Friday, October 13, 2017

√ Kedatangan Ibnu Bathuthah Ke Nusantara

Sultan Jawa (Pada masa kemudian Nusantara disebut Jawa oleh orang-orang Arab) berjulukan Sultan Malik Azh-Zhahir. Ia termasuk sosok yang disegani dan dihormati. Lebih dari itu, ia termasuk penganut Mazhab Syafi'i. Ia juga sangat menyayangi para fuqaha yang tiba ke majelisnya untuk bertukar pendapat. masyarakat mengenalnya sebagai sosok yang bahagia berjihad dan berperang, namun juga rendah hati. Ia tiba ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat dengan berjalan kaki. Para penduduk Jawa (Nusantara) secara umum dikuasai bermazhab Syafi'iyyah. Mereka bahagia berjihad bersama sultan, sampai mereka memenangkan peperangan melawan orang-orang kafir. Bahkan, orang-orang kafir membayar jizyah kepada sultan sebagai bentuk perdamaian.

Ketika kami hendak memasuki istana sultan, di dekatnya kami menjumpai beberapa tombak ditancapkan di kanan dan kiri jalan. Ini sebagai tanda supaya orang yang berkendara diharap turun. Akhirnya kami turun dan masuk ke balai istana. Di sana kami berjumpa dengan wakil sultan yang berjulukan Umdatul Malik. Ia bangun mengucapkan salam sambil menyalami kami. Kemudian kami duduk bersamanya. Tidak usang kemudian, ia menulis surat kepada sultan untuk memberitahukan kedatangan kami. Lalu surat itu dilipat dan diberikan kepada pelayannya. Biasanya, balasan dari sultan akan ditulis dibalik surat tersebut. Beberapa ketika kemudian, pelayan tiba sambil membawa kotak pakaian. Wakil sultan mengambilnya dan saya juga ikut mengambilnya. Setelah itu saya dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan peristirahatan. Biasanya, wakil sultan pergi ke balai istana sehabis shalat subuh dan tidak pulang kecuali setelah shalat isya' akhir. Begitu juga para menteri dan pembesar kerajaan. Wakil sultan mengambil tiga jenis kain dari kotak pakaian tersebut: yang pertama, kain sutra murni; yang kedua kain sutra bercampur katun; dan yang ketiga kain sutra bercampur kapas.

Kemudian para pelayan tiba membawa makanan. Makanan yang dikeluarkan berupa nasi dengan beraneka ragam lauk. Setelah itu, didatangkan daun sirih sebagai menandakan program selesai. Kami kemudian mengambil daun sirih tersebut dan berdiri. Wakil sultan juga bangun untuk menghormat kami. Kami kemudian keluar dari balai dan menuju kuda tunggangan. Wakil sultan juga mengambil kuda tunggangan. Setelah itu, kami pergi ke sebuah kebun yang diberi pagar kayu. Ditengah-tengah kebun terdapat rumah yang terbuat dari kayu. Di penggalan bawah rumah tersebut dihampari tikar.

Menurut kebiasaan sultan bahwa tamu yang tiba dari jauh harus diterima menghadapnya tiga hari setelah tiba, semoga letihnya perjalanan menjadi hilang. Aku kemudian ditempatkan di bait adh-dhuyuf (wisma tamu) yang terletak di tengah-tengah taman yang rindang, dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga beraneka rupa. Para pelayan di wisma tamu itu terdiri dari belum dewasa muda yang peramah. Kecuali nasi dan roti semacam martabak (roti cane), saya dihidangi aneka buah-buahan, ibarat pisang, apel, anggur, rambutan, dan sebagainya. hari keempat, saya masih beristirahat di wisma tamu yang glamor itu. Saat itu, kebetulan hari Jumat. Menteri Luar Negeri Al-Isfahany memberitahuku bahwa saya akan diterima menghadap sultan setelah shalat Jumat, bertempat di aula khusus masjid jami' itu. Setelah semua berkumpul, saya memperhatikan, yang mana Sultan Malik Azh-Zhahir diantara ribuan jamaah masjid jami' yang luas itu. Semua orang sama, berpakaian putih. Juga tidak tersedia daerah khusus bagi sultan dan tidak ada orang yang diberi penghormatan ibarat layaknya para raja di zaman itu. "Apakah sultan sakit sehingga tidak ke Masjid?" tanyaku dalam hati. Selesai shalat Jumat, Al-Isfahany mempersilahkan saya memasuki aula masjid yang luas itu, dan saya diperkenalkan kepada Sultan Malik Azh-Zhahir yang telah terlebih dahulu masuk ke aula dan masih berpakaian putih. Di dalam aula yang berwibawa  itu, telah tiba terlebih dahulu para menteri, para ulama terkemuka, para pemimpin rakyat, dan para perempuan yang menggunakan jilbab. Aku didudukkan disebelah kanan sultan. Selesai makan siang bersama, dilanjutkan dengan diskusi yang membahas aneka macam persoalan dalam negeri dan agama, juga persoalan ekonomi, kesejahteraan rakyat, sosial budaya, dan sebagainya. Diskusi yang berlangsung hampir tiga jam itu sangat menarik. Semula yang hadir mengemukakan pendapatnya masing-masing, sekalipun kadang kala mengeritik akal sultan. Semua pendapat diterima sultan dengan senyum yang sejuk. Setelah waktu shalat ashar, semua kembali keruang masjid dan sama-sama melaksanakan shalat. Usai shalat ashar, Sultan Malik Azh-Zhahir menghilang kedalam bilik khusus, dan lima belas menit kemudian dia keluar sudah bukan demgam pakaian putih lagi, tetapi dengan pakaian kebesaran raja. Dengan menunggang kuda dan diiringi para pengawalnya, sultan pulang ke istana. Dikiri dan kanan jalan rakyat berjejer mengelu-elukan sultan yang adil itu. Aku berpikir, rupanya waktu berangkat dari istana menuju masjid, sultan hanyalah hamba Allah yang biasa ibarat rakyat lainnya, tetapi waktu pulang ke istana barulah dia tampil sebagai sultan dari kerajaan Samudra Pasai.

Aku mendapati bahwa kerajaan Samudra Pasai yakni kerajaan Islam pertama yang bangun di tanah melayu. Ternyata, kerajaan Samudra Pasai telah memiliki tamaddun (peradaban) dan hubungan luar negeri yang baik. Di Aceh saya tinggal selama 15 hari, kemudian melanjutkan perjalanan ke Cina.

Sumber http://campusnancy.blogspot.com