Berasal dari kawasan manakah Tari Gambyong? Yah benar, tarian khas ini berasal dari Provinsi Jawa Tengah. Tari tradisional yang semenjak berabad-abad lamanya hidup sebagai potongan dari kesenian masyarakat Jawa Tengah, khususnya Surakarta. Tari Gambyong mempunyai daya tarik istimewa yang terletak pada kelembutan dan keluwesan gerakan penarinya yang membuat penonton terhanyut dikala menyaksikannya.
Tari Gambyong

Tari Gambyong yakni tarian khusus yang dibawakan oleh penari wanita, alasannya yang membuat tarian ini yakni seorang perempuan ratusan tahun yang lali. Siapakah perempuan itu? Nah, pada kesempatan ini kami akan mengulas bahan seputar Tari Gambyong. Semoga sesudah membaca uraian ini, kita semakin mengetahui dan memahami salah satu tarian kawasan khas Jawa Tengah ini.
Sejarah Tari Gambyong

Nama Tari Gambyong konon berasal dari nama seorang penari tledhek yang berjulukan Nyai Lurah Gambyong atau Mas Ajeng Gambyong. Perempuan ini hidup pada masa pemerintahan Pukubuwana IV di Surakarta (1788-1820). Beliau yakni seorang penari perempuan yang anggun dan sering menampilkan tarian yang cukup indah. Mas Ajeng Gambyong mempunyai keluwesan dalam menari dan bunyi yang merdu, sehingga memikat banyak orang yang menontonnya. Ia melaksanakan tariannya di jalanan dengan cara berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Itulah sebabnya mengapa sehingga Mas Ajeng Gambyong dan tariannya terkenal luas di wilayah Surakarta.
Tarian ini merupakan salah satu tarian rakyat hasil modifikasi dari tayub atau tledhek yang sering dipertunjukkan untuk program penyambutan. Di dalam buku Sri Rochana Widyastutieningrum yang berjudul "Sejarah Tari Gambyong", ditulis bahwa Tari Gambyong yakni perkembangan dari Tayub dan mulai dipakai dalam Serat Centhini yang ditulis pada era XIX.
Materi Tari Lainnya:
Sejak pertamakali dipertunjukkan, Tari Gambyong terus meningkat popularitasnya, tidak hanya di masyarakat, tetapi hingga ke pihak Keraton. K.R.M.T. Wreksodiningrat yang memperkenalkan tarian ini ke dalam keraton pada masa Pakubuwana IX (1861-1893). Di dalam keraton, Tari Gambyong ditarikan oleh para penari waranggana (pesinden). Pihak Keraton Mangkunegaran memodifikasi tarian rakyat ini dengan membuat jenis Gambyong gres yang berjulukan Gambyong Pareanom oleh Nyi Bei Mintoraras pada tahun 1950.
Perkembangan Tari Gambyong

Kepopuleran tari gambyong didukung dengan ditetapkannya tari gambyong sebagai tari penyambutan tamu di Jawa Tengah oleh Gubernur Jawa Tengah (pada waktu itu H. Ismail). Tarian ini terus berkembang memunculkan variasi Tari Gambyong lainnya, menyerupai Gambyong Campursari, Gambyong Dewandaru, Gambyong Gambirsawit, Gambyong Ayun-Ayun, Gambyong Pangkur, Gambyong Sala Minulya, dan Gambyong Mudhatama.
Perkembangan tarian ini menunjukkan bahwa bukan hanya rakyat yang mengadopsi kesenian keraton, tetapi juga sebaliknya, kesenian-kesenian rakyat diterima dan sanggup ditampilkan di depan Raja. Perkembangan dari Tari Gambyong juga sanggup kita amati dari banyaknya kegiatan yang menampilkan Tari Gambyong, menyerupai pada program perkawinan, perayaan, penyambutan tamu, dan pembukaan.
Keunikan Tari Gambyong

Keunikan dan karakteristik paling menonjol pada Tarian Gambyong yakni ruh kerakyatannya. Tari Gambyong termasuk ke dalam jenis tari pergaulan di masyarakat. Dalam beberapa varian memunculkan istilah-istilah Tari Tayub dalam penamaannya. Jenis tarian itu berkaitan bersahabat dengan istilah "taledhek" atau "ledhek" atau "tledhek".
Selain itu, Tari Gambyong juga mempunyai keunikan dalam hal pertunjukannya, yaitu selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Irama kendang yang selaras dengan gerak si penari akan menghasilkan tarian yang indah dan elok, lantaran kendang itu sering disebut otot tarian dan pemandu gendhing. Perkembangan selanjutnya memunculkan beberapa jenis lain menyerupai Gandrung Manis, gendhing Gambirsawit, dan lain sebagainya.
Keunikan lainnya tari gambyong yakni pengungkapan keluwesan perempuan yang terkesan erotis. Tari Gambyong juga merupakan tari tunggal putri yang mempunyai teknik gerak dan irama iringan tari dan contoh kendhangan yang rumit serta menampilkan abjad tari yang kenes, kewes, tregel, dan luwes.
Jumlah Penari Tari Gambyong

Pada awal kemunculannya, Tari Gambyong yakni jenis tarian yang dipentaskan oleh seorang penari tunggal. Namun, dalam perkembangannya tarian ini dibawakan oleh lebih dari satu penari. Umumnya, penarinya berjumlah ganjil, yaitu sekitar 3-5 orang. Tidak ada batasan baku mengenai berapa jumlah penari Gambyong. Tarian ini bahkan sering ditarikan massal di lapangan pada acara-acara tertentu.
Properti Tari Gambyong

Properti yang dipakai dalam Tari Gambyong yakni sampur. Dalam dunia tari, Sampur yakni kain panjang yang diikatkan di perut sebagai properti yang dipakai ketika srisig, enjer. Dalam sebuah tarian, properti yakni peralatan yang sangat khusus dan mendukung tema dan abjad atau maksud dari tarian. Sampur dalam Tari Gambyong diidentikan dengan keluwesan dan kelembutan dalam diri seorang wanita.
Kostum Tari Gambyong

Busana atau kostum Tari Gambyong bernuansa kuning dan hijau sebagai simbol dari kesuburan dan kemakmuran. Hal ini ada kaitannya dengan penggunaan Tari Gambyong dalam upacara ritual pertanian di awal kemunculannya. Keberadaan penari merupakan citra dari Dewi Padi (Dewi Sri) sebagai bentuk perhormatan biar kesuburan padi dan perolehan panen menjadi melimpah.
Kostum Tari Gambyong diubahsuaikan dengan abjad tari memakai kembenan serta sampur yang disampirkan di pundak sebelah kanan. Penari Gambyong juga memakai irah-irahan, yaitu busana untuk epilog kepala, umumnya memakai warna dasar keemasan yang dihiasi dengan manik-manik.
Kostum busana lengkap dari penari Tari Gambyong adalah:
- Kemben
- Jarit
- Sampur kupu tarung
- Sanggul Jawa
- Aksesoris (gelang, kalung, dan anting-anting)
Gerakan Tari Gambyong

Koreografi gerakan Tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kepala, tubuh, lengan, dan kaki. Gerak tangan dan kepala yang halus dan terkendali yakni spesifikasi dalam Tari Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak mengikut arah gerak tangan dengan memandang jari-jari tangan menyebabkan faktor mayoritas gerak-gerak tangan dalam lisan Tari Gambyong.
Perkembangan Tari Gambyong tidak terlepas dari nilai estetis yang mengungkapkan kelembutan, keluwesan, dan kelincahan wanita. Nilai estetis ini terdapat pada keselarasan dan keharmonisan antara ritme dan gerak, khususnya antara irama kendang dan gerak. Tari Gambyong menyajikan santapan estetis sehingga sangat cocok untuk dijadikan obyek wisata seni budaya.
Musik Pengiring Tari Gambyong
Musik pengiring dalam Tari Gambyong terinspirasi dari gendhing-gendhing Tayub khas Blora. Musik pengiring ini dimainkan oleh 8 orang. Alat musik yang dipakai yakni kendang, kenong, gong, simbal, kempul, peking, saron, dan drum. Sedangkan, lirik yang dinyanyikan memakai bahasa Jawa biar gampang diterima oleh masyarakat luas.Fungsi Tari Gambyong

Fungsi utama Tari Gambyong yakni sebagai hiburan dan tontonan. Tarian ini sering dipertunjukkan pada program penyambutan tamu, pembukaan acaran, dan perkawinan. Tarian ini pada umumnya ditarikan secara tunggal ataupun kelompok. Tarian ini juga kerap dipentaskan pada program sunatan, tasyakuran, pernikahan, dan lain sebagainya. Tarian ini sangat terkenal di tengah masyarakat, mulai dari kalangan bawah hingga para tokoh masyarakat.
Tarian ini juga pernah menjadi hiburan utama di kalangan keraton. Pada zaman penjajahan Jepang, tarian ini dipakai untuk menjamu para tentara Jepang yang tiba berkunjung ke Pura Mangkunegaran.
Makna Tari Gambyong terangkung dalam setiap gerakan yang dilakukan oleh penarinya. Gerakan Tari Gambyong yang telah dibakukan mengandung makna proses kehidupan insan dari lahir hingga meninggal dunia. Gerakan tersebut mempunyai enam dasar rangkaian gerak, yaitu
Makna Tari Gambyong

Makna Tari Gambyong terangkung dalam setiap gerakan yang dilakukan oleh penarinya. Gerakan Tari Gambyong yang telah dibakukan mengandung makna proses kehidupan insan dari lahir hingga meninggal dunia. Gerakan tersebut mempunyai enam dasar rangkaian gerak, yaitu
- Gerak laras, mengandung makna perihal bayi berada di dalam kandungan seorang ibu.
- Gerak batangan, mengandung makna bahwa seorang ibu yang meramalkan masa depan sang bayi,
- Gerak pilesan, mengandung makna perihal pendidikan yang harus diberikan kepada seseorang semenjak bayi untuk bekal masa depannya,
- Gerak laku telu, mengandung makna bahwa insan akan menjalani tiga hal dalam perjalanan hidupnya, yaitu lahir, dewasa, dan mati,
- Gerak menthogan, mengandung makna citra insan sudah memasuki hari tua, namun tetap harus mempunyai hidup yang berkhasiat bagi orang-orang di sekitarnya,
- Gerak wedhi kengser, mengandung makna bahwa insan sudah memasuki tamat hidupnya
Sumber http://www.ilmusiana.com