Tuesday, March 20, 2018

√ Pengembangan Kemampuan Merancang Acara Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Mahasiswa Calon Guru

1.  Pendahuluan
            Menurut Lazarowitz & Tamir (1994), kurikulum berbasis inkuiri banyak mengalokasikan waktunya, sekitar 50% waktu yang tersedia untuk acara laboratorium. Kurikulum Fisika Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas yang pernah diberlakukan di Indonesia, semenjak Kurikulum 1975, bekerjsama sudah menekankan acara laboratorium, tetapi dalam pelaksanaannya, menyerupai ditunjukkan oleh hasil penilaian Balitbang Depdiknas (Puskur, 2001), selama ini lebih menekankan pada penguasaan sejumlah fakta dan konsep (sains sebagai produk), dan kurang menekankan pada penguasaan kemampuan dasar. 

            Sejak tahun pelajaran 2002/2003, sesuai dengan Keputusan Mendiknas Nomor 017/U/2003, praktikum fisika diujikan dalam ujian selesai yang naskah soalnya disiapkan oleh pihak sekolah. Pada dikala ini keadaan pun mulai berubah, praktikum fisika mulai dilaksanakan di sekolah-sekolah. Hasil telaah terhadap tiga petunjuk praktikum yang digunakan di tiga sekolah yang berbeda memperlihatkan bahwa acara praktikum yang dikembangkan masih bersifat verifikasi, yaitu menandakan konsep atau prinsip yang telah dibahas sebelumnya.

Kegiatan laboratorium yang bersifat verifikasi itu, berdasarkan Heuvelen (2001) dan McDermott et al. (2000), tidak banyak membantu dalam berbagi kemampuan berpikir. Lebih lanjut, McDermott et al. (1996a; 1996b) memperlihatkan bahwa acara laboratorium yang mestinya dilakukan ialah acara laboratorium inkuiri menyerupai yang dilakukan oleh ilmuwan ketika mengungkap tanda-tanda alam. Menurut Lawson (1995) acara laboratorium inkuiri memungkinkan siswa untuk: (1) mengeksplorasi tanda-tanda dan merumuskan masalah, (2) merumuskan hipotesis, (3) mendesain dan melaksanakan cara pengujian hipotesis, (4) mengorganisasikan dan menganalisis data, (5) menarik kesimpulan dan mengkomunikasikannya. 

Kenyataannya, berdasarkan hasil penelitian hingga tahun 2004, ada petunjuk bahwa acara laboratorium semacam itu belum terealisasi (Nur, 2004).

    Ada dugaan bahwa kemampuan guru dalam merancang acara laboratorium inkuiri masih rendah, sehingga mereka tidak melaksanakan acara itu dalam pembelajaran fisika. Dugaan itu didukung hasil penelitian Balitbang Depdiknas (Rustad dkk., 2004) yang memperlihatkan bahwa sekitar 51% guru IPA Sekolah Menengah Pertama dan sekitar 43% guru fisika Sekolah Menengan Atas di Indonesia tidak sanggup memakai alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolahnya, akibatnya, tingkat pemanfaatan alat-alat itu dalam pembelajaran cenderung rendah.

            Selain itu, studi kebijakan Ditdikmenum (1994) menemukan bahwa penguasaan keterampilan proses guru rendah. Hasil studi tersebut memperlihatkan bahwa keterampilan proses terpadu menyerupai mengidentifikasi variabel kontrol, menganalisis eksperimen, dan menyusun rancangan eksperimen terasa ajaib bagi hampir seluruh siswa maupun guru.

    Bagaimana guru akan menyelenggarakan acara laboratorium inkuiri bila mereka belum menguasai keterampilan yang diperlukannya. Sebaliknya, guru yang mempunyai kemampuan merancang dan melaksanakan acara laboratorium inkuiri pun belum tentu melaksanakannya apabila tidak ada motivasi yang sanggup mempengaruhinya. Kaprikornus paling tidak ada dua faktor utama yang sanggup mensugesti guru untuk berbagi acara laboratorium inkuiri, yaitu faktor kemampuan dan kemauan. Oleh alasannya itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan fisika paling tidak diharapkan dua hal menyerupai berikut.

Pertama, peningkatan mutu guru, terutama dalam hal berkaitan dengan peningkatan kemampuan merancang dan menyelenggarakan acara laboratorium berbasis inkuiri. Kedua, penciptaan kondisi yang bisa meningkatkan dan menjaga motivasi guru supaya selalu mengupayakan pembelajaran fisika yang bermutu. 

Bertolak dari dua hal tersebut, penelitian ini difokuskan pada kasus peningkatan mutu guru fisika, dengan tujuan untuk berbagi kemampuan mahasiswa calon guru (pre-service) dalam merancang acara laboratorium inkuiri. Upaya ini penting untuk dilakukan, alasannya salah satu faktor penentu keberhasilan acara laboratorium ialah guru (Lazarowitz dan Tamir, 1994), dan hasil penelitian memperlihatkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola laboratorium besar lengan berkuasa positif terhadap frekuensi penggunaan laboratorium (Rustad dkk., 2004; Sriyono dan Hamid, 2003).

2.  Metode  Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Semarang. Subjek penelitian ialah semua mahasiswa semester lima Program Studi S1 Pendidikan Fisika penerima mata kuliah Laboratorium Fisika Pendidikan pada tahun akademik 2004/2005. Subjek penelitian berjumlah 40 mahasiswa, terdiri atas 12 pria dan 28 perempuan.

Kemampuan merancang acara laboratorium fisika berbasis inkuiri dijabarkan menjadi tujuh aspek kemampuan pendukung. Penjabaran itu dilakukan dengan cara mengidentifikasi unjuk kerja yang dianggap terbaik untuk mendukung kemampuan dalam merancang acara laboratorium berbasis inkuiri. Tabel 1 memperlihatkan aspek kemampuan yang dikembangkan, indikator, dan instrumen evaluasinya.
Tabel 1.  Komponen Kemampuan yang Dikembangkan

No
Kemampuan
Indikator
Instrumen Evaluasi
1
Menentukan tujuan acara laboratorium
1.a Menetapkan kemampuan yang diharapkan dicapai siswa
1.b Menetapkan indikator
- Lembar penyekoran hasil rancangan
2
Menentukan jenis  percobaan yang sesuai dengan tujuan
2.a Mengidentifikasi jenis-jenis percobaan kemudian menentukan percob yang paling sesuai
2.b Mengungkap dasar teori percobaan
2.c Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan percob yang dipilih
- Lembar penyekoran hasil rancangan
3
Mengenali alat-alat laboratorium
3.a Mengenali alat dan materi percobaan
3.b Menentukan spesifikasi alat dan materi
- Lembar penyekoran hasil rancangan
4
Mengenali rangkaian percob dan diagramnya
4.a Mengenali simbol alat dan materi lab
4.b Menggambarkan diagram rangkaian percobaan
- Lembar penyekoran hasil rancangan
5
Merencanakan mekanisme percob
5.a Mengungkap tanda-tanda dan merumuskan masalah
5.b Mengajukan hipotesis
5.c Merancang mekanisme percob untuk menguji hipotesis dan memprediksikan hasilnya
- Lembar penyekoran hasil rancangan

6
Menyusun Lomba Kompetensi Siswa berbasis inkuiri
6.a Membuat pertanyaan-pertanyaan penuntun bagi siswa untuk melaksanakan acara lab inkuiri
- Lembar penyekoran hasil rancangan
7
Merancang alat penilaian acara laboratorium
7.a Membuat kisi-kisi evaluasi
7.b Menentukan teknik evaluasi
7.c Menyusun instrumen evaluasi
- Lembar penyekoran hasil rancangan


Peningkatan komponen kemampuan-kemampuan yang dikembangkan pada Tabel 1 di atas, dikategorikan berdasarkan gain score ternomalisasi  (gn ) yang dikembangkan oleh  Savinainen & Scott (2002) yang dirumusakan sebagai berikut.

                  



Dengan gn = gain score ternormalisasi;     Xpost = skor post-test : Xpre= skor pre-test;  Xmax = skor maksimum. Kategori kualitas gn ialah sebagai berikut.

                        Tinggi :    gn  > 0,7
Sedang:    0,3 < gn < 0,7
 Rendah     gn < 0,3

Dalam rangka mencapai ketujuh aspek kemampuan dengan indikator yang telah ditetapkan pada Tabel 1, dirancang seni administrasi perkuliahan. Dari kajian literatur diperoleh informasi bahwa berdasarkan teori pemodelan tingkah laris Bandura (1977), sebagian besar insan berguru dilakukan dengan cara mengamati dan mengingat secara selektif tingkah laris orang lain. Implikasinya, untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan merancang acara laboratorium inkuiri diharapkan acara yang sanggup dijadikan pola bagi mereka kelak kalau sudah menjadi guru. Berdasarkan pertimbangan itu, perkuliahan Laboratorium Fisika Pendidikan diselenggarakan dengan struktur terdiri dari tiga tahap, yaitu: pemodelan, perancangan, implementasi.

Pada tahap pemodelan, mahasiswa mengerjakan dua pola acara laboratorium inkuiri dipandu dengan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) yang dirancang oleh peneliti. Uji coba LKM dilakukan secara bertingkat, yaitu pada individu, kelompok kecil (6 mahasiswa),  dan kelas.  

Pada tahap perancangan, mahasiswa secara individual menciptakan dua rancangan acara laboratorium inkuiri, yang terdiri dari tiga perangkat yaitu: Lembar Panduan untuk Guru (LPG), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Lembar Evaluasi. Mahasiswa juga mengujicobakan sendiri acara laboratorium yang dirancangnya. Semua perangkat acara laboratorium yang disusun oleh mahasiswa itu dievaluasi memakai instrumen lembar penyekoran yang dikembangkan dengan mengacu pada aspek-aspek kemampuan dan indikatornya (Tabel 1). Selain itu, data atau informasi pendukung diungkap melalui wawancara dan pengamatan yang dilakukan selama perkuliahan. 

Pada tahap implementasi, mahasiswa mengimplementasikan hasil rancangannya dalam simulasi pembelajaran, dengan mahasiswa lain berperan sebagai siswa. Semua mahasiswa diwajibkan mengimplementasikan hasil rancangannnya, tetapi pada tahap ini tidak dilakukan penilaian.

3.  Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1  Pelaksanaan Contoh Kegiatan Laboratorium Inkuiri
Uji coba LKM pada individu dan kelompok kecil (6 mahasiswa) menghasilkan masukan sebagai berikut. Pertama, uji coba pada individu menghasilkan masukan terutama perihal keterbacaan LKM. Masukan itu, kemudian ditindaklanjuti dengan perbaikan redaksional. Kedua, hasil uji coba pada individu dan kelompok kecil memperlihatkan bahwa pertanyaan-pertanyaan pada LKM sudah sanggup membimbing mahasiswa untuk merumuskan kasus dan mengajukan hipotesisnya, tetapi mereka belum sanggup merancang sendiri mekanisme percobaan untuk menguji hipotesis. Masukan tersebut, kemudian ditindaklanjuti dengan merinci pertanyaan-pertanyaan penuntun sehingga LKM menjadi lebih bersifat guided inquiry.

Walaupun LKM diperbaiki menjadi lebih rinci, tetapi supaya tidak menutup kesempatan bagi mahasiswa yang bisa mengerjakan kasus yang bersifat terbuka, maka akhirnya setiap LKM dibentuk terdiri atas dua bab utama. Bagian pertama, cenderung open inquiry dan bab kedua, cenderung guided inquiry.

LKM bab pertama, diawali dengan acara untuk memperlihatkan suatu tanda-tanda fisika yang menuntut mahasiswa untuk menggali sendiri pertanyaan. Jika tidak memungkinkan, acara awal dilakukan dengan cara dosen memunculkan pertanyaan yang membangkitkan impian mahasiswa untuk menyidik jawabannya. Selanjutnya, mahasiswa dibimbing melalui pertanyaan-pertanyaan dalam LKM untuk merencanakan mekanisme percobaan yang mencakup langkah: memikirkan hipotesis dari setiap pertanyaan, memikirkan percobaan untuk menguji setiap hipotesis (termasuk mengidentifikasikan variabel dan langkah kerja untuk pengumpulan data), dan memperkirakan hasil yang diharapkan kalau percobaan itu direalisasikan.

Jika mahasiswa sanggup menjawab semua pertanyaan itu, maka mereka sanggup melanjutkan percobaan secara berkelompok (2-3 mahasiswa) dengan mekanisme yang telah dirancangnya sendiri. Mahasiswa yang tidak sanggup menjawabnya secara lancar dianjurkan melanjutkan percobaan memakai LKM bab kedua yang berisi pertanyaan-pertanyaan penuntun yang lebih rinci.

Ada dua pola acara laboratorium inkuiri yang dikerjakan oleh setiap mahasiswa. Pada pola pertama, alasannya rata-rata mahasiswa kurang lancar dalam merencanakan mekanisme percobaan, maka semua mahasiswa mengerjakan percobaan memakai petunjuk pada LKM bab kedua, sedangkan pada pola kedua mereka melaksanakan percobaan memakai prosedur  yang direncanakannya sendiri.

3.2  Hasil Rancangan Kegiatan Laboratorium Inkuiri
Setelah mengerjakan dua pola percobaan fisika berbasis inkuiri, tahap berikutnya mahasiswa secara individual menyusun dua rancangan acara laboratorium inkuiri dan mengujicobakannya sendiri, kemudian mengimplementasikan rancangan itu kepada temannya. Hasil rancangan itu dievaluasi dengan mengacu pada tujuh aspek kemampuan yang diharapkan dalam merancang acara laboratorium inkuiri. Tabel 2 memuat skor rata-rata kelas untuk setiap aspek kemampuan itu.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa pada hasil rancangan pertama, kemampuan merancang alat penilaian acara laboratorium masih rendah. Sebagian besar mahasiswa menciptakan butir-butir penilaian tidak diawali dengan menyusun kisi-kisi. Akibatnya, ada beberapa tujuan atau kompetensi yang diharapkan dicapai siswa terlewat tidak dievaluasi, dan ada juga butir-butir penilaian yang tidak mengevaluasi kompetensi yang diharapkan. Pada enam aspek kemampuan lainnya, yaitu (1) menentukan tujuan acara laboratorium, (2) menentukan jenis percobaan, (3) menentukan alat dan materi laboratorium, (4) menentukan rangkaian percobaan dan menggambarkan diagramnya, (5) merencanakan sendiri mekanisme percobaan, dan (6) menyusun Lomba Kompetensi Siswa berbasis inkuiri, sudah memperlihatkan skor yang cukup baik.

Tabel 2.Kemampuan merancang acara laboratorium inkuiri
No
Aspek Kemampuan yang Diskor
Skor  Rancangan
g
gn
(%)
t
I
II
1

2

3

4
5
6
7
Menentukan tujuan penyelenggaraan acara laboratorium bagi siswa
Mengidentifikasi jenis-jenis percobaan, dasar teorinya, dan menentukan jenis percob yang sesuai dengan tujuan
Menentukan alat dan materi lab sesuai spesifikasi yang dibutuhkan
Menentukan rangkaian percob dan diagramnya
Merencanakan mekanisme percobaan
Menyusun petunjuk acara lab berbentuk Lomba Kompetensi Siswa inkuiri
Merancang alat penilaian acara laboratorium
71

60

71

76
60
81
47
88

75

82

84
71
85
71
17

15

11

8
11
4
24
58

39

38

35
28
19
45
9*)

14*)

10*)

4*)
10*)
4*)
22*)
Rata-rata keseluruhan
Simpangan baku
66
8
79
7
13
4
39
11
21*)
*) signifikan pada α < 0,01

Secara keseluruhan, pada rancangan pertama yang disusun sehabis mahasiswa mengerjakan pola percobaan fisika berbasis inkuiri, skor rata-rata kelasnya sudah cukup baik, yaitu sekitar 66. Hasil tersebut menjadi indikator bahwa dua pola percobaan inkuiri yang telah dikerjakannya sanggup membekali kemampuan mahasiswa dalam merancang acara laboratorium inkuiri. Interpretasi itu didukung oleh pendapat sebagian besar mahasiswa yang menyatakan bahwa pengalaman mengerjakan pola sangat membantu dalam proses pembuatan rancangan.

Pada rancangan kedua, skor rata-rata kelas meningkat secara signifikan pada taraf signifikansi α < 0,01 dengan gain ternormalisasi sebesar 39% yang termasuk dalam kategori sedang (Savinainen & Scott, 2002). Peningkatan itu memperlihatkan bahwa penerapan perkuliahan yang dirancang pada penelitian ini sanggup meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam merancang acara laboratorium fisika berbasis inkuiri.

Informasi lain memperlihatkan bahwa pada awal perkuliahan semua mahasiswa menyatakan belum pernah mengerjakan acara laboratorium inkuiri, dan sebagian besar (sekitar 80%) mahasiswa menyatakan tertarik untuk mempelajari acara laboratorium inkuiri sehabis acara itu diperkenalkan kepada mereka pada tahap pemodelan. Dengan demikian, duduk kasus yang harus terus dipikirkan dari tahun ke tahun pada setiap penerapan perkuliahan ini ialah bagaimana memperbarui pola acara laboratorium inkuiri yang akan diperkenalkan pada tahap pemodelan supaya mahasiswa merasa terlibat dalam acara inkuiri ilmiah, sehingga mereka sanggup mencicipi sendiri keunggulan dari acara laboratorium itu. Selain itu, duduk kasus yang harus ditindaklanjuti ialah bagaimana memperkenalkan acara laboratorium inkuiri sedini mungkin.

Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan merancang acara laboratorium inkuiri diperoleh mahasiswa semenjak tahap pemodelan. Pada tahap pemodelan mahasiswa berkesempatan mengerjakan dua pola percobaan inkuiri, dilanjutkan pada tahap perancangan mahasiswa berkesempatan untuk merancang dua acara laboratorium inkuiri dan mengujicobanya sendiri.

Dalam proses pembuatan rancangan acara laboratorium inkuiri, sebagian besar (sekitar 85%) mahasiswa melakukannya dengan cara mencari jenis percobaan terlebih dahulu, kemudian menyesuaikannya dengan tujuan atau kompetensi yang tercantum pada kurikulum. Sebagian kecil (sekitar 15%) mahasiswa mengawali acara merancang dengan mempelajari kompetensi yang diharapkan dicapai siswa, dilanjutkan dengan mengidentifikasi jenis percobaan untuk mencapai kompetensi itu. Pola yang disebutkan terakhir itu, lebih menuntut mahasiswa untuk berpikir kreatif dalam mempertanyakan dan mencari jenis percobaan yang paling sesuai serta menentukan spesifikasi peralatan yang dibutuhkan. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa mahasiswa yang bekerja dengan pola kedua itu umumnya mempunyai kebiasaan bertanya dalam setiap kesempatan berdiskusi

Untuk mengubah kebiasaan berpikir dengan pola pertama menjadi pola kedua diharapkan latihan. Oleh alasannya itu, hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menciptakan jadwal lanjutan yang sanggup memotivasi mahasiswa untuk menerapkan atau berbagi kemampuan merancang acara laboratorium inkuiri yang telah diperolehnya dari perkuliahan ini.

Keseluruhan pembahasan tadi juga memperlihatkan bahwa pengembangan kemampuan mahasiswa calon guru dalam merancang acara laboratorium inkuiri sesuai dengan empat kriteria pemilihan keterampilan yang dikemukakan oleh Reif dan St. John (Lippmann, 2003). Pertama, kemampuan merancang dan melaksanakan acara laboratorium inkuiri mempunyai kegunaan di masa datang, menyerupai pada dikala pembuatan skripsi, PPL, dan kelak ketika menjadi guru. Kedua, kemampuan berinkuiri ilmiah biasa dilakukan oleh ilmuwan. Ketiga, pada awalnya sebagian besar mahasiswa belum mempunyai kemampuan itu. Keempat, kemampuan merancang dan melaksanakan acara laboratorium inkuiri lebih sempurna bila dibelajarkan dalam konteks laboratorium.

4.  Penutup
Berdasarkan pembahasan tadi sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut. Penyelenggaraan model (contoh) percobaan telah memperlihatkan pengalaman eksklusif perihal acara laboratorium fisika berbasis inkuiri bagi mahasiswa calon guru, sehingga pemahaman mereka perihal hal itu sanggup meningkat. Pengalaman eksklusif itu juga mensugesti kemampuan mahasiswa dalam berlatih merancang acara laboratorium inkuiri. Desain perkuliahan yang diterapkan pada penelitian ini sanggup meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam (1) menentukan tujuan penyelenggaraan acara laboratorium yang dirancangnya, (2) menentukan jenis percobaan yang sesuai dengan tujuan, (3) menentukan alat-alat dan bahan-bahan laboratorium sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, (4) menentukan rangkaian percobaan dan menggambarkan diagramnya, (5) merencanakan sendiri mekanisme percobaan, (6) menyusun lembar acara siswa (LKS) berbasis inkuiri, dan (7) merancang penilaian acara laboratorium. Penguasaan ketujuh aspek kemampuan itu, dibutuhkan dalam merancang dan melaksanakan acara laboratorium inkuiri. Dengan demikian, sanggup dinyatakan bahwa penerapan perkuliahan Laboratorium Fisika Pendidikan yang didesain terdiri dari tiga tahap, yaitu pemodelan, perancangan, dan implementasi, pada penelitian ini sanggup meningkatkan kemampuan mahasiswa calon guru dalam merancang acara laboratorium fisika berbasis inkuiri.

Untuk lebih mendukung upaya membekali mahasiswa dengan kemampuan merancang dan melaksanakan acara laboratorium fisika berbasis inkuiri, maka disarankan acara laboratorium tersebut mulai diperkenalkan kepada mahasiswa pada perkuliahan Fisika Dasar yang diselenggarakan pada tahun pertama dan ditindaklanjuti pada mata kuliah lain yang terkait menyerupai pada mata kuliah Praktik Pengalaman Lapangan dan Skripsi.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New York: Prentice-Hall, Inc.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. (1995). Evaluasi Efektivitas Pengadaan Alat IPA. Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Heuvelen, A.A. (2001). “Millikan Lecture 1999: The Workplace, Student Minds, and Physics Learning Systems.” Am. J. Phys. 69(11), 1139-1146.
Jurusan Fisika. (2000). Kurikulum Program Studi Pendidikan Fisika. Semarang: Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang
Lawson, A.E. (1995). Science Teaching and the Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.
Lazarowitz, R. & P. Tamir. (1994). “Research on Using Laboratory Instruction in Science.” Handbook of Research on Science Teaching and Learning. Edited by: D. L. Gabel. New York: Macmillan Publishing Company.
Lippmann, R.F. (2003). Students' Understanding of Measurement and Uncertainty in the Physics Laboratory: Social construction, underlying concepts, and quantitative analysis. Maryland: Department of Physics, University of Maryland.  Tersedia: http://www.physics.umd.edu/ perg/dissertation/lippmann. html [25 September 2003].
McDermott, L.C., P.S. Shafer, and M.L. Rosenquist. (1996a). Physics by Inquiry. Volume I. New York: John Wiley & Sons, Inc.
McDermott, L.C., P.S. Shafer, and M.L. Rosenquist. (1996b). Physics by Inquiry. Volume II. New York: John Wiley & Sons, Inc.
McDermott, L.C., P.S. Shafer and C.P. Constantinou. (2000). “Preparing teachers to teach physics and physical science by inquiry.” Phys. Educ. 35(6), 411-416.
Nur, M. (2004.) “Penerapan Ide-ide Inovatif Pendidikan MIPA dalam Seting Penelitian.” Makalah dipresentasikan pada Seminar Naional 

Ditulis oleh: Wiyanto (Jur. Fisika F.MIPA UNS)


Sumber http://koleksiperpustakaan.blogspot.com