Sunday, December 3, 2017

√ Cerpen: Harun Dan Musik

Oleh Arifin Gani
Adalah seorang saudagar kaya raya yang hidup ratusan sahun yang lalu. Ia mempunyai seorang anak pria berjulukan Harun. Saudagar ini menginginkan Harun kelak menjadi saudagar pula menyerupai dirinya. Karena itu setiap hari Harun diajari ilmu dagang. Harun bahwasanya tak mau jadi saudagar. Ia lebih suka musik. Tapi ia tak berani membantah ayahnya.
Suatu haru Harun dipanggil ayahnya.
"Aku merasa kamu sudah cukup besar dan bisa berdagang. Aku sudah mengajarkan ilmu-ilmu dagang padamu. Berniagalah ke selatan. Aku akan memberimu sekantung uang emas sebagai modal. Tahun depan engkau harus kembali kemari untuk memperlihatkan apa saja yang telah kamu peroleh dalam perniagaanmu," perintah ayah harun.
Seperti biasa, Harun tak bisa membantah.
"Baiklah, ayah. Akan aku laksanakan perintah ayah."
Berangkatlah harun ke Selatan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh tibalah ia di sebuah pasar. Pasar itu ramai sekali. Harun melihat sekelompok orang berkerumun. Didekatinya kerumunan itu. Rupanya orang-orang sedang menonton seorang pria bermain seruling. Tiupan seruling pria itu merdu sekali hingga Harun kagum dibuatnya. Penonton bertepuk tangan, kemudian melemparkan kepingan-kepingan uang perak ke atas tikar pemain seruling itu.
"Mengagumkan," gumam Harun. "Aku ingin bisa bermain seruling menyerupai dia."
Ketika kerumunan penonton bubar, Harun menghampiri pemain seruling itu.
"Saya mengagumi kepandaian Tuan bermain seruling," puji Harun.
"Aku memang peniup seruling terbaik di negeri ini, Nak," ujar si Pemain seruling bangga.
"Maukah Tuan mengajari aku bermain seruling? Saya bersedia membayar Tuan dengan sekantung uang emas," tawar Harun tanpa ragu.
Pemain seruling itu setuju. Maka mulailah harun mencar ilmu bermain seruling. Karena ia memang menyukai musik dan berlajar dengan sungguh-sungguh dalam waktu singkat ia berhasil menuntaskan pelajarannya.
"Ternyata kamu anak pandai. Kau berbakat menjadi seorang pemusik, anak muda," kata si Peniup seruling.
"Semua kepandaianku sudah kuajarkan padamu, alasannya yaitu itu kamu boleh pergi sekarang. Bawalah serulingku ini sebagai kenang-kenangan."
Setelah mengucapkan terima kasih Harun melanjutkan perjalanannya. Beberapa hari kemudian ia datang disebuah dusun kecil. Ada sebuah rumah kayu di pinggir jalan. Harun mendengar alunan bunyi yang sayup-sayup dari rumah kayu itu. Ia kemudian mengintip lewat jendela rumah itu. Tampak seorang pria sedang bermain sitar, sebuah alat petik petik yang menyerupai dengan gitar.
"Oh, rupanya bunyi alat musik itu," gumam Harun.
Diperhatikannya permainan pria penghuni rumah itu. Petikannya begitu lincah, menjadikan bunyi berdenting-denting yang menggetarkan perasaan Harun.
Tanpa disadarinya ia masuk ke rumah itu.
"Indah sekali, Tuan," puji Harun
"Pandai sekali Tuan memainkannya. Saya ingin mempunyai kepandaian menyerupai Tuan."
Laki-laki itu menghentikan permainannya, kemudian menatap Harun dengan curiga.
"Siapa kau?" tanyanya.
"Nama aku Harun. Saya kemari alasannya yaitu tertarik oleh bunyi merdu alat musik itu," terang Harun.
"Maukah Tuan mengjarkan kepandaian Tuan pada saya?"
"Aku tidak pernah mengajarkan kepandaianku pada siapapun," tolak pemain sitar itu. Tapi Harun tak mengalah begitu saja.
"Saya terpelajar bermain seruling. Saya akan ajari Tuan meniup seruling asalkan Tuan mau mengajari aku memetik sitar," tawar Harun.
Si Pemetik Sitar termangu sesaat.
"Baiklah," katanya kemudian.
"Aku terima tawaranmu."
Mereka saling tukar kepandaian. Harun mengajari si Pemetik Sitar meniup seruling dan si Pemetik Sitar mengajari Harun memetik Sitar.
Beberapa bulan kemudian.
"Aku sudah mengajarkan semua kepandaianku," kata si Pemetik Sitar pada Harun. "Jadi pelajaranku sudah selesai."
"Saya juga sudah mengajarkan semua kepandaian saya," ujar harun. "Maka pelajaran yang aku berikan berkahir hingga disini."
Sebelum berpisah, si Pemetik Sitar menawarkan sebuah sitar kepada Harun. Kemudian harun melanjutkan perjalanannya.
Satu tahun hampir terlewati. Pada bulan kesepuluh Harun datang di sebuah kota kerajaan. Pesta tengah berlangsung di kota itu. Pawai yang semarak memadati jalan. Harun mendengar bunyi dentuman yang berulang-ulang dan berirama. Dicarinya bunyi itu. Tak usang kemudian ia melihat seorang berpakaian badut memukuli tambur. Dihampirinya penabuh tambur berpakaian badut itu.
"Saya mengagumi permainan tambur Tuan," ujar Harun.
"Kau ingin bisa bermain tambur?" tanya si Badut.
"Ya. Maukah Tuan mengajari saya? Sebagai imbalan aku akan mengajari Tuan bermain seruling dan sitar."
Badut penabuh tambur itu menyetujui proposal Harun. Ia ajari Harun bermain tambur, sebaliknya Harun pun mengajarinya bermain seruling dan sitar.
Dalam waktu singkat mereka telah menuntaskan pelajarannya masing-masing. Ketika akan berpisah, si Pemain Tambur menghadiahi Harun sebuah tambur.
Harun merasa sudah saatnya untuk pulang. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan ia datang dirumahnya.

"Kau sudah kembali. Apa saja yang kamu dapat?" tanya ayah Harun.
Harun memperlihatkan sebuah seruling, sebuah sitar dan sebuah tambur kepada ayahnya.
"Apa maksudmu dengan semua ini?" tanya ayahnya heran.
Harun menceritakan semua pengalamannya selama satu tahun. Ia ungkapkan dari awal hingga akhir.
Begitulah, ayah," Harun mengakhiri penuturannya. "Keahlian bermain musiklah yang aku dapatkan dalam perniagaan."
Ayah Harun terdiam. Dipandangnya Harun, kemudian dipandangnya alat-alat musik yang berada di depannya. Perlahan-lahan ia tersenyum. Senyum gembira dan haru.
Sejak itu ayah Harun tak pernah lagi memaksa Harun menjadi saudagar. Ia berikan Harun kebebasan untuk memilih pilihannya sendiri.

Sumber http://campusnancy.blogspot.com