Tuesday, January 16, 2018

√ Perjanjian Giyanti | Sejarah, Latar Belakang, Tokoh, Isi Dan Dampaknya

Perjanjian Giyanti ialah sebuah perjanjian antara pihak Kerajaan Mataram dan VOC dari Belanda mengenai pembagian kekuasaan Kesultanan Mataram. Perundingan Giyanti ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755. Secara umum isi perjanjian Giyanti membagi wilayah Mataram menjadi dua, yaitu wilayah di sebelah timur Sungai Opak yang dikuasai oleh Sunan Pakubuwana III dan wilayah di sebelah barat yang diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi yang sekaligus diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I.














(baca juga perjanjian Renville)


Perjanjian Giyanti


Kali ini akan dibahas mengenai sejarah Perjanjian Giyanti yang melibatkan pihak kerajaan Mataram yang diwakili Pangeran Mangkubumi dan Belanda yang diwakili VOC, mulai dari latar belakang, waktu dan tempat pelaksanaan, tokoh penting yang terlibat, hasil dan isi perjanjian serta imbas yang ditimbulkan.


Latar Belakang Perjanjian Giyanti


Salah satu latar belakang terjadinya perjanjian Giyanti ialah harapan dari Pangeran Mangkubumi untuk melawan pemberontak yang dipimpin Pangeran Sambernyawa yang melaksanakan perlawanan terhadap kerajaan Mataram.


Saat itu Pangeran Sambernyawa melaksanakan pemberontakan sebab adanya intervensi dari Belanda yang diwakili VOC terhadap Kerajaan Mataram, terutama sesudah Sultan Agung wafat. Bahkan pihak VOC yang tetapkan adanya pergantian pemimpin kerajaan Mataram.


Pemberontakan ini dianggap sanggup mengancam kekuasaan Pangeran Mangkubumi. Pada balasannya ia lebih menentukan untuk bernegosiasi dengan VOC untuk menumpas pemberontakan tersebut guna mendapat kekuasaan yang diinginkannya.


Jalannya Perundingan Giyanti


Pada tanggal 22 September 1974, terjadi pertemuan antara Gubernur VOC di Jawa Utara berjulukan Hartingh dengan Pangeran Mangkubumi. Perundingan dilakukan secara tertutup dan dihadiri beberapa orang. Mangkubumi didampingi oleh Pangeran Natakusuma dan Tumenggung Ronggo. Sedangkan Hartingh didampingi oleh Breton, Kapten C. Donkel, dan W. Fockens.


Pertemuan tersebut membahas beberapa hal termasuk mengenai pembagian Mataram. Hartingh menyatakan bahwa mustahil ada dua pemimpin dalam satu kesultanan sehingga ia memperlihatkan Mataram sebelah timur. Namun Mangkubumi menolaknya.














Jalannya pertemuan ini berjalan kurang aman sebab dua belah pihak saling curiga. Hartingh lalu mengusulkan biar Mangkubumi tidak menggunakan gelar sunan dan menentukan kawasan mana saja yang akan dikuasai olehnya. Namun Mangkubumi keberatan melepaskan gelar sunan sebab gelar tersebut sudah diakui oleh rakyatnya.


Pertemuan tersebut sempat dilarang dan diteruskan esok harinya. Baru pada tanggal 23 September 1754 dicapailah kesepakatan. Pangeran Mangkubumi baiklah tidak menggunakan gelar sultan dan mendapat setengah pecahan kesultanan.


Daerah pantai utara Jawa atau kawasan pesisiran yang telah diserahkan pada VOC tetap dikuasai oleh VOC dan setengah pecahan ganti rugi atas penguasaan tersebut akan diberikan kepada Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi juga berhak memperoleh setengah pusaka istana.


Waktu dan Tempat Perjanjian Giyanti


Setelah terjadi kesepahaman antara Pangeran Mangkubumi dan Hartingh, isi kesepakatan disampaikan kepada Pakubuwana III. Pada tanggal 4 November 1754, Pakubuwana III memberikan surat persetujuannya kepada Mossel yang merupakan Gubernur Jenderal VOC.


Perundingan antara Mangkubumi dan Hartingh pada tanggal 22 dan 23 September 1754 melatarbelakangi terjadinya Perjanjian Giyanti. Pada akhirnya, kesepakatan tersebut diresmikan dan ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 di Giyanti.


Perjanjian tersebut secara de facto dan de jure menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang sepenuhnya independen. Nama Giyanti diambil dari lokasi perjanjian tersebut, yaitu di Desa Giyanti yang kini terletak di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, sebelah tenggara Karanganyar di provinsi Jawa Tengah.


Tokoh Perjanjian Giyanti


Ada beberapa tokoh yang terlibat dalam perjanjian Giyanti. Dari pihak Pangeran Mangkubumi, tokoh yang terlibat dalam perundingan ialah Pangeran Natakusuma dan Tumenggung Ronggo.


Sementara dari pihak Hartingh, ia didampingi oleh Breton, Kapten C. Donkel dan W. Fockens. Sementara yang bertindak sebagai juru bahasa ialah pendeta Bastani.














Pada balasannya isi perjanjian disepakati oleh Pakubuwana III dan disampaikan pula kepada Mossel selaku Gubernur Jenderal VOC dikala itu.


Hasil perjanjian Giyanti ditandatangani oleh N. Hartingh, W. van Ossenberch, J. J. Steenmulder, C. Donkel dan W. Fockens dari pihak VOC.


Naskah Hasil Perjanjian Giyanti


Perjanjian Giyanti ialah sebuah perjanjian antara pihak Kerajaan Mataram dan VOC dari Bel √ Perjanjian Giyanti | Sejarah, Latar Belakang, Tokoh, Isi dan Dampaknya


Isi Perjanjian Giyanti


Ada beberapa poin hasil perjanjian Giyanti antara lain ialah sebagai berikut :


Pasal 1


Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah di atas separo dari Kesultanan Mataram yang diberikan kepada dia dengan hak bebuyutan pada pewarisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.


Pasal 2


Akan senantiasa diusahakan adanya kolaborasi antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.


Pasal 3


Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melaksanakan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. Pepatih Dalem ialah pemegang kekuasaan administrator sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur.


Pasal 4


Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapat persetujuan dari VOC.


Pasal 5


Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.


Pasal 6


Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.


Pasal 7


Sri Sultan akan memberi pemberian kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jikalau diperlukan.


Pasal 8


Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan masakan dengan harga tertentu kepada VOC.


Pasal 9


Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749.


Dampak Perjanjian Giyanti


Dampak perjanjian Giyanti ternyata belum sanggup mengakhiri kerusuhan yang terjadi dikala itu. Salah satu alasannya sebab pihak Pangeran Sambernyawa tidak dilibatkan dalam perundingan. Padahal Pangeran Sambernyawa menjadi tentangan dari Pangeran Mangkubumi dalam memperebutkan kekuasaan Mataram.


Pangeran Sambernyawa pun menganggap bahwa diadakannya perjanjian Giyantii ialah persengkokolan antara pihak Mangkubumi dan VOC untuk menyingkirkan pihaknya. Kerusuhan dan pemberontakan pun banyak terjadi meski balasannya berhasil ditumpas habis.


Nah demikianlah serba serbi tumpuan sejarah Perjanjian Giyanti mulai dari latar belakang, waktu dan tempat pelaksanaan, pihak dan tokoh yang terlibat, isi dan hasil perundingan serta imbas yang ditimbulkan dari perundingan ini. Sekian tumpuan sejarah kali ini.















Sumber https://www.zonareferensi.com