Wednesday, July 18, 2018

√ 5+ Adab / Tata Cara Bertamu Dalam Islam

Bagaimana adat atau tata cara bertamu yang baik dan benar berdasarkan anutan Islam? Dalam kehidupan sehari-hari biasa terjadi orang yang satu dengan yang lain saling kunjung mengunjungi. Berkunjung ke rumah orang pada umumnya sebab ada keperluan. Tetapi sanggup pula tanpa keperluan yang penting. Berkunjung ke rumah orang, baik ada keperluan penting maupun tidak, dinamakan bertamu.

Etika atau Tata Cara Bertamu

 Bagaimana adat atau tata cara bertamu yang baik dan benar berdasarkan anutan Islam √ 5+ Etika / Tata Cara Bertamu dalam Islam

Bertamu itu ada adat dan tata caranya. Tamu yang baik tentu akan menggunakan peraturan atau cara yang telah ditetapkan sesuai dengan tuntunan agama, baik mengenai waktu bertamu maupun cara menempatkan diri (sopan santun) sebagai tamu. Berikut ini ialah 5 adat atau tata cara yang harus diperhatikan dalam bertamu:

1. Jangan Bertamu Saat Tuan Rumah Sibuk

Bertamu hendaklah memperhatikan keperluan atau keadaan orang yang akan mendapatkan tamu. Ini berarti bahwa bertamu sebaiknya dilakukan apabila orang yang akan mendapatkan tamu itu sedang dalam keadaan longgar. Makara hendaknya tidak bertamu apabila yang akan menerimanya sedang sibuk, banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan, sedang tidur, atau waktu makan.

Bertamu waktu orang sedang sibuk akan mengganggu jalannya dan lancarnya pekerjaan. Dalam keadaan yang demikian biasanya orang kurang bahagia mendapatkan tamu. Tidak senangnya sanggup berakibat kurang baiknya penerimaan terhadap tamu. Dan ini berarti pula bahwa yang bertamu juga kurang merasa bahagia sebab kurang mendapat pelayanan (penerimaan) yang semestinya.

2. Hindari Waktu Sibuk

Waktu tidur, yaitu waktu yang biasanya dipergunakan orang untuk tidur, hendaknya tidak dipergunakan untuk bertamu. Kalau bertamu kepada orang yang sedang tidur maka banyak sedikitnya orang tersebut akan merasa terganggu. Tamu perlu mengetahui bahwa kondisi tiap orang itu tidak sama. Ada orang yang apabila dibangunkan dari tidur tidak apa-apa, tetapi ada pula orang yang kemudian merasa pusing kepala, lelah, bahkan kemudian sakit.

Apabila yang akan mendapatkan tamu diketahui sedang makan, sebaiknya tamu menantinya sampai akhir makan, kecuali apabila kedua pihak telah kenal akrab, sehingga keduanya tidak terdapat perasaan mengganggu atau terganggu.

Memang tamu itu harus dihormati. Tetapi situasi menyerupai tersebut di atas perlu dipertimbangkan oleh orang yang akan bertamu supaya sanggup terhindar hal-hal yang mengecewakan. Lain halnya apabila tamu sudah menduga bahwa orang yang akan didatangi itu sedang longgar, tetapi kenyataannya sibuk. Apabila terjadi hal demikian maka sebaiknya waktu bertamu dibatasi (singkat) saja, yaitu perlu segera pulang apabila keperluan sudah selesai, tidak perlu ditambah dengan dongeng yang panjang.

3. Perhatikan Lama Bertamu

Berapa usang sebaiknya bertamu? Peraturan yang niscaya perihal lamanya bertamu itu tidak ada. Biasanya usang bertamu itu tergantung kepada keperluannya, artinya apabila keperluan sudah cukup maka tamu pulang. Rasulullah Saw menunjukkan patokan secara umum bahwa bertamu itu paling usang ialah tiga hari, sabdanya: "Bertamu itu tiga hari".

Mengapa demikian? Sebab bertamu lebih dari tiga hari sanggup merepotkan tuan rumah (yang mendapatkan tamu). Apalagi apabila tuan rumah dalam keadaan kesempitan, artinya tidak memiliki cukup rizqi untuk menjamu tamu. Keadaan demikian sudah barang tentu akan merepotkan dan mengganggu perasaan tuan rumah. Gangguan perasaan ialah sebagian gangguan jiwa. Oleh sebab itu agama Islam tidak membenarkan bertamu lebih dari tiga hari sehingga menyempitkan (menyulitkan) tuan rumah. Rasulullah Saw bersabda:
Dan tidak halal bagi tamu tinggal (bermukim) sehingga menyempitkan (menyulitkan) tuan rumah

4. Bila Tuan Rumah sedang Bertengkar

Bagaimana halnya bertamu kepada orang yang sedang dalam keadaan tegang, contohnya bertengkar? Dalam hal ini tamu harus cerdas, artinya harus sanggup meramalkan apakah kedatangannya itu sanggup meredakan ketegangan atau tidak. Apabila sanggup maka bertamu sanggup diteruskan, tetapi kalau tidak maka perlu diurungkan atau ditunda. Apabila keluarga yang sedang bertengkar itu sanggup akur kembali dengan datangnya tamu atau sebab didamaikan oleh tamu maka tamu dalam hal ini termasuk orang yang bersedekah. Rasulullah Saw, bersabda:
Dan mendamaikan dua orang yang berselisih ialah sedekah

5. Jangan Merepotkan

Tamu sebaiknya tidak meminta sesuatu yang tidak layak diminta, sebab yang demikian itu sanggup menyulitkan tuan rumah. Demikian pula tamu tidak perlu minta dilayani, kecuali dalam hal-hal yang tidak layak bertindak sendiri sebagai tamu. Dalam hal makan dianggap kurang baik apabila tamu meminta kuliner yang menjadi kesenangannya. Tamu dihentikan mencela kuliner yang disajikan tuan rumah kepadanya, lebih-lebih kalau celaan tersebut disertai perilaku sombong. Dalam hal ini memuji lebih baik dari pada mencela. Dalam hadits dikatakan:
Rasulullah tidak pernah mencela makanan. Jika ia suka dimakannya, dan jikalau tidak maka ditinggalkannya
Tamu perlu menjaga nama baik dirinya. Ia dihentikan berbuat sesuatu yang kurang terpuji, sebab dengan demikian akan mengurangi nilai dan respek (rasa hormat) orang terhadapnya dan juga sanggup mempengaruhi nama baik tuan rumah. Makara saling menjaga nama baik antara tamu dan tuan rumah itu perlu supaya kedua belah pihak sama-sama merasa bahagia dan tenang, sedang silaturahmi sanggup tetap terjamin.

Demikianlah klarifikasi perihal Etika / Tata Cara Bertamu dalam Islam. Bagikan bahan ini apabila dirasa bermanfaat. Terima kasih.

Sumber http://www.ilmusiana.com