Sunday, April 15, 2018

√ Sejarah Lengkap Pasar Modal Indonesia

 Cikal bakal lahirnya pasar modal Indonesia pertama kali dimulai pada era penjajahan yang  √ Sejarah Lengkap Pasar Modal Indonesia

Era Penjajahan

Cikal bakal lahirnya pasar modal Indonesia pertama kali dimulai pada era penjajahan yang dimulai pertama kali oleh pemerintah kolonial Belanda pada era ke 19.

Hanya saja pada masa itu, masih belum adanya organisasi resmi yang menaungi pasar modal ini. Yang ada hanyalah transaksi jual beli modal.

Latar belakangnya dibuat pasar modal lantaran pemerintah kolonial Belanda ingin membangun perkebunan secara besar-besaran di tanah jajahan Indonesia.

Sehingga pasar modal berfungsi sebagai salah satu alternatif sumber dana. Dimana investornya terdiri atas orang-orang Belanda dan Eropa yang penghasilannya jauh lebih tinggi sekitar 50 hingga 100 kali lipat dari penghasilan penduduk pribumi.

Transaksi jual beli modal yang pertama kali terjadi pada tahun 1880, dimana produk yang pertama kali diperjualbelikan yaitu produk kopi.

Pada 14 Desember 1912, barulah berdiri bursa imbas resmi pertama kali di Batavia (Jakarta). Dengan nama Vereniging Voor de Effectenhandel yang merupakan cabang bursa saham Amsterdamse Effectenbureau di Amsterdam, Belanda.

Bursa ini merupakan bursa tertua ke-4 di Asia sesudah Bombay (1830), Hongkong (1847, dan Tokyo (1878).

Pada dikala awal didirikan, hanya ada 13 anggota bursa yang aktif. Dan imbas yang diperjualbelikan pada dikala itu yaitu :
  • Saham dan obligasi perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia.
  • Obligasi yang diterbitkan pemerintah.
  • Sertifikat perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor manajemen di negeri Belanda.
  • Dan imbas perusahaan Belanda lainya.

Pada tahun 1914, Bursa Efek Batavia sempat ditutup lantaran Perang Dunia I dan dibuka kembali sesudah Perang Dunia I berakhir yaitu pada 1918.

Setelah itu, perkembangan pasar modal di Batavia menjadi sangat pesat sehingga menarik minat masyarakat kota lainya.

Sehingga pada 11 Januari 1925, Surabaya resmi menyelenggarakan perdagangan efek. Dan beberapa bulan kemudian, dibuka juga bursa imbas di Semarang pada 1 Agustus 1925.

Hanya saja, periode menggembirakan ini tidak berlangsung lama. Hal ini disebabkan lantaran terjadinya resesi ekonomi pada tahun 1929 dan disusul dengan Perang Dunia II.

Akibatnya, Bursa Efek di Surabaya dan Semarang ditutup, dan disusul dengan tutupnya Bursa Efek di Batavia pada tanggal 10 Mei 1940.

Penutupan bursa imbas di ketiga kota tersebut sangat mengganggu likuiditas efek. Hal ini menjadikan perusahaan dan perseorangan Belanda kurang berhasrat untuk menanam modal di Indonesia.

Dengan demikian, dengan pecahnya Perang Dunia II menjadi tamat kegiatan pasar modal di Indonesia pada era penjajahan Belanda.

Era Orde Lama

Setahun sesudah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia diterbitkan oleh pemerintah. Pristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali pasar modal Indonesia.

Baru tanggal 3 Juni 1952 bursa imbas Indonesia kembali dibuka di Jakarta dengan nama Bursa Efek Jakarta (BEJ) sesudah terhenti selama kurang lebih 12 tahun.

Penyelenggaraan bursa diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-Efek (PPUE), yang terdiri atas 3 bank negara dan beberapa pialang imbas lainya dengan Bank Indonesia sebagai penasehat.

Sejak dikala itu, perkembangan bursa imbas sangat pesat, meskipun imbas yang diperdagangkan yaitu imbas yang diterbitkan sebelum Perang Dunia II.

Hanya saja keadaan tersebut hanya berlangsung hingga tahun 1958.

Akibat politik konfrontasi yang dilancarkan oleh pemerintah Republik Indonesia terhadap Belanda sehingga hubungan kedua negara terganggu. 

Hal ini diperparah dengan sengketa Irian Barat dan puncaknya yaitu agresi pengambilalihan semua perusahaan Belanda di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nasional No.86 Tahun 1958.

Kemudian disusul dengan kode dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960 mengenai larangan untuk memperdagangkan seluruh imbas perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia.

Akibatnya, sebagian besar investor perseorangan dan perusahaan Belanda banyak yang meninggalkan Indonesia.

Tingkat inflasi yang cukup tinggi hingga 650% pada tamat era Orde Lama juga ikut mengguncangkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan modal.

Hal ini berdampak pada harga saham dan obligasi menjadi rendah dan tidak menarik lagi bagi para investor. Kejadian ini mengakhiri sejarah pasar modal Indonesia pada Orde Lama.

Era Orde Baru

Pada era Orde Baru, kebijakan ekonomi Indonesia sudah tidak lagi melancarkan konfrontasi terhadap modal abnormal guna untuk pembangunan ekonomi.

Langkah pertama yang dilakukan pemerintah Orde Baru yaitu menahan dan menciptakan perekonomian Indonesia normal.

Dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (waktu itu masih berjulukan BNI Unit I) No.4/16 Kep. Dir. Tanggal 26 Juli 1968, di Bank Indonesia dibuat Tim Persiapan Pasar Uang dan Modal (PUM)

Tim persiapan Pasar Uang dan Modal mempunyai kiprah untuk :
  • Mengumpulkan data
  • Memberikan seruan kepada Gubernur Bank Sentral untuk membuatkan pasar modal di Indonesia.

Dari hasil penelitian tim tersebut, diketahui benih pasar modal di Indonesia sudah ditanam oleh pemerintah semenjak tahun 1952. 

Tetapi lantaran berhubung dengan situasi politik serta akhir suramnya di bidang moneter, maka pertumbuhan imbas di Jakarta yang diselenggarakan oleh PPUE mengalami kemunduran semenjak tahun 1958.

Karena tim persiapan Pasar Uang dan Modal (PUM) sudah selesai melakukan tugasnya, maka tim tersebut dibubarkan, sekaligus dengan Surat Keputusan Mentri Keuangan No. Kep-02/MK/IV/1970 dibuat tim Pasar Uang dan Modal yang diketuai Gubernur Bank Sentral.

Tim Pasar Uang dan Modal mempunyai kiprah untuk :
  • Membantu Mentri Keuangan mempersiapkan langkah-langkah ke arah pelaksanaan pengembangan pasar uang dan modal.
  • Mengaktifkan kembali bursa efek.

Setelah kiprah yang diberikan Mentri Keuangan terhadap tim Pasar Uang dan Modal selesai dilaksanakan, dengan Surat Keputusan Mentri Keuangan N0. Kep. 25/MK/IV/1/1972 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan dan dibuat Badan Pembina Pasar Uang dan Modal (Bapepum) dengan kiprah :
  • Melaksanakan training pasar uang dan modal tahap demi setahap.
  • Mempersiapkan pembentukan suatu forum pasar uang dan modal.
  • Melaksanakan pengawasan atas kegiatan bursa efek.

Dengan dibentuknya Badan Pembina Pasar Uang dan Modal (Bapepum), terlihat kesungguhan usaha-usaha untuk membentuk kembali pasar uang dan modal di Indonesia.

Untuk memenuhi tenaga teknis untuk kiprah operasional pendirian pasar uang dan modal, sebanyak 15 orang pejabat Bank Indonesia dan Departemen Keuangan dilatih di luar negeri, terutama di negara ASEAN yang diperkirakan mempunyai duduk masalah yang sama dengan Indonesia.

Klimaksnya, pada 27 Desember 1976, menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 Tahun 1976 ihwal pendirian Pasar Modal. Hal-hal yang dilakukan yaitu :
  • Membentuk Badan Pembina Pasar Modal
  • Membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM)
  • Penetapan PT. Danareksa sebagai BUMN pertama yang go-public dengan penyertaan modal negara sebanyak Rp.50 miliar
  • Memberikan dispensasi pajak pada perusahaan go-public dan pembeli saham

Emiten swasta pertama di Indonesia yang pertama kali go-public yaitu PT. Semen Cibinong (SMCB) dengan harga Initial Public Offering (IPO) sebesar Rp.10.000/lembar.

Hanya saja, selama periode 1977-1988, perkembangan pasar modal Indonesia kurang menggembirakan. Situasi pasar sangat lesu meskipun pemerintah sudah memperlihatkan banyak sekali fasilitas. Dimana, hingga periode berakhir hanya ada 28 perusahaan yang tercatat di bursa.

Hal ini disebabkan lantaran mekanisme emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham, dan faktor-faktor lainya.

Guna mengatasi kelesuan ini, pemerintah mengeluarkan paket kebijaksanaan deregulasi terkait perkembangan pasar modal, mencakup :

1. Pakdes87 (Paket Kebijaksanaan Desember 1987)

  • Penyederhanaan persyaratan proses emisi sahan dan obligasi.
  • Dihapusnya biaya yang sebelumnya dipungut BAPEPAM ibarat biaya registrasi efek.
  • Menghapus batasan fluktuasi saham.

2. Pakto88 (Paket Kebijaksanaan Oktober 1988)

Paket ini bahwasanya ditujukan untuk sektor perbankan, hanya saja mempunyai dampak pribadi terhadap sektor pasar modal, mencakup :
  • Ketentuan 3L (Legal, Lending, Limit).
  • Pengenaan pajak atas bunga deposito.

Alasan kebijakan ini berdampak pribadi terhadap pasar modal yaitu dengan dikeluarkan pajak ini, berarti pemerintah memperlihatkan perlakuan yang sama terhadap sektor perbankan dan sektor pasar modal.

3. Pakdes88 (Paket Kebijaksanaan Desember 1988)

  • Memberikan peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa. Makara hal ini akan mempermudah investor yang berada di luar Jakarta.

Selain ketiga kebijakan diatas, dengan Keputusan Mentri Keuangan No.1055/KMK.013/1989, diberikan izin bagi investor abnormal untuk beli saham di bursa Indonesia hingga batas maksimum 49% di pasar perdana.

Sebagai donasi atas kebijakan ini, pada tahun 1998, pemerintah mendirikan Bursa Paralel Indonesia (BPI) yang dioperasikan oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE).

Setelah kebijakan deregulasi, investasi di bursa imbas berkembang pesat sehingga banyak perusahaan yang mengantri untuk masuk bursa.

Dimana, selama tahun 1989, tercatat ada 37 perusahaan yang go-public.

Perkembangan ini berlanjut dengan berdirinya PT. Bursa Efek Surabaya sebagai bursa swasta. Dan pada 13 Juli 1992, berdiri PT. Bursa Efek Jakarta yang menggantikan kiprah BAPEPAM sebagai pelaksana bursa.

Pada 22 Mei 1995 mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automated Trading System) menggantikan sistem manual yang harus memakai papan tulis. Dimana sistem ini akan mencocokkan secara otomatis antara harga jual dan harga beli.

Pada 22 Juli 1995, dilaksanakan penandatanganan perjanjian penggabungan Bursa Paralel Indonesia (BPI) dan Bursa Efek Surabaya (BES) menjadi Bursa Efek Surabaya (BES). Sehingga, semenjak itu, hanya ada 2 bursa imbas yang aktif yaitu Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Surabaya.

Pada 5 Agustus 1996 didirikan sebuah Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) dengan nama PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang bertugas menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa.

Pada 23 Desember 1997 didirikan juga sebuah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dengan nama PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang bertugas menyediakan jasa penyimpanan atas banyak sekali imbas dan penyelesaian transaksi efek.

Era Orde Baru diakhiri dengan krisis moneter yang berdampak pada anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga berdampak pula pada merosotnya harga-harga saham. 

Dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah mencapai di atas 700-an, anjlok hingga 200-an.

Era Reformasi

Setelah era Orde Baru selesai, dampaknya masih dirasakan pada era Reformasi.

Dimana jumlah investor yang menyusut menjadi tinggal 50.000 orang. 

Sehingga, langkah yang dilakukan diantaranya yaitu melepas batasan kepemilikan abnormal yang tadinya 49% menjadi 100%, kecuali untuk saham perbankan.

Bahkan, hingga alhasil investor abnormal pun boleh mempunyai saham bank full 100%.

Langkah lainya yang dilakukan yaitu menggabungkan Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah ini bahwasanya sudah usang direncanakan, hanya saja tahun 2008 gres dapat direalisasikan.

Kondisi ini juga diperparah dengan adanya krisis Subprime Mortgage di Amerika sehingga market tumbang luar biasa dan banyak investor yang mengalami kerugian.

Pada tahun 2009, sesudah semua tercover, Indonesia mulai mengadopsi sistem trading NASDAQ.

NASDAQ yaitu bursa saham di Amerika yang khusus menangani perusahaan teknologi ibarat google, yahoo, apple, dll.

Hingga kini perkembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) sangat pesat, bahkan BEI merupakan salah satu bursa imbas termaju di ASEAN.

(Referensi : Wikipedia & Buku Pengetahuan Pasar Modal)


Sumber http://www.dounkey.com