Tuesday, January 16, 2018

√ Makalah Adzan Dan Iqomah




ADZAN DAN IQOMAH

MAKALAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Fiqih 1

Dosen Pembimbing :Abdul Halim, MA


Kelompok 7:
1.     Alfina Aghniyah Fitri
2.     Dika Ayu Rahmawati
3.     Faiqotin Nafi’ah

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL FATTAH
SEMESTER II
April/2016



Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa lantaran dengan rahmat dan petunjuk-Nya kami sanggup menuntaskan Makalah Fiqih 1 “ADZAN DAN IQOMAH”
Makalah ini disusun berdasarkan kiprah yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Fiqih 1 untuk menambah wawasan penulis. Makalah ini disusun dengan keinginan sanggup bermanfaat bagi semua kalangan dan terutama bagi penulis sendiri. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami haturkan kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini, antara lain:
1.      Tuhan Yang Maha Esa, lantaran dengan rahmat-Nya kami sanggup menuntaskan makalah ini dengan lancar dan tanpa gangguan.
2.      Abdul Halim, MA. selaku Dosen mata kuliah Fiqih 1, yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
3.      Keluarga yang senantiasa mendukung kami.
4.      Teman-teman yang telah membantu kami dalam menuntaskan makalah.
5.      Semua pihak yang telah terlibat yang tak sanggup kami sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari makalah ini masih banyak mempunyai kekurangan. Untuk itu, kami mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak semoga kedepannya kami lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah



Sekaran, 09 April 2016



   Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN SAMPUL DALAM.........................................................................    i
KATA PENGANTAR..........................................................................................   ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHUAN............................................................................................ 1
1.1  Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2  Rumusan Malasah........................................................................................ 1
1.3  Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
2.1  Pengertian Adzan dan Iqomah.................................................................... 2
2.2  Bacaan Adzan dan Iqomah.......................................................................... 3
2.3  Menjawab Adzan dan Iqomah..................................................................... 5
2.4  Doa Setelah Adzan dan Iqomah.................................................................. 7
2.5  Sunnah-sunnah Adzan................................................................................. 8
2.6  Keutamaan Adzan dan Iqomah................................................................. 11
2.7  Permulaan Disyari’atkan Adzan dan Iqomah............................................ 12
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 15
3.1  Kesimpulan................................................................................................ 15
3.2  Saran.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di dalam Islam, shalat merupakan ibadah yang penting dan telah ditetapkan waktu pelaksanaannya. Allah berfirman, artinya : Selanjutnya, apabila kau telah  menyelesaikan shalat(mu) ingatlah Allah ketika kau berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudia, apa bila kau telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasan). Sungguh itu yaitu kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An Nisa` : 103).
Untuk mengetahui waktu shalat, Allah telah mensyariatkan adzan sebagai tanda masuk waktu shalat, berikut tata cara adzan dan aturan Islam berkenaan dengan adzan tersebut. Yang semuai ini, sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin. Adzan dan Iqamah merupakan di antara amalan yang utama di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :“Imam sebagai penjamin dan muadzin (orang yang adzan) sebagai yang diberi amanah, maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan untuk para muadzin.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Adzan dan Iqomah
2.      Bagaimana Bacaan Adzan dan Iqomah
3.      Bagaimana Menjawab Adzan dan Iqomah
4.      Bagaimana Doa setelah Adzan dan Iqomah
5.      Bagaimana Sunah-sunah Adzan
6.      Bagaimana Keutamaan Adzan dan Iqomah
7.      Bagaimana Permulaan Disyari’atkan Adzan dan Iqomah
1.3  Tujuan
1.      Menjelaskan Pengertian Adzan dan Iqomah
2.      Menjelaskan Bacaan Adzan dan Iqomah
3.      Menjelaskan Menjawab Adzan dan Iqomah
4.      Menjelaskan Doa setelah Adzan dan Iqomah
5.      Menjelaskan Sunah-sunah Adzan
6.      Menjelaskan Keutamaan Adzan dan Iqomah
7.      Menjelaskan Permulaan Disyari’atkan Adzan dan Iqomah

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Adzan Dan Iqomah
Adzan secara etimologi bermakna Al-I’lam, yaitu pengumuman, pemberitahuan atau pemakluman. Secara terminologi bermakna pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan lafadz khusus (seperti yang sering kita dengar).
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 3 yang berbunyi :

Dan (inilah) suatu permakluman dari pada Allah dan Rasul-Nya kepada umat insan pada hari haji akbar, bahwa bahwasanya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jikalau kau (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu ; dan jikalau kau berpaling, maka ketahuilah bahwa bahwasanya kau tidak sanggup melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia azan yaitu seruan untuk mengajak orang melaksanakan shalat. Adzan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan menyerukan untuk melaksanakan shalat berjamaah.
Firman Allah Swt:

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kau kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jikalau kau mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9)
Adapun berdasarkan syariat, adzan yaitu beribadah kepada Allah dengan pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan dzikir tertentu. Inilah yang dirajihkan Ibnu ˜Utsaimin, sebagaimana pernyataan ia :  Ini lebih tepat dari hanya (sekedar) pengertian bahwa adzan yaitu pemberitahuan masuknya waktu shalat, lantaran adzan itu ikut shalat.
Ibnu Mulaqqin  berkata, “Ulama menyebutkan empat pesan yang tersirat adzan:
1.      Menampakkan syiar Islam
2.      Kalimat tauhid
3.      Pemberitahuan telah masuknya waktu shalat dan pemberitahuan kawasan pelaksanaan shalat.
4.      Ajakan untuk menunaikan shalat berjamaah.” (dinukil dari Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, 1/513 )

Adapun iqamah berdasarkan kaedah bahasa Arab berasal dari kata Aqaama yang bermakna menjadikannya lurus atau menegakkan. Sedangkan berdasarkan istilah syariat, Iqamah yaitu ibadah kepada Allah untuk menegakkan shalat dengan dzikir tertentu. Iqomah dimaksudkan untuk  memberitahukan kepada jamaah supaya siap berdiri untuk melaksanakan shalat.[1]
Adzan dan iqomah mulai disyariatkan pada tahun pertama Hijriyah. Hukum adzan dan iqomah ialah sunnah muakkad berdasarkan akad para ulama mujtahid. Waktu melaksanakan adzan ialah ketika telah masuk waktu shalat dalam rangka memberitahu kepada kaum muslimin bahwa waktu shalat telah tiba dan semoga mereka bersia-siap untuk melaksanakan shalat dengan berjamaah. Adapun waktu iqamah yaitu ketika shalat akan dilaksanakan.
Orang yang mengumandangkan adzan disebut muadzin, dan harus orang pria yang berkewajiban mengumandangkan adzan.

2.2  Disyariatkannya Adzan dan Iqomah
Pada awal terbentuknya, tulang pipa berupa tulang rawan. Selanjutnya, secara sedikit demi sedikit mengalami penulangan atau osifikasi dengan tahapan sebagai berikut

2.3  Bacaan Adzan dan Iqomah
·         Lafadz Adzan
Lafadz adzan yang diajarkan Rasulullah kepada Abu Mahdzurah yaitu sebagai berikut
Allah Maha Besar
2x
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
2x
إِلاَّاللهُ أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ
Aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu Utusan Allah
2x
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Marilah Sholat           
2x
الصَّلاَةِ عَلَى حَيَّ
Marilah menuju kemenangan
2x
عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ
Allah Maha Besar
1x
اَللهُ اَكْبَر اَللهُ اَكْبَر
Tiada Tuhan selain Allah
1x
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله
Adzan yang dikumandangkan pada ketika akan menunaikan ibadah sholat shubuh maka tambahkan lafal النَّوْمِ مِنَ خَيْرٌ اَلصَّلاَةُ ( Assolaatu khairun minan naum) yang artinya “ Sholat itu lebih baik dari pada tidur ” dan dibaca 2x setelah lafadz حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ )[2], hal ini dinyatakan dalam hadits riwayat Abu Daud (500).
·         Lafadz iqomah
Lafal iqamah itu sama dengan Adzan, bedanya kalau Adzan diucapkan masing-masing dua kali, sedangkan iqomah cukup diucapkan sekali saja. Iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan bunyi agak rendah dari pada Adzan.[3]                  
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah,  kecuali Allah
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
Aku bersaksi, bahwa Nabi Muhammad Itu utusan Allah
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Marilah shalat
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
Marilah menuju kemenangan 
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Telah masuk waktu shalat
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
Tiada Tuhan selain Allah
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله

2.4  Menjawab Azdan dan Iqomah
Bagi yang mendengar bunyi adzan, maka sunnah menjawabnya dengan balasan yang sama mirip apa yang kumandangkan muadzin tersebut dalam kalimat adzan dan iqamah, Nabi SAW bersabda:
(اِذَاسَمِعتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوْا مِثْلَ مَايَقُول الْمُؤَذِّنَ(رواه البخارى 586 ومسلم 383
“Apabila kau mendengar adzan, maka ucapkanlah mirip yang diucapkan mu’adzin.” (H.R. al-Bukhari: 586, dan Muslim: 383). 
Diatas merupakan Hadits riwayat al-Bukhari (588), dan Muslim (385), sedangkan hadits berikut ini berdasarkan Muslim.
 وَاِذَا قَالَ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ، قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ، وَاِذَا قَالَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ، قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
“..........dan apabila mu’adzin mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘sh-Shalah”, maka pendengar mengucapkan, “La haula wala quwwata illa billah”, dan apabila mu’adzin mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘l-falah”, maka pendengar mengucapkan, “La haula wala quwwata illa billah”.
Penjelasan :
"Marilah kita didirikan shalat".
"Marilah kita menuju kemenangan".
Maka kita menjawab:
"Tak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pemberian Allah".

Pada adzan subuh, ketika muadzin mengucapkan:
"Shalat itu lebih baik daripada tidur."

Dan kita yang mendengarkannya menjawab:
"Engkau benar, engkau betul! dan saya termasuk diantara orang - orang yang menyaksikan hal itu"

Jawaban iqamah sama mirip balasan terhadap adzan lantaran iqamah merupakan adzan yang diserukan muadzin/muqim, termasuk mengucapkan: الصَّلاَةُ قَامَتِ قَدْ . Adapun hadits Abu Umamah Shudai ibnu ‘Ajlan radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan ketika Bilal radhiyallahu ‘anhu dalam iqamahnya mengatakan: الصَّلاَةُ قَامَتِ قَدْ , Rasulullah saw menjawab: “Semoga Allah menegakkan dan mengekalkannya.”
Jika berjamaah maka yang membacakan Iqomah hanya seorang saja misalnya muadzin, tidak perlu lagi kita Iqomah. Bagaimanapun memperoleh pahala hendaklah kita menyahut, mengikuti atau menjawab apa yang diucapkan dalam Iqomah yang dibacakan oleh muadzin dengan perlahan-lahan.
Penjelasan :
"Marilah kita didirikan shalat".
"Marilah kita menuju kemenangan".
Maka kita menjawab:
"Tak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pemberian Allah".

قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
“Telah masuk waktu shalat”
Maka kita menjawab:
 “Semoga Allah menegakkan shalat itu dan mengekalkannya, dan semoga Allah mengakibatkan saya ini, dari golongan orang-orang yang sebaik-baiknya jago shalat”

2.5  Doa Setelah Adzan dan Iqomah
Ketika Mu’adzin telah selesai mengumandangkan adzan maka disunnahkan untuk membaca do’a mirip hadits berikut ini:
 بْنِ جَابِرِ عَنْ الْمُنْكَدِرِ بْنِ مُحَمَّدِ عَنْ حَمْزَةَ أَبِي بْنُ شُعَيْبُ حَدَّثَنَا قَالَ عَيَّاشٍ بْنُ عَلِيُّ حَدَّثَنَا
الدَّعْوَةِ رَبَّهَذِهِ اللَّهُمَّ النِّدَاءَ يَسْمَعُ حِينَ قَالَ مَنْ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ اللَّهِ عَبْدِ
التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، اَتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ، وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًانِ الَّذِى وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Ayyasy berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Abu Hamzah dari Muhammad Al Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ‘Barangsiapa berdo'a setelah mendengar Adzan: (Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yang tepat ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah jannjikan) '. Maka ia berhak mendapat syafa'atku pada hari kiamat." (HR. Bukhari)
Kemudian doa Setelah Iqomah
اَقَامَهَااللهُ وَاَدَامَهَا مَادَامَتِ السَّمَوَاتُ وَاْلاَرْضُ
“Semoga Allah menegakkan dan mengekalkan shalat selama masih ada langit dan bumi.”
2.6  Sunnah-sunnah Adzan
Sunnah yaitu istilah dalam fiqih yang merujuk kepada suatu aturan dalam mengerjakan sesuatu halyang mana arti dari aturan sunnah yaitu apabila sesuatu itu dikerjakan maka akan mendapat pahala atau dianjurkan untuk dikerjakan lantaran mendapat pahala. Adapun sunnah-sunnah adzan yaitu sebagai berikut: 
1.      Adzan dalam keadaan berdiri dan menghadap kiblat.
Ibnu Al Mundzir berkata: “Para ulama yang saya hafal, (mereka) sepakat, bahwa sunnah beradzan dengan berdiri”. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Bilal dalam hadits Abu Qatadah:
إِنَّالهَقَبَضَأَرْوَاحَكُمْحِينَشَاءَوَرَدَّهَاعَلَيْكُمْحِينَشَاءَيَابِلاَلُقُمْفَأَذِّنْبِالنَّاسِبِالصَّلاَةِ
Sesungguhnya Allah mencabut ruh-ruh kalian kapan (Dia) suka, dan mengembalikannya kapan (Dia) suka. Wahai, Bilal! Bangun dan beradzanlah untuk shalat. [HR Al Bukhari].
Juga disunnahkan menghadap kiblat. Syaikh Al Albani menyatakan: “Telah shahih dalil menghadap kiblat dalam adzan dari malaikat, sebagaimana yang dilihat Abdullah bin Zaid Al Anshari dalam mimpinya”.
2.      Adzan di kawasan yang tinggi, semoga lebih keras terdengar dalam memberikan adzan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits seorang perempuan dari Bani Najjar yang menyatakan:
كَانَبَيْتِيمِنْأَطْوَلِبَيْتٍحَوْلَالْمَسْجِدِوَكَانَبِلاَلٌيُؤَذِّنُعَلَيْهِالْفَجْرَ
Rumahku, dahuku termasuk rumah yang tertinggi di sekitar masjid (nabawi), dan Bilal, dulu beradzan fajar di atas rumah tersebut. [HR Abu Dawud dan dihasankan Al Albani dalam Irwa’ Al Ghalil, hadits no. 229, hlm. 1/246].
3.      Muadzin disunnahkan memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri pada hayya ‘ala ash shalat dan hayya ‘ala al falah (hai’alatain), berdasarkan hadits Abu Juhaifah yang berbunyi:
أَنَّهُرَأَىبِلَالاًيُؤَذِّنُفَجَعَلْتُأَتَتَبَّعُفَاهُهَهُنَاوَهَهُنَابِاْلأَذَانِ
Sesungguhnya Beliau melihat Bilal beradzan, kemudian saya melihat mulutnya disana dan disini mengucapkan adzan. [HR Al Bukhari].
Waktu menyerukan kalimat “ Hayya ‘alash-shalaah,” disunahkan berpaling ke kanan, dan kita menyerukan kalimat ”Hayya ‘alal-falah, “ berpaling ke kiri.
4.      Meletakkan kedua jemari di telinga, sebagaimana hadits Abu Juhaifah dengan lafadz:
Aku melihat Bilal beradzan dan memutar mulutnya ke sana dan ke sini serta kedua jarinya di telinganya. [HR Ahmad dan At Tirmidzi, dan At- Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani menshahihkannya di dalam Irwa’ Al Ghalil, no. 230, hlm. 1/248].
Setelah memberikan hadits ini, Imam At Tirmidzi berkata: “Inilah yang diamalkan para ulama. Mereka mensunnahkan seorang muadzin memasukkan kedua jemarinya ke kedua telinganya dalam adzan. Dan sebagian ulama menyatakan juga, di dalam iqamat memasukkan kedua jemarinya ke kedua telinganya. Demikian ini pendapat Al ‘Auza’i”.
5.      Mengeraskan bunyi dalam adzan, berdasarkan sabda Rasulullah saw.
فَإِنَّهُلاَيَسْمَعُمَدَىصَوْتِالْمُؤَذِّنِجِنٌّوَلاَإِنْسٌوَلاَشَيْءٌإِلاَّشَهِدَلَهُيَوْمَالْقِيَامَةِ
Tidaklah mendengar bunyi muadzin bagi jin dan insan serta (segala) sesuatu, kecuali menawarkan kesaksian untuknya pada hari Kiamat.
(HR Al Bukhari).
6.      Ada dua orang mu’adzin dalam satu masjid untuk adzan Shubuh. Yang seorang adzan sebelum fajar dan seorang lagi sehabis fajar. Dalilnya ialah hadits al-Bukhari (592), dan Muslim (1092):
 اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُواحَتَّى تَشْمَعُواَذَا نَبْنِ اُمِّ مَكْتُوْمٍ 
“Sesungguhnya Bilal adzan pada suatu malam. Maka, makan dan minumlah hingga mendengar adzan dari Abdulah bin Ummi Maktum.” 
7.      Tarassul, yaitu pelan-pelan, dalam arti menciptakan jarak antara satu kalimat adzan dengan kalimat berikutnya ketika adzan. Hendaknya adzan dilakukan dengan pelan-pelan, yaitu dengan cara membisu sebentar setiap antara dua kalimat, dan dalam iqamah hendaknya dilakukan dengan cepat, yaitu dengan menyatukan setiap dua kalimat. Rasulullah saw. berkata kepada Bilal: “Apabila kau adzan, maka pelan-pelanlah, dan apabila kau iqamah cepat-cepatlah.”
8.      Mu’adzin hendaklah orang yang bersuara nyaring, semoga sanggup melunakkan hati pendengar dan membuatnya cenderung memnuhi seruan tersebut. Karena, Nabi SAW bersabda kepada Abdullah bin Zaid RA yang bermimpi mendengar adzan:
 (فَقُمْ مَعَ بِلاَلٍ، فَالْقِ عَلَيْهِمَا رَاَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ، فَاِنَّهُ اَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ (رواه ابوداود 499 وغيره
“Carilah Bilal kemudian sampaikan kepadanya mimpimu itu, biarlah dia yang mengumandangkannya. Karena dia lebih nyaring suaranya daripada kamu.” (H.R. Abu Daud: 499, dan lainnya). 
9.      Bagi yang mendengar adzan disunnatkan membisu dan menggandakan ucapan mu’adzin.  Dalilnya ialah sabda Nabi SAW:
 (اِذَاسَمِعتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوْا مِثْلَ مَايَقُول الْمُؤَذِّنَ(رواه البخارى 586 ومسلم 383
“Apabila kau mendengar adzan, maka ucapkanlah mirip yang diucapkan mu’adzin.” (H.R. al-Bukhari: 586, dan Muslim: 383). 
Tetapi, ketika mendengar hai’alatain, maka ucapkanlah:
 لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
“Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan (pertolongan) Allah jua.” Adapun dalilnya ialah hadits riwaya al-Bukhari (588), dan Muslim (385), sedang lafazh hadits ini berdasarkan Muslim:
10.                      Disunnahkan untuk membaca do’a selesai mengumandangkan adzan.
11.  Membaca doa diantara adzan dan iqamah. Sabda Rasulullah saw. “Dari Anas bin Malik. Ia berkata, “Rasulullah telah berkata, ‘Doa (permintaan) diantara adzan dan iqamah tidak ditolak.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
12.                      Disunahkan semoga insan tidak berdiri sebelum muadzin selesai adzannya, melainkan mereka harus sabar sedikit hingga adzan selesai atau mendekati selesai, lantaran bergerak ketika mendengarkan adzan ibarat setan.[4]

2.7   Keutamaan Adzan dan Iqomah
Keutamaan adzan dan iqomah diantaranya yaitu[5]
1.      Dilindungi dari godaan setan
“jika ada orang di salah satu desa, atau kampung namun mereka tidak mengadakan sholat berjamaah maka setan berkuasa atas mereka. Oleh lantaran itu, hendaklah kalian selalu berjamaah lantaran srigala itu memakan kambing yang jauh”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-nasa’i, dan Al-Hakim)

Setan pergi ketika adzan dikumandangkan.
إِذَانُوْدِيَلِلصَّلاَةِأَدْبَرَالشَّيْطَانُوَلَهُضُرَاطٌ،حَتَّىلاَيَسْمَعَالتَّأْذِيْنَ،فَإِذَاقَضَىالنِّدَاءَأَقْبَلَحَتَّىإِذَاثَوَّبَبِالصَّلاَةِأَدْبَرَ
...Apabila diserukan adzan untuk shalat, syaitan pergi berlalu dalam keadaan ia kentut hingga tidak mendengar adzan. Bila muadzin selesai mengumandangkan adzan, ia tiba hingga ketika diserukan iqamat ia berlalu lagi…” (HR. Al-Bukhari no. 608 dan Muslim no. 1267)

2.      Mendapat pahala yang besar.
Rasulullah saw bersabda “andaikata insan tahu apa yang terdapat pada adzan dan shaf pertama kemudian tidak ada jalan lagi untuk mendapat kecuali memasang undian itu.” (HR. Bukhari)
3.      Para muadzin mempunyai leher yang panjang  di hari selesai zaman yang memperlihatkan akan kemuliannya. Dari Muawiyah bahwa Rasulullah saw bersabda “para muadzin yaitu orang-orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat.”  (HR. Muslim, ahmad dari Barra bin Azzib) 
4.      Setiap pilihan katanya mempunyai pesan yang tersirat dan gampang diucapkan oleh setiap muslim.
5.      Diampuni dosa.
“Muadzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, ucapanya dibenarkan oleh pendengarnya, baik dari kalangan yang lembap atau yang kering dan ia akan mendapat pahala sebanyak orang yang ikut shalat bersamanya” (HR. An-nasa’i, ahmad dan Ibnu Majah dari Muawiyah)
6.       Menyemarakkan syiar Islam.



BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Adzan berdasarkan bahasa yaitu pemberitahuan. Sedangkan berdasarkan syara’ adzan ucapan-ucapan khusus yang menjadi tanda masuknya waktu shalat fardhu, atau pemberitahuan wacana masuknya waktu shalat fardhu dengan lafal-lafal tertentu. Iqamah yaitu memberitahukan kepada jama’ah supaya siap berdiri untuk shalat.

3.2   Saran
Mata kuliah ini sangat penting bagi calon seorang guru, sehingga penulis berharap semoga dosen juga mengarahkan apabila dalam pemaparan isi dan lainnya kami melaksanakan kesalahan. Saran penulis terhadap pembaca yaitu pembeca hendaknya memahami isi makalah ini lantaran materi yang ada di dalamnya sanggup dipakai sebagai materi didik ketika mengajar di SD/MI.


DAFTAR PUSTAKA

Rifa’I, Moh. 2013. Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al zuhaily,Wahbah. 2004. Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama.


[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm. 55
[2] Moh. Rifa’I, Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet. 2013, hlm. 28
[3] Ibid, hlm 30
[4] Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama, 2004, hlm. 62
[5] Hidayat Nur Wahid, Panduan Pintar Sholat, Jakarta : Qultum Media, 2008, hlm. 84


Sumber http://dikaayurahma.blogspot.com