Tuesday, June 12, 2018

√ [Jawaban] Angklung Berasal Dari?

Berasal dari manakah alat musik angklung? Seperti yang kita tahu, angklung ialah salah satu alat musik tradisional Indonesia. Angklung termasuk ke dalam jenis alat musik multitonal atau alat musik bernada ganda. Alat musik yang terbuat dari bambu ini dimainkan dengan cara digoyangkan sehingga menghasilkan bunyi. Bunyi tersebut menghasilkan susunan nada 2,3, hingga 4 nada dalam setiap ukuran, baik kecil maupun besar. Bunyi tersebut berasal dari benturan tubuh pipa bambu.

Angklung Berasal Dari?

 Berasal dari manakah alat musik angklung √ [Jawaban] Angklung Berasal Dari?

Sebagai alat musik tradisional, angklung sangat terkenal digunakan sebagai alat pengiring musik atau lagu dalam setiap pagelaran seni. Bahkan, alat ini sering dipentaskan hingga ke luar negeri pada banyak program pentas budaya dunia. Pemain angklung yang telah mahir sanggup dengan gampang mengiringi sebuah lagi, baik itu lagu tradisional, maupun lagu modern.

Nah pada kesempatan ini kami akan menginformasikan ihwal berasal dari manakah angklung itu. Semoga sesudah membaca uraian ini, kita sanggup mengetahui dan memahami ihwal asal tempat alat musik angklung ini.

Sejarah Angklung 

Angklung ialah alat musik yang terbuat dari bambu berbentuk batang-batang pipa yang telah dipotong penggalan ujungnya, menyerupai dengan pipa dalam suatu organ. Pipa bambu tersebut diikat bahu-membahu dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi nada. Tidak diketahui secara niscaya mengenai kapan pertama kali angklung digunakan sebagai alat musik. 

Namun, para andal menduga bahwa angklung telah digunakan semenjak zaman Neolitikum dan menjadi penggalan dari relik pra-Hinduisme kebudayaan Nusantara. Catatan tertua ihwal alat musik angklung mengacu pada masa Kerajaan Sunda sekitar kala ke-12 hingga kala ke-16. 

Terciptanya angklung dan juga alat musik bambu lainnya tidak terlepas dari kehidupan masyarakat Sunda yang bercorak agraris dengan padi (pare) sebagai materi makanan pokok. Padi dianggap sebagai sumber kehidupan yang ditumbuh suburkan oleh Dewi Padi yang berjulukan Nyai Sri Pohaci sebagai pemberi kehidupan (hirup-hurip). 

Masyarakat Sunda melaksanakan ritual untuk mengawali penanaman padi menggunakan angklung. Angklung dimainkan dengan tujuan memikat Dewi Sri Pohaci untuk turun ke bumi biar tanaman padi masyarakat tumbuh subur. Jadi, sanggup dikatakan bahwa asal mula alat musik angklung ini berasal dari ritual penanaman padi. Masyarakat Baduy yang dianggap sebagai keturunan Sunda orisinil masih menerapkan ritual ini.

Ritual dilakukan dengan cara memainkan lagu-lagu persembahan kepada Dewi Padi disertai dengan bunyi-bunyian yang berasal dari batang-batang bambu. Bambu tersebut dikemas secara sederhana dan disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan nada pengiring lagu. Struktur susunan bambu inilah yang kini berjulukan angklung. Ritual padi berlanjut pada dikala masa panen. Angklung dimainkan pada dikala masyarakat melaksanakan program pesta panen dan seren taun.

Selain digunakan dalam ritual padi, angklung juga berfungsi sebagai pembangkit semangat dalam pertempuran pada masa kerajaan Sunda. Fungsi ini bahkan terus digunakan hingga ke masa penjajahan untuk memompa semangat melawan Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pun dibuat repot dengan alat musik ini sehingga mengeluarkan larangan untuk memainkan angklung. Akibat dari pelarangan tersebut, popularitas angklung sempat menurun dan hanya dimainkan oleh bawah umur pada waktu itu.

Perkembangan Angklung

Angklung dengan cepat tersebar ke seantero Pulau Jawa, terus berkembang hingga ke Sumatera dan Kalimantan. Bahkan, telah hingga ke Thailand melalui sebuah misi kebudayaan pada tahun 1908. Dalam kunjungan ke Thailand tersebut diserahkan alat musik angklung, kemudian alat musik bambu ini sempat menyebar di sana. 

Cara bermain angklung secara serius mulai diajarkan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena kepada banyak orang dari banyak sekali komunitas. Udjo Ngalagena merupakan tokoh angklung yang banyak membuat teknik bermain angklung berdasarkan laras-laras salendro, madenda, dan pelog. 

Sejak November 2010, angklung telah terdaftar di UNESCO sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Artinya, angklung telah diakui sebagai salah satu warisan dunia yang sangat penting untuk dilestarikan.

Jenis Bambu untuk Angklung

Jenis bambu yang sering digunakan untuk membuat alat musik angklung ialah bambu ater (awi temen) dan bambu hitam (awi wulung). Dua jenis bambu ini akan berwarna kuning keputihan dikala mengering. Bambu dibuat menyerupai tabung yang berbentuk bilah (wilahan) dengan majemuk ukuran dari yang kecil hingga besar. Tiap nada (laras) dihasilkan dari tabung-tabung bambu tersebut.

Angklung Berasal Dari? 

Alat musik angklung berasal dari Jawa Barat. Alat musik angklung terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyang. Pada awalnya, alat musik angklung menggunakan tangga nada pentatonis, tetapi kini angklung menggunakan tangga nada diatonis.

Jenis-Jenis Angklung

Angklung terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut: 

1. Angklung Kanekes

Kanekes ialah nama sebuah tempat yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten. Orang-orang yang tinggal di tempat ini disebut juga dengan orang Baduy, masyarakat yang sering dianggap sebagai keturunan Sunda asli. Selain untuk hiburan, alat musik angklung di tempat ini sering digunakan untuk ritual padi. Ketika memasuki ekspresi dominan tanam, angklung digunakan atau dibunyikan. 

Bunyi angklung dikala menanam padi sanggup bebas (dikurulungkeun), cara ini digunakan oleh orang-orang di Kajeroan (Baduy Jero, Tangtu). Adapula angklung dibunyikan dengan ritmis tertentu, cara ini digunakan oleh orang-orang di Kaluaran (Baduy Luar). Namun demikian, angklung diperbolehkan untuk dimainkan di luar program ritual padi, tetapi ada hukum yang mengikat. Contohnya, angklung sanggup dibunyikan hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), atau pada dikala padi berusia 3 bulan.

Setelah itu, selama 6 bulan berikutnya tidak diperbolehkan untuk memainkan alat kesenian apapun. Hanya boleh dimainkan pada dikala ekspresi dominan tanam padi berikutnya. Menutup angklung juga diatur melalui cara tertentu, yang disebut musungkeun angklung, yaitu menitipkan atau menyimpan angklung sesudah digunakan (nitipkeun). 

Angklung sering dibunyikan sebagai sarana hiburan terutama pada dikala terang bulan atau tidak hujan. Angklung tersebut dimainkan di halaman luas pedesaan (buruan) untuk mengiringi majemuk lagu, seperti: Culadi Dengdang, Papacangan, Keupat Reundang, Celementre, Rangda Ngendong, Salak Sadapur, Marengo, Aceukna, Ngaranggeong, Giler, Mulung Muncang, Rujak Gadung, Gandrung Manggu, Pileuleuyan, Ayun-Ayunan, Kokoloyoran, Badan Kula, Oyong-oyong Bangkong, Yari Gandang, Dengdang, Oray-orayan, Ceuk Arileu, Yandu Sala, Yandu Bibi, dan Lutung Kasarung. 

Para pemain angkulung yang berjumlah 8 orang ditambah 3 orang pemain bedug kecil membentuk deretan tertentu, dengan cara berdiri sambil berjalan membentuk lingkaran. Sedangkan yang lainnyam melaksanakan ngalage (menari) dengan gerakan sederhana namun telah baku. Keseluruhan rangkaian ini hanya dilakukan oleh laki-laki. Terdapat hukum yang berbeda pada masyarakat Baduy Dalam, yaitu mereka di atur oleh susila dengan banyak sekali fatwa pamali (tabu, pantangan), menyerupai dilarang berlebihan dalam melaksanakan hal-hal kesenangan duniawi. Kesenian hanya ditujukan untuk melaksanakan ritual. 

Di tempat Kanekes terdapat majemuk nama angklung. Dari yang terkecil hingga yang terbesar, antara lain: Roel, torolok, indung leutik, engklok, gunjing, dongdong, ringkung, dan indung. Jenis Roel terdiri atas 2 buah angklung yang dipegang oleh 1 orang pemain. Sementara itu bedug pengiring mulai dari yang terpendek adalah: ketuk, talingtit, dan bedug. Terdapat perbedaan terkait penggunaan bedug pengiring ini, menyerupai di Kajeroan, kampung Cikeusik hanya menggunakan talingtit dan bedug, tanpa ketuk. Di kampung-kampung Kaluaran menggunakan 3 buah bedug. Sedangkan, di kampung Cibeo hanya menggunakan bedug, tanpa ketuk dan talingtit. 

Tidak semua orang diperbolehkan untuk membuat angklung di tempat Kanekes. Orang yang berhak membuat angklung hanyalah orang Kajeroan (Baduy Jero, Tangtu). Kajeroan terdiri atas 3 kampung, yaitu Cikeusik, Cikartawana, dan Cibeo. Pada ketiga kampung itu juga, tidak semua orang diperbolehkan untuk membuat angklung. Hanya orang yang berhak saja dan berasal dari turunan tertentu yang dilengkapi dengan syarat-syarat ritual. Ayah Amir (59) ialah pembuat angklung terkenal yang berasal dari Cikeusik. Sedangkan, di Cikartawanan berjulukan Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli angklung dari ke tiga kampung tersebut.

2. Angklung Buncis

Buncis ialah nama seni pertunjukan yang sifatnya hiburan, banyak terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada awalnya, Buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berkaitan dengan padi. Tetapi di masa sekarang, buncis sering digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini disebabkan oleh pergeseran pandangan masyarakat yang mulai kurang mementingkan hal-hal yang berbau kepercayaan lama. Fenomena itu mulai terjadi semenjak tahun 1940-an, dimana ritual Buncis mulai jarang digunakan sebagai penghormatan padi. 

Praktis, buncis hanya digunakan sebagai sarana hiburan saja. Sejalan dengan itu, di rumah-rumah penduduk mulai hilang tempat-tempat penyimpanan padi (leuit, lumbung). Masyarakat lebih menentukan menggunakan cara praktis, menyerupai tempat-tempat karung lantaran gampang dibawa ke mana-mana. Penggunaan lumbung telah banyak ditinggalkan lantaran padi pasca panen eksklusif dijual. Dengan demikian, kesenian buncis yang dulunya ditujukan untuk acara-acara membawa padi (ngunjal) tidak digunakan lagi.

Buncis ialah nama kesenian yang diambil dari teks sebuah lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Dalam kesenian buncis terdapat teks tersebut, sehingga kesenian ini disebut buncis. Dalam kesenian buncis, angklung yang digunakan adalah: 1 angklung enclok, 2 angklung pancer, angklung panempas, 2 angklung ambrug, 2 angklung indung. Sedangkan, alat pengiring lainnya menyerupai badublag, panembal, dan 1 talingtit. Dalam perkembangannya ditambah dengan alat goong, kecrek, dan tarompet. 

Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal yang berlaras degung atau medenda. Lagu-lagu buncis yang sering dimainkan adalah: Mega Beureum, Ela-ela, Jangjalik, Jalantir, Senggot, Renggong, Buncis, dan Badud. Saat kini ini lagu-lagu buncis telah menggunakan juga lagu-lagu dari gamelan.

3. Angklung Badeng

Badeng ialah nama kesenian musikal yang menggunakan angklung sebagai alat musik utama. Kesenian ini berasal dari Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Pada zaman dahulu, Badeng berfungsi sebagai sarana hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi, banyak duga yang menduga bahwa badeng mulai dimainkan jauh sebelum masa Islam dalam setiap program ritual penanaman padi. Setelah Islam tiba sekitar kala ke-16 atau 17, badeng digunakan sebagai alat bantu dakwah. Pada masa itu penduduk Nursaen, Arpaen, dan Sanding mempelajari agama Islam di Kerajaan Demak. Setelah pulang dari Kerajaan Demak, mereka melaksanakan dakwah berbagi agama Islam. Salah satu cara menarik perhatian penduduk ialah melalui sarana kesenian Badeng.

Kesenian Badeng menggunakan 9 buah angklung yang terdiri dari 2 angklung anak, angklung bapa, 4 angklung indung, 1 angklung kecer, dan 2 angklung roel. Selain itu menggunakan juga 1 kecrek, 2 buah gembyung atau terbang, dan 2 buah dogdog. Badeng menggunakan teks berbahasa Sunda yang dicampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya, Badeng kini ini menggunakan Bahasa Indonesia. Isi teks dalam kesenian badeng memuat nasihat-nasihat baik dan nilai-nilai Islami, serta berdasarkan keperluan acara. Dalam pertunjukan kesenian badeng, disajikan lagu-lagu, atraksi kesaktian, menyerupai mengiris tubuh dengan senjata tajam.

Lagu-lagu yang terkenal dalam kesenian badeng ialah Solaloh, Lilimbungan, Yautike, Kasreng, Yati, dan Lailahaileloh.

4. Angklung Reyog

Angklung reyog sering digunakan sebagai alat musik pengiring dalam kesenian tarian Reyog Ponorogo di Jawa Timur. Ciri khas dari angklung jenis ini ialah mempunyai dua nada, bentuk lengkungan rotan yang menarik, hiasan benang berumbai-rumbai warna yang indah, serta suaranya yang sangat keras. Terdapat dongeng bahwa angklung ialah senjata dari kerajaan bantarangin untuk melawan kerajaan lodaya pada kala ke-9.

Saat kerajaan bantarangin meraih kemenangan para prajurit gembira, termasuk pemegang angklung. Karena kekuatan yang sangat luar biasa penguat dari tali tersebut lenggang hingga mengeluarkan bunyi yang khas, yaitu klung-kluk dan klong-klok. Siapapun yang mendengarkan akan mencicipi getaran spiritual.

Dalam perkembangannya, angklung reyog ini pernah digunakan dalam film Warok Singo Kobra (1982) dan Tendangan Dari Langit (2011). Angklung Reyong sering digunakan untuk mengiringi musik menyerupai campursari, Resik Endah Omber Girang, Kuto Reog, Sumpah Palapa, dan Tahu Opo Tempe.

5. Angklung Sri-Murni

Angklung ini berasal dari gagasan Eko Mursito Budi yang khusus diciptakan untuk keperluan robot angklung. Sesuai dengan namanya, angklung jenis ini menggunakan dua atau lebih tabung bunyi bernada sama, sehingga akan menghasilkan nada murni (monotonal). Ini berbeda dengan angklung padaeng yang multitonal. Dengan wangsit sederhana ini, robot dengan gampang memainkan kombinasi beberapa angklung secara simultan untuk menirukan pengaruh angklung melodi maupun angklung akompanimen.

6. Angklung Padaeng

Angklung padaeng ialah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna semenjak sekitar tahun 1938. Terobosan pada angklung padaeng ialah digunakannya laras nada Diatonik yang sesuai dengan sistem musik barat. Dengan demikian, angklung kini sanggup memainkan lagu-lagu internasional, dan juga sanggup bermain dalam Ensembel dengan alat musik internasional lainnya.

7. Angklung Sarinande

Angklung sarinande ialah istilah untuk angklung padaeng yang hanya menggunakan nada bundar saja (tanpa nada kromatis) dengan nada dasar C. Unit kecil angklung sarinade berisi 8 angklung (nada Do Rendah hingga Do Tinggi), sementara sarinade plus berisi 13 angklung (nada Sol Rendah hingga Mi Tinggi).

8. Angklung Toel

Angklung toel diciptakan oleh Kang Yayan Udjo sekitar tahun 2008. Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang dengan beberapa angklung dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk memainkannya, seorang pemain cukup men-toel angklung tersebut, dan angklung akan bergetar beberapa dikala lantaran adanya karet.

9. Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia bau tanah dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami ekspresi dominan paceklik.

10. Angklung Banyuwangi

Angklung banyuwangi ini mempunyai bentuk seperi calung dengan nada budaya banyuwangi

11. Angklung Bali

Angklung bali mempunyai bentuk dan nada yang khas bali.

12. Angklung solo

Angklung solo ialah konfigurasi di mana satu unit angklung melodi digantung pada suatu palang sehingga sanggup dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka ada dua jajaran gantungan angklung, yang bawah berisi nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis. Angklung Solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama alat musik basanova dalam group yang menamakan diri Aruba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini diubahsuaikan menjadi Arumba.

Cara Memainkan Angklung

Adapun cara memainkan sebuah intinya sangat mudah, yakni satu tangan memegang rangka angklung, dan tangan yang lain menggoyangkannya hingga menghasilkan bunyi. Terdapat tiga teknik dasar menggoyangkan angklung, yaitu:

1. Kurulung (getar)

Kurulung (getar) merupakan teknik yang paling umum dipakai, di mana satu tangan memegang rangka angklung, dan tangan lainnya menggoyangkan angklung selama nada yang diinginkan, hingga tabung-tabung bambu yang ada silih beradu dan menghasilkan bunyi angklung.

2. Cetok (sentak)

Cetok (sentak) ialah teknik di mana tabung dasar ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja (stacato).

3. Tengkep

Tengkep ialah teknik yang menyerupai mirip kurulung, namun salah satu tabung ditahan tidak ikut bergetar.

Angklung Modern

Secara esensial, angklung ialah alat musik bambu yang dimainkan dengan digetar. Hal tersebut dilarang diubah. Meski demikian, banyak sekali upaya kreatif untuk memodernisasinya terus berlangsung, seperti:
  1. Angklung elektrik karya Agus Suhardiman
  2. Angklung otomatis, Tugas selesai Kadek Kertayasa di STIKOM Surabaya
  3. Tra-digi, angklung robot yang dikontrol oleh i-pod, ciptaan Hasim Ghozali.
  4. Klungbot, robot angklung yang mula-mula dikreasi oleh Krisna Diastama dan Karismanto
  5. Rahmadika, kemudian dilanjutkan oleh Eko Mursito Budi.
Demikianlah klarifikasi ihwal Angklung. Bagikan materi ini biar orang lain juga sanggup membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Sumber http://www.ilmusiana.com