Dari prasasti peninggalan terungkap bahwa Majapahit yakni sebuah kerajaan yang didirikan pada tahun 1293 oleh Raden Wijaya, seorang menantu dari Kertanegara, Raja Singasari yang mengalah kepada Jayakatwang setelah kerajaan tersebut dihancurkan oleh Kediri. Majapahit pada awalnya nama sebuah desa yang didirikan di dalam hutan pemberian Jayakatwang kepada Raden Wijaya. Nama Majapahit sendiri terinspirasi dari buah "Maja" yang mempunyai rasa "pahit", jadilah Majapahit. Saat pertama kali menjadi raja, Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana.
Siapa sangka, desa yang didirikan oleh Raden Wijaya dalam waktu singkat bermetamorfosis sebuah kerajaan terbesar di nusantara dengan wilayah kekuasaan mencakup Sumatera, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Kejayaan ini dicapai pada ketika masa kepemimpinan Hayam Wuruk (1350-1389) yang menerima proteksi penuh dari maha patih legendarisnya, Gajah Mada.
Sepeninggal Hayam Wuruk, tidak ada lagi raja pengganti yang sanggup mempertahankan kejayaan Majapahit. Malah yang terjadi yakni konflik internal berupa kudeta sesama pangeran Majapahit. Akibat konflik internal tersebut, Kerajaan Majapahit perlahan tapi niscaya menuju kemunduran. Majapahit sempat mengalami dualisme kepemimpinan, setelah pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Raja Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit pada tahun 1468. Kerajaan menjadi tidak terkontrol, satu per satu wilayah kekuasaan melepaskan diri. Majapahit benar-benar runtuh pada tahun 1527 yang ketika itu diperintah oleh Prabu Brawijaya VI sebagai raja terakhir. Selanjutnya, wilayah kekuasaan Majapahit diambil alih oleh Sultan Trenggana dari Kerajaan Demak.
Peninggalan Kerajaan Majapahit
Peninggalan Kerajaan Majapahit tersebar di banyak daerah di Indonesia, namun peninggalan terbanyak di temukan di Trowulan, sebuah kecamatan kecil di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Lebih dari 700 tahun lalu, daerah ini menjadi sentra peradaban Majapahit yang termahsyur. Di ketika belahan dunia lain mungkin masih berselimut kegelapan, ibukota Majapahit Trowulan sudah benderang dengan teknologi, budaya, dan militer yang kuat.
Bacaan Terkait: Ternyata, Letak Kerajaan Majapahit Berpindah-pindah Kini aneka macam situs peninggalannya masih sanggup ditemukan utuh. Warisan berupa penataan kota dan seni administrasi militer Majapahit menjadi ide kehidupan ratusan tahun sesudahnya. Sementara, produk budaya dan sastranya masih lestari hingga hari ini. Berikut ini yakni beberapa peninggalan Kerajaan Majapahit yang berhasil ditemukan oleh arkeolog:
1. Peninggalan Candi Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit memang terkenal sebagai kerajaan yang mempunyai teknologi arsitektur yang telah maju. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya warisan peninggalan bangunan berupa candi yang berdiri megah hingga kini ini. Berikut ini yakni beberapa candi peninggalan Majapahit:
1.1. Candi Tikus
|
Candi Tikus |
Candi Tikus yakni salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowolan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, candi ini terletak sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Candi ini pertama kali ditemukan oleh Bupate Mojokerto R.A.A. Kromojoyo Adinegoro pada tahun 1914 setelah sekian usang terkubur di dalam tanah. Berdasarkan bentuknya yang mempunyai miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara era 13 hingga 14 Masehi. Ada beberapa pendapat terkait fungsi candi ini di masa lalu, ada yang menganggapnya sebagai petirtaan atau tempat permandian keluarga raja, ada juga pendapat bahwa bangunan ini yakni tempat penampungan air untuk disalurkan ke penduduk Trowulan. Ada juga dugaan bahwa candi tikus yakni tempat pemujaan dengan terdapatnya menara berbentuk meru.
1.2. Candi Bajangratu
|
Candi Bajangratu |
Candi peninggalan Majapahit selanjutnya yakni candi Bajangratu yang terletak di Dukuh Kraton, Desa Temon, Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi ini berjarak sekitar 600 meter dari Candi Tikus. Para arkeolog belum menemukan data niscaya mengenai masa pemerintahan siapa dan kapan candi ini dibuat. Nama candi ini sendiri pertama kali disebut pada tahun 1915 dalam
Oudheidkunding Verslag (OV). Ada dugaan bahwa candi ini ada hubungannya dengan Raja Majapahit berjulukan Jayanegara dengan berdasar kepada kata "bajang" yang berarti "kerdil". Hal ini kemudian dihubungkan dengan sejarah yang dituliskan dalam Kitab Pararaton yang menyebut bahwa Jayanegera dinobatkan menjadi raja ketika masih berusia kecil atau bajang, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu menempel padanya. Olehnya itu, fungsi candi ini dianggap sebagai penghormatan kepada Jayanegara.
1.3. Candi Sukuh
|
Candi Sukuh |
Peninggalan candi Majapahit lainnya yakni Candi Sukuh yang terletak di lereng barat Gunung Lawu, Dusun Sukuh, Desa Berjo, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut. Candi ini ditemukan kembali oleh Johnson, Residen Surakarta pada tahun 1815 dalam keadaaan runtuh. Candi bercorak Hindu ini diperkirakan dibentuk pada era ke-15 Masehi. Para arkeolog menduga, bahwa Candi Sukuh dibangun dengan tujuan pengruwatan, yaitu melepaskan atau menangkal energi jelek yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Hal ini didasarkan pada cerita-cerita pengruwatan yang terpampang pada relief-relief di Candi Sukuh.
1.4. Candi Brahu
|
Candi Brahu |
Peninggalan Kerajaan Majapahit dalam bentuk candi yakni Candi Brahu yang terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto. Para arkeolog mengira bahwa candi ini yang paling bau tanah umurnya di antaranya candi lainnya yang terdapat di Trowulan, yakni dibangun atas perintah Raja Mpu Sindok dari Kahuripan pada tahun 934 Masehi. Masyarakat sekitar percaya bahwa Candi Brahu dulunya berfungsi sebagai tempat pembakaran mayat raja-raja Brawijaya.
1.5. Candi Wringin Lawang
|
Candi Wringin Lawang |
Peninggalan Majapahit lainnya dalam bentuk candi yakni Candi Wringin Lawang yang terletak di Dukuh Wringinlawang, Desa Jati Pasar, Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Nama candi ini konon dahulu didasarkan pada terdapatnya pohon beringin besar di bersahabat candi, dalam bahasa Jawa Wringin berarti beringin dan lawang berarti pintu. Raffles pada tahun 1815 telah menyebut candi ini dalam tulisannya, sebuah bangunan kuno yang disebutnya sebagai Gapura Jati Paser lantaran bentuknya ibarat gapura tanpa atap. Model candi ibarat ini biasanya berfungsi sebagai gerbang terluar dari suatu kompleks bangunan.
1.6. Candi Cetho
|
Candi Cetho |
Candi Cetho atau Cetha yakni salah satu bangunan candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi ini terletak di Dukuh Cetha, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Karanganyar, Jawa Tengah yang dibangun pada masa pemerintahan Brawijaya V yang ditemukan kembali pada tahun 1842 oleh Van der Vlis. Dari catatan yang ditemukan di lokasi candi, terungkap bahwa Candi Cetho dibangun antara tahun 1451 - 1470 M, masa ini yakni saat-saat terakhir jelang keruntuhan Kerajaan Majapahit. Candi bercorak hindu ini dulunya berfungsi sebagai candi ruwatan untuk menghilangkan segala malapetaka yang ditimbulkan jawaban kekacauan yang terjadi ketika itu.
1.7. Candi Surawana
|
Candi Surawana |
Majapahit juga meninggalkan bangunan candi yang diberi nama Candi Surawana, terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Menurut arkeolog, candi ini bergotong-royong berjulukan Wishnubhawanapura yang dibangun sekitar era ke-14 untuk menghormati Bhre Wengker, raja dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Kitab Negarakertagama pernah menyebut candi ini, di mana pada tahun 1361 diceritakan bahwa Raja Hayam Wuruk pernah menginap di Candi Surawana. Candi bercorak Hindu ini berukuran sekitar 8 x 8 meter persegi yang seluruhnya dibangun menggunakan kerikil andesit.
1.8. Candi Wringin Branjang
|
Candi Wringin Branjang |
Peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya yakni Candi Wringin Branjang yang terletak di Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Blitar, Jawa Timur. Bentuk bangunan ini sangat sederhana yang tidak mempunyai kaki candi sebagaimana candi pada umumnya, hanya terdapat badan dan atap candi saja. Candi ini diduga dibangun pada era ke-15 Masehi yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat-alat upacara Kerajaan Majapahit.
1.9. Candi Pari
|
Candi Pari |
Candi peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya yakni Candi Pari yang terletak di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, lokasi ini hanya berjarak sekitar 2 km dari semburan lumpor Lapindo. Candi ini berdiri pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk sekitar tahun 1371 Masehi. Candi Pari berbentuk bangunan persegi empat terbuat dari kerikil bata. Candi ini berfungsi sebagai tempat mengenang hilangnya seorang sobat atau adik angkat dari salah satu putra Brawijaya.
1.10. Candi Kedaton
|
Candi Kedaton |
Peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya dalam bentuk candi yakni Candi Kedaton yang terletak di dusun Kedaton, Desa Sentonorejo, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur yang dibangun pada tahun 1370 Masehi. Bentuk bergotong-royong candi ini masih misteri hingga kini, bangunan yang kini berbentuk datar tersebut mempunyai ruang pertemuan dan dibagian selatannya terdapat makam. Dari dongeng rakyat, Candi Kedaton dulunya berfungsi sebagai tempat para punggawa kerajaan menghadap raja.
1.11. Candi Minak Jinggo
|
Candi Minak Jinggo |
Peninggalan Kerajaan Majapahit selanjutnya yakni Candi Minak Jinggo yang terletak di dusun Unggahan, Trowulan, Mojokerto. Candi ini sangat berbeda dengan candi Majapahit pada umumnya, di mana materi pembuatannya perpaduan antara kerikil merah dan kerikil andesit. Menurut BPCB Trowulan, candi ini bergotong-royong telah ada sebelum masa Kerajaan Majapahit, yakni dibangun pada masa Kerajaan Singasari. Candi bercorak hindu ini dulunya berfungsi sebagai tempat pemujaan para raja dan kerabat kerajaan Majapahit.
1.12. Candi Grinting
|
Candi Grinting |
Candi peninggalan Kerajaan Majapahit ini masih belum terang asal-usulnya. Candi Grinting terletak di Dusun Grinting, Desa Karangjeruk, Jatirejo. Candi ini secara tidak sengaja ditemukan oleh seorang pengrajin kerikil bata yang bentuknya diperkirakan yakni pondasi lama.
1.13. Candi Jolotundo
|
Candi Jolotundu |
Salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terkenal di kalangan para wisatawan yakni Candi Jototundo yang terletak di Mojokerto, Jawa Timur. Nama lain yang terkenal disebutkan orang kepada candi ini yakni Candi Jalatunda. Candi ini terdiri dari bangunan arsitektur yang sangat megah menggambarkan kemajuan teknologi ketika itu. Dari catatan sejarah, candi ini dibentuk oleh Raja Udayana dari Bali yang menikah dengan seorang putri dari Jawa yang kesudahannya melahirkan pangeran berjulukan Airlangga pada tahun 991 Masehi. Konon, candi tersebut dibangun untuk menyambut kelahiran putranya itu. Candi ini dulunya berfungsi sebaga petirtaan raja dan kerabatnya yang kini dimanfaatkan sebagai objek wisata permandiaan dengan mata air yang tidak pernah kering meski sedang kemarau.
1.14. Candi Gentong
|
Candi Gentong |
Bangunan candi selanjutnya peninggalan Kerajaan Majapahit yakni Candi Gentong yang terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi Gentong dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk berfungsi untuk upacara Sraddha untuk memperingati Tribuwana Wijaya Dewi yang tidak lain yakni Ibu Prabu Hayam Wuruk. Candi ini terbuat dari kerikil bata tanah liat yang bentuk bangunannya masih misteri hingga kini.
2. Peninggalan Prasasti Kerajaan Majapahit
Peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya yang masih sanggup kita saksikan hingga ketika ini yakni prasasti. Prasasti yakni dukumen atau piagam yang berisi catatan tertulis mengggunakan materi yang keras dan tahan lama, contohnya logam dan batu. Untungnya saja kerajaan Majapahit cukup banyak meninggalkan warisan prasasti yang sangat mempunyai kegunaan bagi para sejarawan untuk mengungkap segala hal yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit. Berikut ini beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit:
2.1. Prasasti Kudadu (1294 M)
|
Prasasti Kudadu |
Prasasti Kudadu yakni salah prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit yang bertarikh 1216 Saka, bertepatan dengan tanggal 11 September 1294 Masehi. Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya, raja pertama Majapahit berisi catatan yang ditulis di atas lempengan tembaga. Prasasti ini ditemukan kembali di lereng Gunung Butak yang masuk dalam wilayah perbatasan Kabupaten Malang dan Blitar. Prasasti Kudadu disebut juga dengan prasasti Gunung Butak yang memuat catatan wacana berisi penetapan Desa Kudadu sebagai daerah perdikan bagi rama atau pejabat Desa Kudadu dan pemberian anugerah gelar Raja Kertarajasa Jayawardhana kepada Raden Wijaya.
2.2. Prasasti Sukamerta (1296 M)
|
Prasasti Sukamerta |
Peninggalan prasasti Kerajaan Majapahit selanjutnya yakni Prasasti Sukamerta yang berangka tahun 1218 Saka atau bertepatan dengan 1296 Masehi. Prasasti Sukamerta ditemukan kembali di lokasi Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Prasasti ini yakni prasasti kedua yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, setelah menjadi Raja Majapahit. Prasasti Sukamerta memuat gosip wacana penetapan Sukamerta menjadi daerah otonom atas permohonan Panji Patipati pu Kapat. Dalam prasasti itu juga disebutkan dongeng Raden Wijaya yang menyebrangi lautan untuk pergi ke Madura.
2.3. Prasasti Balawi (1305 M)
Tak ada gosip gres dalam Prasasti Balawi. Prasasti ini dianggap sebagai penggandaan dari Prasasti Sukamerta lantaran semua catatannya bercerita persis sama dengan yang diceritakan dalam Prasasti Sukamerta.
2.4. Prasasti Waringin Pitu (1447 M)
Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit selanjutnya yakni Prasasti Waringin Pitu yang berangka tahun 1369 Saka atau bertepatan dengan 15 Februari 1447 Masehi. Prasasti ini dikeluarkan oleh Sri Maharaja Wijaya Parakrama Wardhana Dyah Kertawijaya. Prasasti Waringin Pitu berisi catatan wacana pengakuan atau penetapan daerah Waringin Pitu sebagai dharma perdikan kerajaan yang berjulukan Rajasakusumapura. Prasasti ini juga menyebutkan gosip wacana 14 keraton bawahan Kerajaan Majapahit dan seluruh anggota Girindra yang menjadi masing-masing penguasanya.
2.5. Prasasti Canggu (1358 M)
Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit selanjutnya yakni Prasasti Canggu. yang dikeluarkan oleh Raja Hayam Wuruk. Prasasti Canggu berisi wacana pengaturan kedudukan desa-desa yang ada di tepian Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang menjadi tempat penyeberangan. Pada ketika ditemukan, prasasti ini terdiri dari 5 lempengan tembaga, namun kini tersisa 1 lempengan saja.
2.6. Prasasti Biluluk I (1366 M), Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M), Biluluk IV
Prasasti Biluluk yakni salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang terbuat dari lempengan tembaga yang ditulis dengan abjad Jawa Kuna. Prasasti ini terdiri dari empat lempengan, berturut-turut disebut dengan Biluluk I berangka tahun 1288 Saka (1366 M), Biluluk II 1315 Saka (1383 M), Biluluk III 1317 Saka (1385 M), dan Biluluk IV yang tidak berangka tahun. Biluluk I hingga dengan III berisi gosip wacana hak-hak dari Desa Biluluk dan Tanggulan. Sedangkan, Biluluk IV selain menyebutkan nama desa sebelumnya, terdapat satu suplemen desa lagi, yakni Desa Papadang. Prasasti ini juga berisi catatan wacana pembuatan garam di daerah pesisir yang menyebutkan adanya sumber air asin di Desa Biluluk tempat orang-orang menciptakan garam. Setiap orang diperkenankan untuk menciptakan garam di desa tersebut dengan membayar pajak kepada pejabat desa setempat.
2.7. Prasasti Karang Bogem (1387 M)
Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya yakni Prasasti Karangbogem yang dikeluarkan oleh Batara Parameswara Pamotan Wijayarajasa Dyah Kudamerta yang bertanggal 1387 Masehi. Prasasti yang terbuat dari logam ini berisi catatan wacana batas-batas tanah seorang patih tambak Karang Bogem.
Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya, yaitu:
- Prasasti Marahi Manuk dan Prasasti Parung
- Prasasti Katiden I (1392 M)
- Prasasti Alasantan 939 M
- Prasasti Kamban (941 M)
- Prasasti Hara-hara (Trowulan VI) (966 M)
- Prasasti Wurare (1289 M)
3. Kitab Peninggalan Kerajaan Majapahit
Tradisi kesusastraan tampaknya sudah sangat maju pada masa Kerajaan Majapahit, hal ini dibuktikan oleh banyaknya kitab peninggalan yang menceritakan wacana suasana kehidupan Kerajaan Majapahit ketika itu. Beberapa kitab yang berhasil ditemukan oleh para arkeolog antara lain sebagai berikut:
3.1. Kitab Negarakertagama
|
Kitab Negarakertagama |
Kitab ini disebut juga dengan Kakawin Nagarakretagama atau Kakawin Desawarnana yang ditulis oleh Dang Acarya Nadendra yang ketika itu menggunakan nama samaran Prapanca atau Mpu Prapanca. Ia menuliskan kitab ini pada tahun 1365 yang menguraikan dongeng wacana keadaan keraton Majapahit yang sedang berada di puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk. Kitab ini terbagi ke dalam dua bagian, masing-masing belahan terdiri dari 49 pupuh. Bagian pertama kitab menceritakan wacana raja dan keluarganya, kota dan wilayah Majapahit, perjalanan keliling Lumajang, dan terakhir silsilah raja-raja Majapahit dari Kertarajasa Jayawardhana hingga Hayam Wuruk.
Sedangkan, belahan kedua kitab Negarakertagama menceritakan wacana perjalanan Hayam Wuruk ketika berburu di hutan Nandawa, perhatian Hayam Wuruk ke leluhurnya, upacara keagamaan, dan pujangga-pujangga yang setia kepada raja. Kitab ini yakni kakawin bersifat pujasastra yang berisi sanjungan kepada Raja Majapahit Hayam Wuruk yang murni ditulis oleh Mpu Prapanca tanpa perintah dari siapapun sebagai bentuk perhormatan dirinya kepada sang maharaja.
3.2. Kitab Sutasoma
|
Kitab Sutasoma |
Kitab Sutasoma atau Kakawin Sutasoma yakni salah satu kitab peninggalan Kerajaan Majapahit yang paling terkenal lantaran memuat semboyan dari negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Kitab ini ditulis oleh Empu Tantular pada era ke-14 dalam bahasa Jawa Kuno. Kitab ini mengandung fatwa toleransi antar agama, yang waktu itu merujuk kepada agama Hindu-Siwa dan Buddha.
3.3. Kitab Kutaramanawa
Kitab peninggalan Kerajaan Majapahit selanjutnya yakni Kitab Kutaramanawa yang ditulis oleh Maha Patih Gajah Mada. Kitab lebih mengarah kepada kitab aturan yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno yang terdiri dari 19 belahan dan 275 pasal. Isi kitab ini memuat wacana aturan perkawinan, hutang-piutang, jual-beli, dan lain-lain.
3.4. Kitab Kunjarakarna
Kitab ini berisi teks prosa Jawa Kuno yang menceritakan wacana seorang yaksa, sejenis raksasa yang berjulukan Kunjarakarna. Kitab ini tidak diketahui siapa pengarangnya.
Kitab-kitab lain yang menjadi belahan dari kekayaan peninggalan Kerajaan Majapahit banyak yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Kitab-kitab tersebut antara lain:
- Kitab Panjiwijayakarma
- Kitab Tantu Panggelaran
- Kitab Calon Arang
- Kitab Usana Jawa
- Kitab Usana Bali
- Kitab Parthayajna
- Kitab Pararaton
- Kitab Sudayana
- Kitab Ronggolawe
- Kitab Sorandakan
4. Peninggalan Arca Emas Kerajaan Majapahit
|
Arca Emas |
Peninggalan Kerajaan Majapahit yang mengagumkan berupa arca-arca yang seluruhnya terbuat dari emas yang menggambarkan sosok seorang raja dengan mahkota sedang duduk bersila di atas singgasananya. Arca ini sanggup menjadi bukti bagaimana kebesaran Kerajaan Majapahit di masa lalu. Sayangnya, arca ini tidak sedang berada di Indonesia, tetapi dimiliki oleh kolektor luar negeri dan kini telah menjadi koleksi museum di Amerika Serikat dan Belanda.
Demikianlah ulasan wacana
Peninggalan Kerajaan Majapahit, semoga bermanfaat.