LAPORAN KIMIA ANALISIS II
DISUSUN OLEH :
KASMAWATI
09 47 03
TEKNIK PENGENDALIAN MUTU DAN LINGKUNGAN INDUSTRI (TPML)
LABORATORIUM INSTRUMEN
AKADEMI TEKNIK INDUSTRI MAKASSAR
2010 – 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Praktek ke : 4
Judul Percobaan : Argentometri
Hari/Tanggal : Selasa, 14 Desember 2010
Nama : Kasmawati
STB : 09 47 03
Makassar, Desember 2010
Mengetahui
DOSEN PRAKTIKAN
HERLINA RAHIM, ST, M.Si KASMAWATI
NILAI : ( )
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu cara untuk memilih kadar asam – basa dalam suatu larutan yakni dengan volumetri. Metode volumetri secara garis besar sanggup diklasifikasikan dalam 4 kategori:
• Titrasi asam basa yang mencakup reaksi asam basa baik berpengaruh maupun lemah.
• Titrasi redoks yakni titrasi yang mencakup hampir semua reaksi oksidasi reduksi
• Titrasi pengendapan yakni titrasi yang mencakup pembentukan endapan, menyerupai Ag.
• Titrasi kompleksometri; mencakup titrasi EDTA menyerupai titrasi spesifik dan juga sanggup digunakan untuk melihat perbedaan pH pada pengompleksan.
Pada percobaan ini, akan dilakukan percobaan argentometri untuk memilih kadar NaCl. Cara argentometri yang cukup gampang dilakukan yaitu dengan metode Mhor.
I.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kadar NaCl dengan memakai metode argentometri.
BAB II
TEORI SINGKAT
Analisis titrimetri yakni analisis kimia kuantitatip dengan cara melaksanakan titrasi dan memilih volume larutan penitrir yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kuantitatip dengan zat yang akan ditentukan.
Larutan penitrir yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti di atas, disebut larutan standar atau larutan lembaga. Konsentrasi larutan standar dinyatakan dalam gram ekivalen/liter atau disebut normalitas. Proses penambahan larutan standar ke dalam lautan yang akan ditentukan dilakukan melalui buret, dilakukan hingga terjadi reaksi tepat antara larutan standar dengan zat yang ditentukan. Proses ini disebut titrasi. Untuk mengetahui telah terjadi reaksi yang sempurna, sering sanggup diamati dari terjadinya perubahan pada larutan yang ditentukan; contohnya dengan terjadinya perubahan warna, timbulnya endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwarna. Tetapi kadang terjadinya reaksi yang tepat ini tidak menimbulkan perubahan fisik yang sanggup diamati. Untuk membantu mengetahui terjadi reaksi yang tepat tersebut perlu ditambahkan senyawa lain yang bertugas memberitahu kepada kita bahwa reaksi tepat telah terjadi. Senyawa lain yang sengaja ditambahkan untuk menandai terjadinya reaksi yang tepat di dalam proses titrasi ini disebut indikator.
Saat ketika terjadi reaksi tepat antara larutan standar dengan zat yang ditentukan di dalam larutan cuplikan disebut Titik Ekivalen. Idealnya, perubahan fisik pada larutan teramati tepat bersamaan dengan terjadinya reaksi tepat ini. Tetapi hal ini sering sulit dilakukan. Sebagai contoh, keterbatasan kemampuan mata insan seringkali tidak sanggup membedakan larutan yang transparan dengan berwarna pink yang sangat muda, atau warna ungu KMnO4 yang sangat tipis, atau timbulnya endapan yang sangat sedikit. Akibatnya kita cenderung menambahkan larutan standar sedikit berlebih sehingga perubahan fisik yang terjadi pada larutan sanggup teramati. Saat ketika terjadinya perubahan fisik pada larutan sanggup teramati ini disebut Titik Akhir Titrasi.
Selisih volume larutan standar yang ditambahkan pada ketika terjadi Titik Ekivalen dengan pada ketika Titik Akhir Titrasi disebut kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi ini harus ditekan sekecil mungkin. Bagi proses titrasi yang memerlukan indikator, maka pemilihan indikator harus tepat, artinya indikator hanya akan memberikan/menyebabkan perubahan fisik pada larutan pada ketika volume larutan standar sedekat mungkin dengan volume yang dibutuhkan untuk terjadi Titik Ekivalen.
Banyaknya zat yang akan ditentukan dihitung dengan mengukur banyaknya larutan standar yang dibutuhkan dalam titrasi dengan aturan ekivalensi kimia. Dahulu titrimetri sering disebut volumetri lantaran analisis ini melibatkan pengukuran volume larutan standar yang digunakan. Tetapi kini lebih lazim disebut titrimetri. Pengertian volumetri digunakan untuk analisis analit yang melibatkan pengukuran volume secara umum. Contoh, penentuan kadar H2O2 dengan cara mereduksi senyawa tersebut menjadi H2O dan O2 memakai katalis MnO2. Kadar H2O2 dalam sampel sanggup dihitung dengan mengukur volume gas O2 yang dihasilkan dan menghitung jumlah mol gas tersebut. Dari persamaan reaksinya, maka mol H2O2 yang terurai sanggup dihitung. Perhatikan bahwa dalam percobaan ini juga ada pengukuran volume, yakni pengukuran gas O2 yang diperoleh dari hasil peruraian.(Sisler, 1980).
Agentomentri atau Titrasi pengendapan yakni penetapan kadar zat yang didasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat. Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan endapan cara ini digunakan untuk penetapan kadar ion haliuda, anion yang sanggup membentuk endapan garam perak, atau untuk penetapan kadar perak tersebut.
Reaksi yang menghasilkan endapan sanggup digunakan untuk analisis secara titrasi kalau reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik simpulan sanggup dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak menyerupai gravimetri, titrasi pengendapan tidak sanggup menunggu hingga pengendapan berlangsung tepat . hal yang penting juga yakni hasil kali kelarutan harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen.
Reaksi samping dihentikan terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi menurut tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik simpulan (Underwood, 1999)
Tergantung dari tujuan penetapan kadar, maka dikenal 3 macam metoda argentometri, yaitu : metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans.
1. Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, lantaran HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menimbulkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup sanggup larut (Svehla, 1990).
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menimbulkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup sanggup larut (Svehla, 1990).
Metode Mohr sanggup juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi menimbulkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak. Perak tak sanggup dititrasi pribadi dengan ion klorida, dengan memakai indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada semenjak awal, pada titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang sanggup menambahkan larutan klorida standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan memakai indikator kromat (Svehla, 1990).
2. Metode Volhard
Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai indikator yakni teladan metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik simpulan tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap (FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil. Makara kesalahan pada titik simpulan harus sangat kecil, dengan cara mengocok larutan dengan berpengaruh pada titik simpulan tercapai, biar Ag yang teradsorpsi pada endapan sanggup didesorpsi.
Pada metode Volhard untuk memilih ion klorida, suasana haruslah asam lantaran pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan memakai Fe(III) sebagai indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan lantaran AgCNS kurang larut dibandingkan AgCl. Sehingga :
AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS dibutuhkan sehingga kandungan Cl- seolah-olah lebih rendah. Kesalahan ini sanggup dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini sanggup dihindari kalau Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan gotong royong HNO3, kemudian gabungan tersebut dititrasi dengan AgNO3 hingga warna merah hilang (Khopkar, 1990)
Akibatnya lebih banyak NH4CNS dibutuhkan sehingga kandungan Cl- seolah-olah lebih rendah. Kesalahan ini sanggup dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini sanggup dihindari kalau Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan gotong royong HNO3, kemudian gabungan tersebut dititrasi dengan AgNO3 hingga warna merah hilang (Khopkar, 1990)
3. Metode Fajans
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar halida dengan memakai indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik simpulan ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk sanggup berubah akhir adsorpsi pada permukaan (Harjadi, 1993)
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
· Buret
· Gelas kimia
· Erlemeyer
· Labu ukur
· Botol timbang
· Corong
· Batang pengaduk
· Statif
· Pipet tetes
· Pipet volume 10mL
III.2 Bahan
· aquades
· NaCl halus
· AgNo3 0,1 N
· tissue
III.3 Prosedur Kerja
· Timbang 1 gram NaCl kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100mL, larutkan dan encerkan hingga tanda baris.
· Pipet larutan tersebut 10 mL ke dalam erlemeyer dan teteskan 3 – 5 tetes K2CrO4 5%.
· Setelah itu, buret diisi dengan AgNO3 0,1 N hingga tidak ada gelembung udara dalam buret.
· Larutan dalam erlemeyer kemudian dititer dengan AgNO3 0,1 N hingga terbentuk endapan merah – coklat.
· Lakukan percobaan sebanyak 3 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Gr NaCl = 1,0008 gram
Pengenceran = 100/10 = 10
mL AgNO3 yang digunakan =
1. 16,4 mL
2. 16,5 mL
3. 17,0 mL
Rata – rata : 16,6 mL
IV.2 Pembahasan (perhitungan)
AgNO3 + NaCl Putih AgCl + NaNO3
2AgNO3 + K2CrO4 merah bata Ag2CrO4 + 2KNO3
Bst NaCl = 58,5
Titar AgNO3 bekerjsama :
N AgNO3 =
N AgNO3 = = 0,1030 N
Maka, kadar NaCl bekerjsama :
% NaCl =
% NaCl = x 100% = 99,94 %
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaa, sanggup disimpulkan bahwa kadar NaCl halus yang digunakan dalam praktikum argentometri yakni 99,94%.
V.2 Saran
Sebelim memulai praktikum, para praktikan harus sudah bisa menguasai mekanisme kerja yang akan dilakukan sehingga proses praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI Press. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Sisler, H. H., Dresdner, R. D., Mooney, W.T., Jr., 1980, Chemistry A SYSTEMATIC APPROACH, Oxford University Press : New York
Brady, J.E., 1999, General Chemistry, Principle and Structure, Jilid 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta
Mudjiran, 2002, Diktat Kuliah Kimia Analitik, FMIPA UGM : Yogyakarta
Harrizul, Rifa’i, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press : Jakarta
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press : Jakarta
Brady, J.E., 1999, General Chemistry, Principle and Structure, Jilid 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta
Mudjiran, 2002, Diktat Kuliah Kimia Analitik, FMIPA UGM : Yogyakarta
Harrizul, Rifa’i, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press : Jakarta
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press : Jakarta