pada giliran Aminah. Di ketika dia melihat Aminah, dia berkata: "Inilah perempuan yang akan melahirkan seorang Nabi.”

Demikianlah keadaan gadis Bani Zuhrah ini, dia hanya berada di dalam rumahnya, bergaul dengan keluarga dekatnya. Karena dia hanya mencicipi ketentraman dan kedamaian dengan rasa malu dan sifat iffah yang dimilikinya.

Akhirnya timbul dalam ingatan Abdul Muthalib kejadian-kejadian yang dialami ketika pergi ke Yaman perihal Bani Zuhrah. Maka timbullah niat mulianya. Maka dia bersama anaknya Abdullah bergegas menuju rumah keluarga Bani Zuhrah untuk menjalin kekeluargaan. Bagi keluarga Bani Zuhrah tidak ada alasan untuk menolak keinginan Abdul Muthalib, bahkan hal ini merupakan kehormatan baginya. Bani Zuhrah pun mendapatkan lamaran Abdul Muthalib untuk menikahkan anaknya Abdullah dengan Aminah binti Wahab dan dia sendiri pun kawin dengan saudara sepupu Aminah yaitu Hajjaj binti Uhaib.

RUMAH BARU Aminah


Maka sanggup dibayangkan betapa bahagianya penduduk Quraisy menyaksikan perkawinan indah dari dua keluarga mulia itu. Terutama kedua mempelai, terpancar dari keduanya wajah yang berseri-seri. Harapan masa depan cerah menyinari perasaan keduanya. Setelah dilangsungkan pesta pernikahan, Abdullah tinggal di rumah Aminah selama tiga hari sebagaimana kebiasaan orang Arab waktu itu. Kemudian dia pulang ke rumahnya untuk menyambut kedatangan sekuntum mawar dari Bani Zuhrah yang akan dibawa oleh keluarganya untuk menempati rumah barunya.

Rumah gres itu yakni rumah kecil dan sederhana yang disiapkan oleh Abdul Muthalib untuk anak kesayangannya. Para sejarawan menyebutkan bahwa rumah itu mempunyai satu kamar dan serambi yang panjangnya sekitar 12 m serta lebar 6 m yang di dinding sebelah kanan terdapat kayu yang disediakan sebagai kawasan duduk mempelai.

Aminah melangkah menatap rumahnya dengan tatapan perpisahan namun hatinya senang diliputi impian kehidupan baru. Kemudian dia berangkat bersama orang-orang yang mengantarnya, dengan mengenakan gaun pengantin Aminah dan rombongan disambut oleh keluarga Abdullah. Pengantar lelaki masuk dan berkumpul di serambi sedangkan pengantar perempuan memasuki ruangan pengantin. Pesta meriah dan sederhana pun dilaksanakan. Setelah walimah ala kadarnya para pengantar dan penyambut membubarkan diri, maka tinggallah dua mempelai yang dipenuhi rasa tenang dan senang dengan dipenuhi seribu impian di masa depan.

KEHAMILAN Aminah


Tidak lama dari masa perkawinannya yang indah, Aminah mendapatkan informasi gembira kehamilan dirinya yang berbeda dengan perempuan pada umumnya. Dia dapatkan informasi itu melalui mimpi-mimpi yang menakjubkan, bahwa dia telah mengandung makhluk yang paling mulia. Mimpinya itu, seolah-olah ia melihat sinar yang terang-benderang mengelilingi dirinya. Ia juga seolah-olah melihat istana-istana di Bashrah dan Syam. Seolah-olah dia juga mendengar bunyi yang ditujukan kepadanya: “Engkau telah hamil dan akan melahirkan seorang insan termulia di kalangan umat ini!”

Dalam satu riwayat yang diriwayatkan oleh Ibn Saad dan Baihaqi dari Ibn Ishak, dia berkata:
“Aku mendengar bahwa di ketika Aminah hamil, ia berkata: Aku tidak merasa bahwa saya hamil dan saya tidak merasa berat sebagaimana dirasakan oleh perempuan hamil lainnya, hanya saja saya tidak merasa haid dan ada seseorang yang tiba kepadaku. Apakah engkau merasa hamil? Aku menjawab: Tidak tahu. Kemudian orang itu berkata: Sesungguhnya engkau telah mengandung seorang pemuka dan Nabi dari umat ini, dan hal itu pada hari Senin, dan tandanya Dia akan keluar bersama cahaya yang memenuhi istana Basrah di negeri Syam, apabila sudah lahir berilah nama Muhammad? Aminah berkata: “Itulah yang membuatku yakin kalau saya telah hamil. Kemudian saya tidak menghiraukannya lagi hingga di ketika masa melahirkan dekat, dia tiba lagi dan menyampaikan kata-kata yang pernah saya utarakan? Aku memohon sumbangan untuknya kepada Dzat yang Maha Esa dari kejelekan orang yang dengki?”
“Kemudian saya menceritakan semua itu kepada para perempuan keluargaku, mereka berkata: Gantunglah besi di lengan dan lehermu? Kemudian saya mengerjakan perintah mereka, tidak lama besi itu putus dan setelah itu saya tidak memakainya lagi.”

Perpisahan Aminah dengan Abdullah

Belum lama sepasang suami istri itu melalui hari-hari bahagianya dengan segala duka-cita, rasa cinta semakin menyatu, kini keduanya harus rela untuk berpisah. Pasalnya, Abdul Muthalib telah menyiapkan sebuah kafilah yang harus dipimpin oleh anaknya yang gres kemarin mencicipi manisnya kebahagiaan bersama istri untuk berniaga ke negeri Syam.

Tak ada alasan bagi cowok menyerupai Abdullah untuk menolak perintah sang ayah yang sangat menyayanginya, meski hatinya tidak rela meninggalkan Aminah yang sedang hamil muda, terlebih lagi masa-masa itu yakni masa bulan madu bagi keduanya. Kegembiraan yang gres saja meluap dengan kehamilan istrinya, kini serta merta menjadi kesedihan yang cukup dalam karena ia harus segera bergabung dengan kafilah Quraisy untuk melaksanakan perdagangan ke Gaza dan Syam. Entah kenapa kali ini ia merasa amat berat meninggalkan rumah. Biasanya ia berangkat berdagang dengan semangat yang tinggi. Kali ini tampaknya ia telah mempunyai firasat, pergi bukan untuk kembali. Namun pergi untuk selama-lamanya dari pangkuan istrinya yang tercinta. Namun kegalauan hatinya tidak disampaikannya kepada Aminah. Ia takut kegalaluan hatinya akan merisaukan hati Aminah, sehingga akan mengganggu janin dalam kandungannya.

Detik-detik perpisahan pun tiba. Beberapa penduduk Quraisy telah berkemas-kemas untuk berangkat. Masing-masing dari mereka sibuk mengurusi barang dagangan yang akan dibawa. Bani Hasyim juga tak ketinggalan mempersiapkan segala keperluannya, namun di balik itu dua insan yang telah bersatu dalam kedamaian harus berpisah setelah mereguk madu kebahagiaan.

Semerbak wangi parfum pengantin masih tercium di rumahnya, jari-jemari tangan Aminah pun masih terlihat kemerah-merahan karena tabrakan pacar masih ada di tangannya. Tak ada yang tahu apa yang dilakukan dan dibicarakan keduanya, dalam detik-detik itu, tapi yang terang keduanya harus rela mencicipi pedihnya perpisahan setelah keindahan menyentuh sanubari mereka.

Akhirnya Abdullah tetap pergi meski dengan hati yang tertambat di rumah. Hatinya begitu sedih, hingga tak terasa air matanya keluar membasahi pipi. Air mata perpisahan.

Sungguh ... Allah saja yang mengetahui, apakah suami istri itu akan berjumpa lagi atau tidak. Hanya saja mereka berdua mencicipi bahwa ketika itu hati keduanya sama-sama tidak menentu. Abdullah dengan langkah gontai tapi niscaya keluar dari rumah sederhananya yang diikuti Aminah. Di depan rumahnya Abdullah meninggalkan Aminah yang melepasnya dengan penuh harap, beberapa kalimat diucapkan untuk menenangkan hati di antara keduanya. Padahal di balik itu keduanya tidak menyadari kalau itu yakni pertemuan terakhir.

Setelah Abdullah keluar dan bergabung dengan rombongannya tinggallah Aminah bersama dua orang perempuan Bani Hasyim dan Bani Zuhrah yang rela menemaninya selama Abdullah belum pulang. Keduanya memandang Aminah dengan pandangan iba, karena harus mencicipi kesendirian, padahal keduanya tidak tahu masa depan Aminah.

KEPERGIAN ABDULLAH


Ibnu Saad menceritakan:

Abdullah bersama rombongan orang-orang Quraisy berangkat ke Syam untuk berniaga. Setelah selesai berniaga mereka pulang melewati kota Madinah dan waktu itu Abdullah sakit, kemudian Abdullah meminta biar meninggalkannya bersama kerabatnya dari Bani Najjar selama satu bulan. Setelah rombongan hingga di Mekkah Abdul Muthalib menanyakan keadaan Abdullah pada mereka.

Mereka menjawab:

Kami meninggalkannya bersama kerabat-kerabat Bani Najjar di Madinah karena dia sakit.
Setelah itu Abdul Muthalib mengutus anak tertuanya Al-Harits untuk menjemputnya, setelah hingga di sana Abdullah sudah dikubur. Mengetahui semua itu Abdul Muthalib dan seluruh keluarganya mengalami kesedihan yang luar biasa. Bukan hanya kesedihan karena kehilangan Abdullah yang mereka sayangi, namun lebih dari itu Abdullah telah meninggalkan kesedihan dalam jiwa seorang perempuan Bani Zuhrah yang ketika itu sedang hamil tua.

Tidak sanggup dibayangkan! Aminah, sebagai seorang istri yang gres mencicipi kasih sayang seorang suami dan menunggu kelahiran buah hati pertamanya. Aminah sangat sedih dan merana dengan perpisahan yang tidak bisa dibutuhkan lagi pertemuannya. Penantian dan kerinduan yang selama ini ia pendam ternyata tidak tertumpahkan. Belum lama ia mengecap kebahagiaan bersama suami yang dicintainya, kini ia telah ditinggalkan untuk selama-lamanya. Tidak sanggup diungkapkan bagaimana kesedihan Aminah, menyerupai sejarah pun tidak sanggup mencatat kepiluannya kecuali dengan apa yang diungkapkan Aminah berupa bait-bait kesedihan.

Mimpi aminah ketika hamil


Imam Ibnu Katsir meriwayatkan dalam kitabnya, Qishashul Anbiyya, bahwa ketika Aminah mengandung Rasulullah SAW, sama sekali ia tidak merasa kesulitan maupun kepayahan sebagaimana perempuan umumnya yang mengandung. Ia juga menyatakan bahwa selama mengandung Rasulullah SAW, dalam mimpinya ia senantiasa didatangi para Nabi-nabi terdahulu, dari semenjak bulan pertama, yaitu bulan Rajab hingga kelahirannya di bulan Rabi’ul Awwal.

Bulan ke-1 didatangi oleh Nabi Adam (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan menjadi pemimpin agama yang besar.
Bulan ke-2 didatangi Nabi Idris (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan menerima derajat paling tinggi di sisi Allah.
Bulan ke-3 didatangi Nabi Nuh (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan memperoleh kemenangan dunia dan akhirat.
Bulan ke-4 didatangi Nabi Ibrahim (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan memperoleh pangkat dan derajat yang besar di sisi Allah.
Bulan ke-5 didatangi Nabi Ismail (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan mempunyai kehebatan dan mu’jizat yang besar.
Bulan ke-6 didatangi Nabi Musa (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan memperoleh derajat yang besar di sisi Allah.
Bulan ke-7 didatangi Nabi Daud (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan mempunyai Syafaat dan Telaga Kautsar.
Bulan ke-8 didatangi Nabi Sulaiman (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan menjadi epilog para Nabi dan Rasul.
Bulan ke-9 didatangi Nabi Isa (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan membawa Al-Qur’an yang diridhai.

Semua Nabi-nabi yang hadir di mimpi Aminah itu sama-sama berpesan kepadanya bahwa bila telah lahir, namai anak itu dengan nama Muhammad yang artinya Terpuji, karena anak itu akan menjadi makhluk yang paling terpuji di dunia dan akhirat. Firasat mengenai penamaan Muhammad itu pun terbersit di hati mertuanya, Abdul Muthalib, sehingga ketika Rasulullah SAW lahir, Abdul Muthalib memberinya nama Muhammad. Ketika masyarakat Mekkah bertanya mengapa ia dinamai Muhammad, bukan nama para leluhur-leluhurnya, maka Abdul Muthalib menjawab: “Aku berharap ia akan menjadi orang yang terpuji di dunia dan akhirat.”

MALAM YANG SANGAT DINANTIKAN ALAM


Hingga pada detik detik kelahiran Sucinya, Sayyidah Aminah tidak pernah merasa letih atau pun kepayahan. Malam yang menggembirakan bagi semesta telah tiba, inilah malam lahirnya sang Nabi Suci Paripurna yang kedatangannya ditunggu seluruh mahluk.

Dalam kesendirian mendekati ketika kelahiran, Allah SWT mengutus 4 orang perempuan Agung yang membantu persalinan Nabi Suci SAW. Mereka Adalah Siti Hawa, Sarah istri Nabi Ibrahim, Asiyah binti Muzahim, dan Ibunda Nabi Isa (as), Maryam. Kelak ke-4 perempuan agung ini yang akan pula menemani Sayyidah Khadijah Al-Kubr At-Thahirah dalam prosesi kelahiran Az-Zahra A-Mardhiyah Ummu Aimmah (as).

Siti Hawa berkata kepada Sayyidah Aminah:

“... Sungguh beruntung engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini perempuan yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan menyerupai engkau. Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung junjungan alam semesta Al-Musthafa SAW. Kenalilah olehmu bergotong-royong saya ini Hawa, ibunda seluruh umat manusia, Aku diperintahkan Allah SWT untuk menemanimu..”

Selang tak lama kemudian hadirlah Siti Sarah istri Nabi Ibrahim (as). Beliau berkata:

“... Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini perempuan yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan menyerupai engkau. Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung SAW, seorang Nabi Agung yang dianugerahi kesucian yang tepat pada diri dan kepribadiannya. Nabi Agung yang ilmunya sebagai sumber ilmunya para Nabi dan para kekasih-Nya. Nabi Agung yang cahayanya mencakup seluruh alam. Dan ketahuilah olehmu wahai Aminah, bergotong-royong saya yakni Sarah istri Nabiyullah Ibrahim (as), saya diperintahkan Allah SWT untuk menemanimu.”

Wanita ketiga pun hadir dalam harum semerbak seraya berkata:

“... Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini perempuan yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan menyerupai engkau. Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung SAW, kekasih Allah yang paling agung dan insan tepat yang paling utama mendapati kebanggaan dari Allah SWT dan dari seluruh mahluk-Nya. Perlu engkau ketahui bergotong-royong saya yakni Asiyah binti Muzahim yang diperintahkan Allah SWTuntuk menemanimu..”

Dan Wanita keempat pun hadir dengan tampilan kecantikan luar biasa serta berwibawa. Dia yakni Siti Maryam, ibunda Nabi Isa (as), ia berkata kepada Sayyidah Aminah:

“... Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini perempuan yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan menyerupai engkau. Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung SAW yang dianugerahi Allah SWT mu’jizat yang sangat agung dan sangat luar biasa. Beliaulah junjungan seluruh penghuni langit dan bumi, hanya untuk ia semata segala bentuk shalawat Allah SWT dan salam sejahtera-Nya yang sempurna. Ketahuilah olehmu wahai Aminah, bergotong-royong saya yakni Maryam ibunda Isa (as). Kami semua ditugaskan Allah SWT untuk menemanimu demi menyambut kehadiran Nabi Suci Al-Musthafa SAW.”

Allah SWT berfirman kepada Malaikat Jibril Al-Amin:

”Wahai Jibril… Serukanlah kepada seluruh arwah suci para Nabi, Rasul dan para Wali biar berbaris rapi menyambut kehadiran kekasih-Ku Al-Musthafa SAW. Wahai Jibril, Bentangkanlah hamparan kemuliaan dan keagungan derajat Al-Qurab dan Al-Wishal kepada kekasih-Ku yang mempunyai maqam luhur di sisi-Ku. Wahai Jibril, perintahkanlah kepada Malik biar menutup semua pintu neraka. Wahai Jibril, perintahkanlah kepada Ridwan biar membuka seluruh pintu surga.. Wahai Jibril pakailah olehmu Haullah Ar-Ridwan (Pakaian agung yang mencakup keagungan Allah SWT) demi menyambut kekasih-Ku Muhammad SAW. Hai Jibril, turunlah ke bumi dengan membawa seluruh pasukan malaikat Muqarrabin, Karubbiyyin, Para Malaikat yang selalu mengelilingi Arsy-Ku demi menyambut kedatangan kekasih-Ku SAW. Wahai Jibril, kumandangkanlah permintaan ke penjuru langit hingga lapis ketujuh dan ke segenap penjuru bumi hingga lapisan paling dalam, beritakanlah kepada seluruh makhluk-Ku bahwa bergotong-royong kini yakni saatnya kedatangan Nabi Akhir Zaman, Muhammad Al-Musthafa SAW.”

Perintah Allah SWT ini segera di laksanakan Malaikat Mulia Al-Amin hingga di semesta terliputi pedaran cahaya Agung kemilauan dari sayap-sayap mereka. Persaksian tidak kalah hebat dialami Ummu Agung Sayyidah Aminah binti Wahab yang dengan izin Allah SWT ia diperkenankan melihat seluruh penjuru bumi, dari mulai Syria hingga Palestina.

Seorang Ulama dalam kitab Maulid Ad-Diba’i, Syeikh Abdurahman Ad-Diba’i hal. 192-193 meredaksikan:

“Sesungguhnya ketika malam kelahiran Nabi Suci Muhammad SAW, Arsy seketika bergetar hebat nan luar biasa meluapkan kebahagiaan dan kegembiraannya, Kursi Allah bertambah kewibawaan dan keagungannya dan seluruh langit dipenuhi cahaya bersinar terang dan para malaikat seluruhnya bergemuruh mengucapkan kebanggaan kepada Allah SWT.”

PARA MALAIKAT BERTAHLIL


Hari-hari Aminah lalui dengan kesedihan dan kesendirian. Hanyalah Munajat kepada sang Pencipta yang dia ucapkan dari bibir dan hatinya. Begitulah Aminah mengisi hari-hari menunggu kelahiran anaknya, tanpa kasih sayang seorang ayah. Entah berapa tetes Air mata yang mengalir di wajah suci Aminah ketika dia mengingat calon bayinya tersebut.

Takdir Allah memang tidak bisa ditolak, ketentuannya tak bisa digugat, Maha Besar Allah dengan kehendak dan kekuasaannya yang menghendaki Manusia mulia dan suci keluar dari rahim Aminah. Detik-detik kelahiran anak Aminah ini sangat istimewa. Betapa tidak!! Di malam itu Aminah didatangi wanita-wanita suci penghuni nirwana menyerupai Maryam dan Asyiah, dengan didampingi ribuan bidadari yang mengabarkan kepadanya, bahwa sebentar lagi akan keluar dari rahim sucinya seorang bayi mungil yang lucu nan suci, pemuka dari para Nabi dan kekasih Tuhan alam semesta.

Para Malaikat bertahlil dan bertasbih menyaksikan cahaya indah yang akan lahir di malam itu, maka lahirlah Rasulullah SAW dari rahim Aminah. Tak perlu diungkapkan bagaimana proses keagungan kelahiran Rasulullah secara mendetail.

Sebab para sejarawan telah menulis dengan panjang lebar kejadian ini. Yang terang Aminah sangat merasa senang dengan kelahiran anaknya ini, kepiluan, kesedihan, kesendirian dan kesepian kini telah sirna, yang ada hanyalah kebahagian dan kedamaian yang mengisi hari-hari Aminah setelah kelahiran anaknya.

Kelahiran Rasulullah SAW kolam setetes embun pagi yang menetes di sanubari Aminah. Bahkan bukan bagi Aminah saja namun bagi penghuni alam semesta. Betapa banyak makhluk Allah yang berharap merawat dan menatap wajahnya, para Malaikat dan bahkan hewan-hewanpun berebut untuk merawatnya. Namun takdir Allah menentukan hanyalah Aminah yang menerima kemuliaan tersebut.

 Keanehan ketika Aminah binti Wahab melahirkan


Berbagai ketaknormalan terjadi mengiringi kelahiran Rasulullah SAW. Di antara ketaknormalan yang bersifat ghaib adalah: Tertutupnya pintu langit untuk para jin dan iblis. Sebelum Aminah melahirkan, jin dan iblis bebas naik turun ke langit, untuk mencuri pembicaraan malaikat. Namun semenjak lahirnya insan paling tepat di dunia ini, pintu langit tertutup untuk syaitan yang terkutuk.

Ada juga sebagian riwayat yang mengemukakan bahwa Aminah melahirkan bayinya sudah dalam keadaan dikhitan. Sedangkan Aminah sama sekali tidak mendapatkan nifas, setelah melahirkan. Keanehan lain juga sempat disaksikan oleh Aminah sendiri.

Kata Aminah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad:

“Setelah bayiku keluar, saya melihat cahaya yang keluar dari kemaluannya, menyinari istana-istana di Syam!” Ahmad juga meriwayatkan dari Al-Irbadh bin Sariyah yang isinya serupa dengan perkataan tersebut.

Beberapa bukti kerasulan, bertepatan dengan kelahiran beliau, yaitu runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra dan padamnya api yang biasa disembah oleh orang-orang Majusi serta runtuhnya beberapa gereja di sekitar istana Buhairah. Setelah itu, gereja-gereja tersebut amblas ke tanah. Demikian diriwayatkan dari Al-Baihaqi.

Setelah melahirkannya, dia menyuruh orang untuk memberitahukan kepada mertuanya perihal kelahiran cucunya. Maka Abdul Muthalib dengan perasaan sukacita kemudian menggendong cucunya yang gres lahir dan membawanya ke Ka’bah seraya bersyukur dan berdoa kepada-Nya. Ia memilihkan nama Muhammad bagi cucunya. Nama yang sama sekali belum dikenal di kalangan Arab.

Wafatnya Aminah binti Wahab


Menurut akhlak Arab, setiap tahun Aminah pergi menziarahi ke pusara suaminya bersahabat kota Madinah itu. Setelah Rasulullah SAW dikembalikan oleh Halimah, tidak berapa lama kemudian, pergilah Aminah berziarah ke pusara suaminya itu bersama dengan anaknya (Muhammad SAW) yang masih dalam pangkuan, juga dengan budak pusaka ayahnya, seorang perempuan berjulukan Ummu Aiman.

Tetapi di dalam perjalanan pulang, Aminah ditimpa demam, kemudian dia menemui ajalnya. Dia meninggal dan jenazahnya dikuburkan di Al-Abwa', suatu dusun di antara kota Madinah dengan Mekkah. Muhammad kecil kemudian dibawa dalam gendongan Ummu Aiman balik ke Mekkah.

Kemudian Muhammad kecil diserahkan kepada kakeknya, Abdul Muthalib, yang merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Berkata Ibnu Ishak:

"Maka yakni Rasulullah SAW itu hidup di dalam asuhan kakeknya Abdul Muthalib bin Hasyim. Kakeknya itu mempunyai suatu hamparan kawasan duduk di bawah lindungan Ka'bah. Anak-anaknya semuanya duduk di sekeliling hamparan itu. Kalau dia belum datang, tidak ada seorang pun anak- anaknya yang berani duduk dekat, karena amat hormat kepada orang bau tanah itu. Maka datanglah Rasulullah SAW, ketika itu dia masih kanak-kanak, dia duduk saja di atas hamparan itu. Maka tiba pulalah belum dewasa kakeknya itu hendak mengambil tangannya menyuruhnya mundur. Demi terlihat oleh Abdul Muthalib, dia pun berkata: "Biarkan saja cucuku ini berbuat sekehendaknya. Demi Allah bergotong-royong dia kelak akan mempunyai kedudukan penting.' Lalu anak itu didudukkannya di dekatnya, dibarut-barutnya punggungnya dengan tangannya, disenangkannya hati anak itu dan dibiarkannya apa yang diperbuatnya."

Saat menjelang wafatnya, Aminah berkata:

“Setiap yang hidup niscaya mati, dan setiap yang gres niscaya usang. Setiap orang yang bau tanah akan binasa. Aku pun akan wafat tapi sebutanku akan kekal. Aku telah meninggalkan kebaikan dan melahirkan seorang bayi yang suci.”

Diriwayatkan oleh Aisyah (ra) dengan katanya:

“Rasulullah SAW memimpin kami dalam melaksanakan haji wada’. Kemudian baginda mendekat kubur ibunya sambil menangis sedih. Maka saya pun ikut menangis karena tangisnya.”

Betapa harumnya nama Sayyidah Aminah, dan betapa kekal namanya nan abadi. Seorang ibu yang luhur dan agung, sebagai ibu Baginda Muhammad SAW insan paling utama di dunia, paling tepat di antara para Nabi, dan sebagai Rasul yang mulia. Bunda Aminah binti Wahab yakni ibu kandung Rasul yang mulia. Semoga Allah memberkahinya.

Mari kita kenali Nabi kita hingga ke ibu dan bapaknya. Yang tak kenal sulit untuk mencintainya.



sumber

Sumber http://www.elysetiawan.com