Tuesday, January 30, 2018

√ Laporan Mikrobiologi Umum - Hitungan Cawan



PRELAB
1.      Jelaskan prinsip dari metode hitungan cawan !
Prinsip dari metode hitungan cawan yakni jumlah mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang sanggup dilihat eksklusif dan dihitung dengan mata tanpa memakai mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba (Fardiaz, 1992).

2.      Apakah metode hitungan cawan sanggup menghitung jumlah sel? Menurut anda mengapa demikian? Jelaskan!
Metode hitungan cawan ini sanggup menghitung  jumlah sel, lantaran prinsip dari metode hitungan cawan sendiri yakni menghitung jumlah koloni mikroba yang telah dibiakkan yang sanggup dilakukan tanpa proteksi mikroskop. Dalam metode ini hanya sel yang masih hidup saja yang sanggup dihitung, beberapa jenis mikroba juga sanggup dihitung sekaligus serta sanggup dipakai untuk isolasi dan identifikasi mikroba, lantaran koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu mikroba yang mempunyai penampakan pertumbuhan secara spesifik. Namun hasil perhitungan tidak selalu mengatakan jumlah sel yang sebenarnya, lantaran sel yang berdekatan kemungkinan membentuk koloni (Fardiaz, 1992).

3.      Apakah yang dimaksud dengan metode pour plate dan spread plate pada hitungan cawan? Jelaskan!
a.       Metode pour plate
dilakukan dengan cara menuangkan kultur ke dalam cawan petri bersama dengan media yang sudah disterilkan dan diturunkan suhunya. Metode pour plate ini mempunyai kekurangan yaitu membutuhkan waktu yang usang dan materi yan grelatif banyak tetapi tidak memutuhkan keterampila tinggi
b.      Metode spread plate
dilakukan dengan menyemprotkan suspensi ke atas medium biar kemudian menyebarkannya secara merata dengan trigalski. Dengan ini diperlukan kuman terpisah secara individual, kemudian sanggup tumbuh menjadi koloni tunggal
(Fardiaz, 1992).

DATA HASIL PERCOBAAN

Sampel
Bahan Pangan

Media

Jumlah koloni pada media *)
Pour Plate
Spread Plate
Pengenceran
Jumlah koloni
Pengenceran
Jumlah koloni
Pengenceran
Jumlah koloni
Pengenceran
Jumlah koloni
10-3
10-4
10-5
10-4
10-5
10-6
10-3
10-4
10-5
10-4
10-5
10-6
Kubis
NA
7
8
303
3 x 107 CFU/ml




3
0
263
2,6 x 108 CFU/ml




MRSA
2
0
1
2 x 103 CFU/ml




0
0
0
0 CFU/ml




Ikan
NA
237
480
104
2,4 x 105 CFU/ml




592
138
29
1,4 x 107 CFU/ml





SSA
28
10
1
2,8 x 104 CFU/ml




5
6
16
5,4 x 105 CFU/ml




Bakso
PCA




1164
297
472
3 x 107 CFU/ml




310
152
684
1,5 x 108 CFU/ml
VRBA




0
TBUD
1
1 x 106 CFU/ml




3
37
1
3,7 x 107 CFU/ml


PEMBAHASAN



1.      Tuliskan tahapan dan cara perhitungan anda untuk mendapat jumlah koloni pada masing-masing sampel !



1.1 Analisa prosedur
a.       Sampel kubis
Pada percobaan memakai sampel kubis, pertama menyiapkan alat dan materi antara lain cawan petri yang sudah terisi media NA dan MRSA, 4 tabung reaksi yang sudah berisi pepton 9 ml yang sudah disterilisasi, mikrotip ukuran 1 ml dan 0,1 ml, mikro pipet, spreader, bunsen, korek api dan kubis. Sebelum melaksanakan percobaan hendaknya melaksanakan aseptis diri lingkungan dan alat-alat yang digunakan, untuk mencegah masuknya kontaminan pada sampel. Selanjutnya kubis dipotong dengan ukuran 2 x 2.5 cm. Selanjutnya dimasukkan kedalam pepton steril 25 ml dan diaduk-aduk sampai seluruh penggalan kubis tercelup sempurna, sehingga mikroba yang ada pada kubis sanggup tersebar dalam pepton. Selanjutnya diencerkan sampai pengenceran 10-5 kemudian di vorteks. Selanjutnya tiga pengenceran terakhir ditanam pada media NA dan MRSA dengan metode spread plate dan pour plate, setiap akan ditanam, harus di vorteks terlebih dahulu supaya mikroba sanggup tersebar merata. Dalam sampel ini memakai media NA dan MRSA lantaran media NA digunakan untuk pertumbuhan lebih banyak didominasi dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Sedangkan media MRSA dipakai sanggup menumbuhkan dan mengisolasi jenis Lactobacillus dari seluruh jenis materi dan bersifat diferensial dalam artian suatu jenis mikroba tumbuh dengan pesat, sementara jenis mikroba yang lain terhambat. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 300C. Kemudian dihitung jumlah koloni per ml atau SPC dengan memakai rumus yang sudah ditentukan.

b.      Sampel ikan
Sebelum memulai praktikum hendaknya terlebih dahulu melaksanakan aseptis diri, lingkungan dan alat yang akan dilakukan selama praktikum, untuk mengcegah adanya kontamisi selama praktikum. Pada percobaan memakai sampel ikan ini yakni pertama menyiapkan alat dan bahan. Setelah alat dan materi sudah siap maka langkah selanjutnya yakni batang swap yang sudah disterilisasi dengan pepton dioleskan pada tiga penggalan yang berbeda pada sampel ikan. Selanjutnya dimasukkan kedalam pepton tadi dan digojog serta diperas-peras pada dinding tabung, supaya kuman yang melekat pada swab jatuh pada larutan pepton tersebut. Selanjutnya batang swab dibuang dan tabung yang berisi pepton tadi di vortexs. Selanjutnya diencerkan sampai pengenceran 10-7. Selanjutnya pada tiga pengenceran terakhir ditanam pada media NA dan SSA, sebelum menanam mikroba tersebut dilakukan vorteks terlebih dahulu supaya kuman tercampur merata. Pada percobaan sampel ini dipakai media NA lantaran media ini cocok untuk jenis sampel yang mengandung protein dan bersifat umum. Sedangkan media SSA bersifat selektif dalam artian suatu jenis mikroba tumbuh dengan pesat, sementara jenis mikroba yang lain terhambat dan sanggup mengidentifikasi bakteri Salmonella dan Shigella. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 280C. Selanjutnya dihitung jumlah koloni per ml atau SPC dengan memakai rumus yang sudah ditentukan.

c.       Sampel bakso
Sebelum memulai praktikum hendaknya terlebih dahulu melaksanakan aseptis diri, lingkungan dan alat yang akan dilakukan selama praktikum. Pada percobaan memakai sampel ikan ini yakni pertama menyiapkan alat dan bahan. Setelah alat dan materi siap maka langkah selanjutnya yakni mengambil sampel padat sebanyak 5 gram dengan pisau atau alat yang memudahkan. Selanjutnya dilarutkan pada 45 ml pepton dan kemudian dimasukkan plastik. Selanjutnya sampel distomacher supaya sanggup hancur. Selanjutnya sampel yang sudah hancur diambil 1 ml, untuk memudahkan pengambilan maka mikrotip dipotong miring. Selanjutnya diencerkan sampai pengenceran 10-5. Selanjutnya di platting dengan media PCA dan VRBA, setiap akan ditanam harus di vorteks terlebih dahulu supaya mikroba sanggup menyebar. Pada percobaan ini dilakukan dengan media PCA lantaran PCA dipakai sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan inokulasi di atas permukaan dan bersifat umum sehingga semua mikroba sanggup tumbuh. Media VRBA dipakai lantaran media VRBA bersifat selektif hanya kuman tertentu saja yang sanggup tumbuh. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 280C. Selanjutnya dihitung jumlah koloni per ml atau SPC dengan memakai rumus yang sudah ditentukan.

1.2  Cara perhitungan
a.       Sampel kubis
1.      Media NA pada metode pour plate
SPC =  1/ faktor pengencer x Jumlah koloni
= 1/10-5 x 303
= 3,03 x 107 CFU per ml
= 3 x 107 CFU per ml
2.      Media MRSA pada metode pour plate
SPC =  1/ faktor pengencer x Jumlah koloni
1/10-3 x 2
= 2 x 103 CFU per ml
3.      Media NA pada Spread plate
SPC =  1/ faktor pengencer x Jumlah koloni x 10
1/10-5 x 263 x 10
= 2,63 x 108 CFU per ml
= 2,6 x 108 CFU per ml
4.      Media MRSA pada spread plate
SPC =  1/ faktor pengencer x Jumlah koloni x 10
= 0 CFU per ml

b.      Sampel ikan
1.      Media NA pada metode pour plate
SPC  = 2,37 x 105 CFU per ml
  = 2,4 x 105 CFU per ml
2.       Media SSA pada metode pour plate
SPC = 2,8 x 104 CFU per ml
3.      Media NA pada metode spread plate
SPC = 1,38 x 107 CFU per ml
= 1,4 x 107 CFU per ml
4.      Media SSA pada metode spread plate
SPC = 5,4 x 105 CFU per ml

c.       Sampel bakso
1.      Media PCA pada metode pour plate
SPC = 2,97 x 107 CFU per ml
= 3 x 107 CFU per ml
2.      Media VRBA pada metode pour plate
SPC = 1 x 106 CFU per ml

3.      Media PCA pada metode spread plate
SPC = 1,52 x 108 CFU per ml
        = 1,5 x 108 CFU per ml
4.      Media VRBA pada metode spread plate
SPC = 3,7 x 107 CFU per ml
Pada data hasil percobaan diatas, menurut literatur semakin tinggi pengenceran maka jumlah koloni semakin sedikit. Namun pada percobaan ini jumlah koloni tiap pengenceran bervariasi dan lebih banyak didominasi menyimpang dari literatur. Kesalahan dalam praktkum kali ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada sampel yang memakai metode pour plate yang sanggup tumbuh yakni jenis kuman anaerob, sedangkan pada mtode spread plate, yang sanggup tumbuh yakni jenis kuman aerob. Setiap media yang dipakai mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada jenis sampel yang digunakan. Media NA dan PCA merupakan media yang bersifat umum sehingga sanggup menumbuhkan semua jenis mikroba yang ada pada sampel contohnya Staphylococcus aureus yang tumbuh pada media PCA dan E.c0l1. Media MRSA merupakan media yang dipakai pada sampel kubis dan bersifat selektif diferensial dalam artian hanya kuman tertentu yang sanggup tumbuh menyerupai kuman asam laktat dan kuman jenis Lactobacillus. Media SSA dipakai dalam sampel ikan lantaran media ini cocok untuk jenis sampel protein, bersifat selektif diferensial sehingga hanya menumbuhkan kuman jenis salmonella dan shigella yang ada protein. Selanjutnya media VRBA yakni media yang dipakai dalam sampel bakso yang bersifat selektif diferensial dalam artian hanya kuman tertentu yang sanggup tumbuh dalam media ini, menyerupai kuman E.c0l1 (Entis, 2005).


2. Bahaslah hasil yang anda peroleh pada masing-masing media untuk satu jenis sampel materi pangan !



Dari data hasil pengamatan yang diperoleh, sanggup diketahui bahwa dalam sampel kubis dengan metode pour plate dan media NA pada pengenceran 10-3 terdapat 7 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 8 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 303 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 3 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidak sesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Dengan metode pour plate kuman yang tumbuh yakni jenis kuman anerob, lantaran media NA bersifat umum maka semua kuman an aerob yang ada pada sampel yapat tumbuh, menyerupai kuman asam laktat dan E.c0l1 (Entis, 2005). Pada media MRSA pada pengenceran 10-3 terdapat 2 koloni, pada pengenceran 10-4 tidak terdapat koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 2 x 103 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Dengan metode pour plate yang tumbuh yakni kuman anaerob, lantaran media MRSA bersifat diferensial maka hanya kuman tertentu yang sanggup tumbuh menyerupai kuman asam laktat (Entis, 2005). Selanjutnya dengan metode spread plate dan media NA pada pengenceran 10-3 terdapat 3 koloni, pada pengenceran 10-4 tidak terdapat koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 263 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 2,6 x 108 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada media NA dengan metode spread plate, lantaran media NA bersifat umum jadi semua koloni kuman yang tumbuh yakni koloni kuman aerob (Entis, 2005). Pada media MRSA dengan metode spread plate pada pengenceran 10-3,10-4 dan pada pengenceran 10-5 tidak terdapat koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 0 CFU per ml. Makara pada media ini tidak terdapat jenis kuman aerob.
Pada sampel ikan dengan media NA dan metode pour plate diperoleh data pada pengenceran 10-3 terdapat 237 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 480 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 104 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 2,4 x 105 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada media NA dengan metode pour plate ini yang tumbuh yakni kuman anarob seperti Clostridium botulinum dan kuman asam laktat lantaran media NA bersifat umum maka semua jenis kuman anaerob yang ada pada sampel daging ikan sanggup tumbuh (Entis, 2005).  Pada sampel ikan dengan media SSA dan metode pour plate diperoleh data pada pengenceran 10-3 terdapat 28 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 10 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 2,4 x 105 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga sudah sesuai dengan literatur. Pada sampel ikan dengan media SSA dan metode pour plate yang sanggup tumbuh yakni kuman anaerob, lantaran media SSA bersifat diferensial maka yang sanggup tumbuh yakni kuman jenis salmonella dan shigella (Entis, 2005). Selanjutnya pada media NA dengan metode spread plate pada pengenceran 10-3 terdapat 592 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 138 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 29 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1,4 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga sudah sesuai dengan literatur. Pada sampel ikan dengan media NA dan metode spread plate yang sanggup tumbuh yakni kuman aerob, lantaran media NA bersifat umum maka semua jenis kuman aerob yang ada pada sampel sanggup hidup. Pada sampel ikan dengan media SSA dan metode pour plate yang sanggup tumbuh yakni kuman anaerob, lantaran media SSA bersifat diferensial maka yang sanggup tumbuh yakni kuman jenis salmonella dan shigella (Entis, 2005). Selanjutnya pada media NA dengan metode spread plate pada pengenceran 10-3 terdapat 592 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 138 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 29 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1,4 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada sampel ikan dengan media SSA dan metode spread plate yang sanggup tumbuh yakni kuman aerob, lantaran media SSA bersifat diferensial maka yang sanggup tumbuh yakni kuman jenis salmonella dan shigella (Entis, 2005).
Selanjutnya pada sampel bakso, dengan media PCA dan metode pour plate sanggup diketahui dengan pengenceran 10-4 terdapat 1164 koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat 297 koloni dan pada pengenceran 10-6 terdapat 472 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 3 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang sanggup tumbuh yakni kuman anaerob, lantaran PCA bersifat umum maka semua jenis kuman anaerob yang ada pada sampel sanggup hidup, menyerupai kuman jenis Salmonella. Pada media VRBA dengan metode pour plate sanggup diketahui dengan pengenceran 10-4 tidak terdapat koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat TBUD koloni dan pada pengenceran 10-6 terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1 x 106 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang sanggup tumbuh yakni kuman anaerob, lantaran media VRBA bersifat selektif maka yang sanggup tumbuh hanya bakteri E.c0l1. Selanjutnya pada metode spread plate dengan media PCA pada pengenceran 10-4 terdapat 310 koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat 152 koloni dan pada pengenceran 10-6 terdapat 184 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1,5 x 108 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang sanggup tumbuh yakni kuman aerob, lantaran PCA bersifat umum maka semua kuman aerob yang ada pada sampel sanggup hidup, menyerupai Staphylococcus aureus (Entis, 2005). Pada metode spread plate dengan media VRBA pada pengenceran 10-4 terdapat 3 koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat 37 koloni dan pada pengenceran 10-6 terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 3,7 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni kuman (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan lantaran terjadinya human error dan kurang aseptis dikala melaksanakan praktikum sehingga kuman kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang sanggup tumbuh yakni kuman aerob, lantaran media VRBA bersifat selektif maka hanya kuman tertentu, contohnya bakteri E.c0l1 (Entis, 2005).

KESIMPULAN


Prinsip dari metode hitungan cawan ini yakni menghitung jumlah koloni mikroba yang tumbuh dan membentuk suatu koloni pada media biar tertentu tanpa bantuan mikroskop. Dimana metode yang dipakai yakni metode spread plate dan pour plate. Sedangkan untuk perhitungan metode hitungan cawan ini sanggup memakai hukum SPC, dimana jumlah koloni yang dihitung yakni antara 30-300 jumlah koloni. Apabila jumlah koloni lebih dari 300, maka jumlah koloni mikroba sanggup ditulis dengan TNTC (Too Numerous to Count) lantaran dianggap terlalu banyak untuk dihitung, namun apabila diketahui nilainya maka dihitung yang paling mendekati 300. Apabila jumlah koloni kurang dari 30, maka yang diambil untuk perhitungan yakni jumlah koloni yang mendekati 30.
Pada data hasil praktikum yang telah dilakukan sanggup disimpulkan bahwa dengan metode spread plate koloni terbanyak terdapat pada sampel kubis dengan media NA yaitu 2,6 x 108 CFU/ml, kemudian diikuti sampel bakso dengan nilai 1,5 x 108 CFU/ml untuk media PCA dan 3,7 x 107 CFU/ml untuk media VRBA kemudian diikuti sampel ikan dengan media NA yaitu 1,4 x 107 CFU/ml dan yang terendah terdapat pada sampel ikan dengan nilai 5,4 x 105 CFU/ml. Selanjutnya dengan metode pour plate jumlah koloni terbanyak terdapat pada sampel kubis dengan media NA dan sampel bakso dengan media PCA yaitu 3 x 107 CFU/ml, Kemudian diikuti oleh sampel bakso dengan media VRBA yaitu 1 x 106 CFU/ml kemudian diikuti dengan sampel ikan dengan media NA yatu 2,4 x 105 CFU/ml dan pada media SSA yaitu 2,8 x 104 CFU/ml dan yang paling rendah yakni pada sampel kubis dengan media MRSA yaitu 2 x 103 CFU/ml. sehingga sanggup disimpulkan bahwa kuman aerob lebih banyak tumbuh daripada kuman anaerob.


PEMBAHASAN


1.      Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari metode pour plate dan spread plate. Kapan kita dapat memakai metode tersebut? Jelaskan alasan anda!
a.       Metode pour plate dipakai ketika ingin menumbuhkan kuman anaerob, lantaran media dituang sesudah kultur sehingga menjadikan kondisi anaerob pada cawan.
Kelebihan:
·         Mudah dilakukan
·         Koloni tersebar merata pada media
Kekurangan:
·         Butuh kehati-hatian dalam menuang ke media
·         Kontaminasi sulit dibedakan
·         Koloni yang berbeda saling bertumpuk
b.      Metode spread plate dipakai digunakan ketika ingin menumbuhkan bakteriaerob, lantaran media sudah ada terlebih dahulu pada cawan kemudian dituangi kultur sehingga menjadikan kondisi aerob oada cawan.
Kelebihan:
·         Koloni tersebar merata oada permukaan media
·         Kontaminan gampang dibedakan
Kekurangan:
·         Harus dilakukan dengan hati-hati
·         Hanya sanggup menumbuhkan kuman aerob
(Fardiaz, 1992).

2.      Apa kelebihan perhitungan mikroba dengan metode hitungan cawan dibanding metode enumerasi langsung?
a.       Dapat menghitung sel atau koloni yang masih hidup yang dihitung
b.      Beberapa jenis mikroba sanggup dihitung sekaligus
c.       Tidak perlu proteksi mikroskop untuk menghitung mikroba
d.      Ketelitian tinggi apabila dilakukan dengan benar
e.       Dapat dipakai untuk isolasi dan identifikasi mikroba
(Fardiaz, 1992).

3.      Mengapa yang dipakai dalam hukum SPC hanya koloni yang berjumlah 30-300 saja?
Karena bila jumlah koloni terlalu banyak maka beberapa sel akan membentuk koloni yang sanggup menjadikan ketidak akuratan lantaran sel saling bertumpuk dan memperbesar terjadinya ketidak akuratan. Apabila koloni terlalu sedikit maka nantinya secara statistik jumlah mikroba yang dihasilkan rendah. Secara statistik yang paling baik yakni kisaran jumlah koloni 30-300. Selain itu bila terdapat koloni kurang dari 30 artinya penceran terlalu tinggi, bila terdapat koloni lebih dari 300 artinya pengenceran terlalu rendah.
(Bettelheim, 2005).

4.      Apakah yang dimaksud dengan ”TNTC atau TBUD” pada pengamatan hitungan cawan? Dan mengapa hal tersebut sanggup terjadi? Jelaskan!
TNTC yakni akronim dari Too Numerous To Count dan TBUD yakni akronim dari  Terlalu Banyak Untuk Dihitung. Maksudnya yakni jumlah koloni yang dihitung terlalu banyak, melebihi 300 koloni sehingga sulit untuk dihitung. TNTC atau TBUD terjadi lantaran penceran yang dilakukan rendah, sehingga menjadikan jumlah koloni sangat banyak dan bertumpuk sehingga kesulitan untuk dihitung (Bettelheim, 2005).

5.      Berikut ini data hasil plating dari sampel kefir de carrota pada media MRSA. Hitung jumlah koloni menurut metode SPC!

Sampel Ke-
Jumlah koloni Pada Pengenceran
10-4
10-5
10-6
1
TBUD
305
89
2
TBUD
248
82
3
189
52
21
4
TBUD
TBUD
23
5
18
7
0

Hitung berapa jumlah koloni per mL nya menurut hukum SPC. Tuliskan tahapan penghitungan anda!

1.      Pengenceran yang diambil yakni pengenceran 10-6 lantaran pada pengenceran tersebut menghasilkan jumlah koloni kisaran 30-300
Jumlah koloni per ml = 8,9 x 107 CFU per ml

2.      Karena pada dua pengenceran tersebut diperoleh jumlah koloni kisaran 30-300 maka memakai rumus. Apabila hasilnya kurang dari 2 maka diambil rata-rata. Apabila hasilnya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah.
Jadi, Jumlah koloni per ml = 2,48 x 107 CFU per ml 
                                        = 2,5 x 107 CFU per ml


3.      Karena pada dua pengenceran tersebut diperoleh jumlah koloni kisaran 30-300 maka memakai rumus. Apabila hasilnya kurang dari 2 maka diambil rata-rata. Apabila hasilnya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah.
Jadi, Jumlah koloni per ml = 1,89 x 106 CFU per ml 
                                        = 1,9 x 106 CFU per ml


4.      Karena jumlah koloni kurang dari kisaran 30 dan ada yang TBUD maka yang diambil yakni yang mendekati 30.
Jumlah koloni per ml = 2,3 x 107 CFU per ml

5.      Karena jumlah koloni kurang dari kisaran 30 maka yang diambil yakni yang mendekati 30.
Jumlah koloni per ml = 1,8 x 105 CFU per ml


(Saparianti, 2014).

6.      Mengapa pada analisis hitungan cawan satuan yang dipakai CFU/ml bukan sel per ml? Jelaskan alasan anda!
Karena yang dihitung yakni dalam bentuk koloni bukan sel. CFU sendiri yakni akronim dari Coloni Forming Unit yang artinya unit koloni yang terbentuk. Pada metode hitungan cawan ini juga tidak mungkin untuk menghitung sel lantaran metode ini dilakukan dengan mata telanjang atau tanpa proteksi mikroskop sehingga yang tampak yakni berupa koloni. Makara yang dihitung setiap 1 ml yakni jumlah koloni mikroba.
(Saparianti, 2014).

7.      Bagaimana preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni pada permukaan agar?
a.       Perparasi suspensi sampel dilakukan pada media steril
b.      Suspensi pada sampel diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu, dengan tujuan supaya mikroba sanggup dihitung dengan baik
c.       Tiga pengenceran terakhir ditanam pada cawan dengam metode dan media yang telah ditentukan
d.      Jika dilakukan dengan metode spread plate, dipakai mikrotip 0,1 ml.
Jika dilakukan dengan metode pour plate , dipakai mikrotip 1 ml
e.       Diinkubasi pada suhu dan waktu yang sudah ditentukan
f.       Dihitung jumlah koloninya
(Saparianti, 2014).

8.      Bagaimana preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni total/keseluruhan pada sampel masakan padat?
Preparasi untuk sampel padat antara lain:
a.       Sampel padat diambil secara aseptis sebanyak 5 gram
b.      Dilarutkan pada pepton 45 ml kemudian di masukkan plastik
c.       Dihancurkan dengan stomacher
d.      Diambil 1 ml dengan mikrotip yang sudah dipotong miring untuk memudahkan pengambilan sampel
e.       Diencerkan sampai 10-5 dengan 4 tabung
f.       Di platting, ditanam pada media yang sudah di preparasi sebelumnya
g.      Diinkubasi selama 2 hari dengan suhu 280C
(Saparianti, 2014).


9.      Faktor-faktor apa saja yang sanggup menghipnotis hasil penghitungan koloni pada metode hitungan cawan, sampai diperoleh hasil TNTC/TBUD atau koloni tidak muncul?
Faktor yang menghipnotis hasil penghitungan koloni pada metode hitungan cawan, sampai diperoleh hasil TNTC/TBUD atau koloni tidak muncul antara lain:
     a.       Tingkat pengenceran terlalu tinggi sehingga menjadikan koloni tidak muncul
    b.      Tingkat pengenceran terlalu rendah sehingga koloni yang muncul terlalu banyak (> 300) sehingga tidak sanggup dihitung
     c.       Ketidaksesuaian media yang digunakan
     d.      Adanya kontaminasi. Kontaminasi sanggup disebabkan lantaran alat yang digunakan, lingkungan dan diri yang tidak aseptis
     e.       Kondisi pH dan suhu yang tidak sesuai
(Faridiaz, 2005).

10.  Perhatikan data plating produk susu berikut ini!
Pengenceran
Jumlah Koloni pada
Petri 1
Petri 2
Petri 3
10-1
TNTC
TNTC
TNTC
10-2
630
645
591
10-3
TNTC
TNTC
TNTC
10-4
5
5
8
Hitunglah total mikroorganisme pada sampel susu tersebut (dalam CFU/ml)! Jelaskan modifikasi mekanisme yang sanggup anda lakukan untuk memperoleh hitungan cawan yang akurat!
Berdasarkan data hasil jumlah koloni yang ada, lantaran jumlah koloni tidak memenuhi persyaratan maka boleh dihitung dari keduanya.
 Rata-rata dari pengenceran 10-2 = 622 koloni
               Jumlah koloni per ml = 6,2 x 104 CFU per ml
Rata-rata dari pengenceran 10-4 = 6 koloni
Jumlah koloni per ml = 6 x 102 CFU per ml

Jadi, modifikasi mekanisme yang sanggup dilakukan supaya hitungan cawa akurat yakni meninggikan tingkat pengenceran dan menanam semua pengenceran (Saparianti, 2014).


  
11.  Mengapa pada metode hitungan cawan dipakai media agar? Mengapa dilakukan teknik pengenceran sebelum dilakukan metode plating?
·         Media biar yakni media yang dipakai pada metode pour plate dan spread plate, dimana metode tersebut yakni metode yang cocok untuk hitungan cawan. Dengan memakai media biar koloni sanggup diamati secara langsung, tanpa proteksi mikroskop
·         Teknik pengenceran dilakukan supaya didapat koloni yang sesuai untuk perhitungan, yaitu kisaran 30-300 koloni. Sehingga sanggup dihitung dan hasilnya akurat.
(Fardiaz, 1992).

12.  Mengapa suhu inkubasi yang dipakai pada kisaran suhu tertentu? Apa alhasil bila suhu inkubasi dinaikkan atau diturunkan dari suhu semula?
Suhu inkubasi yang dipakai pada kisaran suhu tertentu lantaran setiap mikroba mempunyai karakteristik suhu yang berbeda-beda untuk tetap hidup dan berkembang biak. Suhu inkubasi sendiri ditentukan dari suhu optimum pertumbuhan mikroba supaya mikroba sanggup tumbuh dengan baik. Sehingga apabila suhu inkubasi dinaikkan atau diturunkan dari suhu semula maka akan mengganggu pertumbuhan mikroba bahkan menjadikan janjkematian pada mikroba tersebut lantaran lingkungan tidak lagi sesuai dengan karakteristiknya (Fardiaz, 1992).




 mohon maaf apabila ada kesalahan dalam laporan ini

Sumber http://velahumaira.blogspot.com