Islam merupakan agama yang memberi tuntunan kepada pemeluknya untuk memperlakukan binatang sebagai sesama makhluq Allah, bahkan sebagai tanda kebesaranNya.
Manusia diciptakan oleh Allah (al-Nisa’: 1, al-Hujurat: 13, dll) dan ditempatkan di bumi (al-A’raf: 10), antara lain diberi kiprah untuk memakmurkannya (Hud: 61), dan dihentikan merusaknya (al-Baqarah: 11, al-A’raf: 55, 77, dll). Dengan demikian, segala hal yang aman bagi pemakmurannya, menjadi kiprah insan untuk mewujudkan. Sebaliknya segala hal yang aman bagi rusaknya bumi ini, insan berkewajiban untuk menghindarinya. baca juga sedekahnya para sahabat nabi muhammad
Manusia diciptakan oleh Allah (al-Nisa’: 1, al-Hujurat: 13, dll) dan ditempatkan di bumi (al-A’raf: 10), antara lain diberi kiprah untuk memakmurkannya (Hud: 61), dan dihentikan merusaknya (al-Baqarah: 11, al-A’raf: 55, 77, dll). Dengan demikian, segala hal yang aman bagi pemakmurannya, menjadi kiprah insan untuk mewujudkan. Sebaliknya segala hal yang aman bagi rusaknya bumi ini, insan berkewajiban untuk menghindarinya. baca juga sedekahnya para sahabat nabi muhammad
hewan ternak yang ada dibumi |
Bumi ini dihuni oleh banyak sekali makhluq: zat cair, gas, api, udara, tanah, bebatuan, tetumbuhan, binatang-binatang, dan insan sebagai ciptaan yang nyata. Disamping itu juga diyakini adanya makhluq-makhluq yang gaib, menyerupai jin, syetan, malaikat. Dalam hal ini Islam memperlihatkan pedoman wacana perilaku dan perlakuan insan terhadap semuanya itu, termasuk terhadap hewan. Makalah ini secara khusus membicarakan perlakuan terhadap binatang sebagaimana diajarkan oleh Islam.
AJARAN ISLAM TENTANG HEWAN
Al-Quran menamai enam suratnya dengan nama-nama binatang yakni al-Baqarah (Sapi Betina), al-An’am (Binatang Ternak), al-’Ankabut (Labah-labah), al-Naml (Semut), al-Nahl (Lebah), al-Fiil (Gajah). Tidak kurang dari dua puluh (baik jenis maupun macam) binatang disebut di dalamnya: nyamuk, kera, anjing, babi, onta, kuda, domba, kambing, ular, burung (gagak, hud-hud, dan ababil), dan ikan, belalang, kutu, dan katak. disamping enam yang dijadikan nama surat di atas. Al-Quran (al-Ghasyiyah: 17) juga memerintahkan semoga insan memperlihatkan perhatian terhadap binatang, terhadap pesan tersirat di balik penciptaannya. Bahkan insan juga sanggup mengambil pelajaran dari prilaku binatang (al-Maidah: 31). Mereka juga sanggup mengkonsumsi sebagian besar dari binatang-binatang tersebut.
Sebagian binatang bahkan sanggup dijadikan alat transportasi, dan konsumsi (al-An’am: 142), serta media informatika bagi insan (al-Naml: 28), termasuk juga digunakan sebagai media berburu (al-Maidah: 4). Bahkan juga digambarkan wacana hidangan sorga yang berupa daging burung (al-Waqi’ah: 21), dan minuman susu (Muhammad: 15)
Sebagian binatang bahkan sanggup dijadikan alat transportasi, dan konsumsi (al-An’am: 142), serta media informatika bagi insan (al-Naml: 28), termasuk juga digunakan sebagai media berburu (al-Maidah: 4). Bahkan juga digambarkan wacana hidangan sorga yang berupa daging burung (al-Waqi’ah: 21), dan minuman susu (Muhammad: 15)
memperlakukan binatang ternak |
Komponen entitas binatang meliputi: jasad, tumbuh, berkembangbiak, hidup, bergerak, berkehendak, makan dan minum, mati. Al-Quran juga menjelaskan bahwa binatang sanggup bicara (al-Naml: 18 dan 22). Menariknya, tidak ada klarifikasi dari nash wacana diberhkannya ruh pada binatang. Oleh alasannya kepada insan diberikan ruh (al-Sajdah: 9, al-Hijr: 29 dan lainnya), maka sepertinya inilah yang membedakan dengan binatang, sekaligus menyebabkan insan sebagai makhluq utama. Sekalipun demikian, insan bahkan sanggup meluncur jatuh menjadi setingkat hewan, bahkan lebih sesat (al-A’raf: 179). Akan tetapi juga sanggup terjadi yang sebaliknya, yaitu meningkat menjadi makhluq yang paling mulia (al-Hujurat: 13). Dengan kata lain, insan senantiasa berada dalam proses becoming, entah kesudahannya menjadi the best, bahkan the best of the best, atau menjadi the worse bahkan the worse of the worse. Binatang tidak dalam posisi berproses menyerupai itu.
Allah memperlihatkan petunjuk kepada insan untuk menjadi yang terbaik, bahkan yang terbaik dari yang terbaik. Petunjuk itu juga dalam hubungannya dengan perlakuan insan terhadap binatang. Sulaiman, seorang Raja dan sekaligus Rasul, mempunyai perhatian pada kehidupan binatang, sekalipun binatang itu semut belaka. Akan tetapi dengan perhatian menyerupai itu, tidak mengurangi perilaku tegasnya, ketika berhadapan dengan keterlambatan burung hud-hudnya dalam sebuah briefing diadakannya. Jika tidak tiba burung tersebut akan disembelihnya, kecuali jikalau mempunyai argumen yang logis. Penjelasan al-Quran wacana ini, tentu saja dalam rangka mengajarkan kepada insan untuk bertindak proporsional terhadap binatang, sekalipun andaikata insan berada dalam posisi mempunyai kekuasaan sehebat Sulaiman. Kepada mereka yang mengabaikan petunjukNya, Allah memberi peringatan bahwa Ia telah menyebabkan orang-orang di zaman dahulu sebagai simpanse yang hina (al-Baqarah: 65, dan al-A’raf: 166). Belalang, katak, dan kutu, dijadikan media mengazab umat yang durhaka, semoga mereka mengambil pelajaran, ditunjukkan oleh al-Quran (al-A’raf:133). binatang halal dimakan
Al-Quran (al-Maidah: 3, dan al-An’am: 145) juga mengajarkan wacana keharaman memakan sebagian dari binatang, yakni babi, darah, bangkai, binatang yang disembelih bukan alasannya Allah, yang mati tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih, dan yang disembelih untuk berhala, Selain itu, al-Quran (al-Baqarah: 168) mengajarkan semoga insan memakan yang halal lagi thayyib. Tampaknya makanan, termasuk yang berupa binatang, yang boleh dimakan ialah yang halal lagi baik. Pengertian baik dalam hal ini, meliputi juga baik bagi kesehatan manusia. keutamaan daging kambing
Kitab suci ini juga melarang membunuh binatang buruan, bagi mereka yang sedang berihram, dalam rangka berhaji atau berumrah (al-Maidah: 95). Lebih jauh al-Quran (al-An’am: 151, al-Isra’: 33, al-Furqan: 68, dll.), melarang insan melaksanakan pembunuhan terhadap obyek yang bernyawa, kecuali dengan alasan yang benar. Ayat-ayat demikian, biasanya dipahami sebatas obyek pembunuhan tersebut ialah manusia. Akan tetapi jikalau dipadukan dengan hadits Nabi saw yang muttafaq ’alayh wacana perempuan yang diadzab di neraka alasannya mengurung kucing, tidak diberi makan sehingga mati, maka ayat-ayat tersebut harus dimaknai bahwa obyek pembunuhan itu meliputi segala yang bernyawa, termasuk binatang. Pembunuhan gres sanggup dilakukan jikalau terdapat alasan yang benar. Alasan yang benar itu ialah, membunuh untuk melaksanakan sanksi tindak pidana yang dieksekusi dengan sanksi mati, membela diri saat nyawa benar-benar terancam, membela agama saat telah diserang musuh, membunuh sebagian kecil untuk keselamatan mereka yang lebih banyak. Khusus untuk binatang, dibolehkan menyembelihnya untuk dimakan, qurban, membayar dam, atau untuk banyak sekali hal yang juga dibenarkan oleh nash, menyerupai membunuh binatang yang mengancam kehidupan manusia. Islam juga mengajarkan perlakuan ihsan, ketika menyembelih binatang dengan cara menajamkan pisau sebelum digunakan (Hadits Riwayat Muslim), melarang perlakuan lalim terhadap binatang (Hadits Muttafaq ’Alayh). Islam memuji orang yang memberi minum binatang yang sedang kehausan, bahkan alasannya itu Alah mengampuni seorang perempuan pezina dari kalangan Bani Isra’il (Hadits Muttafaq ’Alayh). Tampaknya alasan adanya larangan membunuh binatang, tanpa pertimbangan yang benar, dan tuntunan berlaku ihsan ini antara lain alasannya binatang-binatang itu bertasbih memuji Allah (al-Isra’: 44, Hasyr: 1, dan Shaff: 1).
Terdapat tiga kategori kelompok orang berkaitan dengan perlakuan terhadap binatang. Pertama, mereka yang melarang secara mutlak membunuh binatang, bahkan untuk dikonsumsi sekalipun, apalagi terhadap binatang yang dimuliakan. Mereka ini tergolong kelompok vegetarian, hanya mengkonsumsi kuliner yang asalnya tidak bernyawa, yang bersifat vegetatif. Kedua, mereka yang makan binatang apa saja, yang berarti boleh membunuh semua jenis binatang. Ketiga, mereka yang melarang membunuh binatang, kecuali dengan alasan yang benar, termasuk dengan alasan untuk konsumsi, tetapi terbatas terhadap binatang yang halal dimakan. Islam sebuah agama yang memproyeksikan pemeluknya sebagai ummatan wasathan - kelompok moderat bukan ekstrem - (al-Baqarah: 143), mengajarkan mereka untuk menjadi golongan yang terakhir ini, golongan yang proporsional!
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa Islam merupakan agama yang memberi tuntunan kepada pemeluknya untuk memperlakukan binatang sebagai sesama makhluq Allah, bahkan sebagai tanda kebesaranNya. Sekalipun demikian, Islam juga menyatakan bahwa segala yang di langit dan di bumi ini termasuk juga binatang telah ditundukkan kepada manusia, yang oleh alasannya itu insan yakni makhluq utama, sedang yang lain, juga binatang yakni makhluq sarana. Sekalipun demikian, tidak dibenarkan insan bertindak lalim terhadap binatang. Jika terpaksa harus membunuh, maka harus berdasar alasan yang benar, dan dilakukan dengan prinsip ihsan, dalam arti tidak menyakiti, setidak-tidaknya mesti meminimalisir unsur menyakiti ini. Alasan untuk ini, antara lain, binatang-binatang itu memahasucikan dan memuji Allah.
sumber goresan pena adalah karya Prof. Dr. H. Kasuwi Saiban, M.Ag
sumber goresan pena adalah karya Prof. Dr. H. Kasuwi Saiban, M.Ag