Tuesday, March 20, 2018

√ Praktikum Kimia Sederhana Berbasis Lingkungan

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan primer pada dikala ini, apalagi sebagian besar masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan dalam menata masa depan yang lebih baik. Oleh lantaran itu setiap negara senantiasa berusaha memajukan bidang pendidikan, disamping bidang yang lain dalam rangka mempersiapkan sumber daya insan yang kompetitif dan berkualitas serta berusaha mengejar kemajuan negara lain.
Satu dari sekian banyak dilema di masa global yang dihadapi Indonesia dikala ini ialah dilema di bidang pendidikan. Masalah yang belum teratasi pada dikala ini terutama dilema yang berafiliasi dengan kualitas hasil pendidikan (Suyanto, 2007). Adanya kebijakan sertifikasi guru ialah salah satu upaya faktual Pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru biar guru sebagai bintang film utama dalam pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya sanggup meningkatkan kompetensinya.  
Seorang guru penting untuk membuat paradigma gres untuk menghasilkan praktik terbaik dalam proses pembelajaran (Carolin Rekar Munro, 2005). Oleh lantaran itu, ketika terjadi perubahan kurikulum dan terjadi pergeseran tuntutan hasil pendidikan yang berkaitan dengan tuntutan pasar kerja, maka gurulah yang harus berperan mewujudkan cita-cita itu. Ronald Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir semua perjuangan reformasi dalam pendidikan, menyerupai pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran gres alhasil tergantung kepada guru. Tanpa guru yang bisa menguasai materi asuh dan seni administrasi belajar-mengajar, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Hal ini berarti seorang guru tidak hanya diharapkan bisa menguasai bidang ilmu yang diajarkan, tetapi juga menguasai seni administrasi belajar-mengajar. 
            Ilmu Kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari wacana sifat-sifat zat, struktur zat, susunan / komposisi zat, perubahan zat, dan energi yang menyertai perubahan zat. Dengan demikian objek yang dibahas dalam ilmu kimia ialah zat atau materi.
            Ilmu kimia tidak hanya membahas wacana zat-zat secara teoretis, tetapi juga mencoba membahas secara empiris. Hal ini disebabkan ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh melalui kerja ilmiah, sehingga dalam mempelajari ilmu kimia ada dua hal yang harus  dipelajari, yaitu aspek produk (fakta, konsep, prinsip, teori, hukum) dan aspek empiris.
     
*)  Makalah disampaikan pada Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Kerjasama yang berjudul ”Pelatihan Pengelolaan Laboratorium Kimia untuk Guru-guru Kimia Kabupaten Sleman” di Sekolah Menengan Atas 1 Kalasan, tanggal 15 – 22 Juni 2010.
**)  Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Yogyakarta
Oleh lantaran itu selain kita mempelajari produk-produk ilmu kimia, juga sangat perlu untuk mempelajari bagaimana proses inovasi produk ilmu kimia tersebut (proses inovasi konsep, prinsip, teori, atau hukum).
Dalam pembelajaran kimia sangat memerlukan kegiatan penunjang berupa praktikum maupun eksperimen di laboratorium. Hal ini dikarenakan metode praktikum ialah salah satu bentuk pendekatan keterampilan proses. Bagi penerima didik diadakannya praktikum selain sanggup melatih bagaimana penggunaan alat dan materi yang tepat, juga membantu pemahaman mereka terhadap materi kimia yang diajarkan di kelas. Selain itu, bagi penerima didik yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi, maka melalui praktikum mereka sanggup memperoleh balasan dari rasa ingin tahunya secara nyata.
Namun demikian tidak semua Sekolah Menengan Atas mempunyai laboratorium yang memadai, sehingga tidak semua konsep kimia yang diajarkan diikuti praktikum di laboratorium. Untuk melaksa-nakan praktikum yang berkaitan dengan materi pokok yang diajarkan di kelas diharapkan seperangkat alat dan materi yang kadang kala sulit dipenuhi oleh sekolah. 
Ketiadaan alat dan materi kimia sering menjadi hambatan tidak dilakukannya praktikum, meskipun guru pengampu mempunyai petunjuk praktikumnya. Oleh lantaran itu sangat diharapkan kreativitas guru kimia dalam mencari alternatif materi dan alat lain yang sanggup dipakai biar praktkum tetap sanggup dilaksanakan. Dengan demikian pelaksanaan praktikum tidak bergantung pada kemudahan laboratorium yang ada di sekolah, tetapi cukup memakai materi dan alat yang dengan gampang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. 
Berdasarkan kenyataan di lapangan, sebagian besar guru kimia relatif hanya sedikit melaksanakan kegiatan praktikum, yaitu hanya bergantung pada alat dan materi yang tersedia. Padahal praktikum merupakan kegiatan wajib yang harusnya menyertai setiap pembelajaran materi di kelas. Berkaitan dengan hal itu, maka penting bagi guru kimia untuk dibekali pengetahuan mengenai bagaimana cara membuatkan praktikum yang berbasis lingkungan, sehingga hambatan kemudahan laboratorium yang tidak memadai sanggup diatasi dengan baik. Pada kesempatan ini akan disajikan beberapa referensi praktikum kimia sederhana dengan memakai alat dan materi yang ada di lingkungan sekitar.   

KOMPETENSI KERJA ILMIAH
Seperti diketahui ilmu kimia menyangkut aspek empiris, sehingga seorang guru kimia juga dituntut untuk mempunyai kompetensi kerja ilmiah. Adapun kerja imiah yang dimaksud meliputi aspek penyelidikan/penelitian, komunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas & pemecahan masalah, perilaku dan nilai ilmiah (Depdiknas, 2003 : 2).  
            Dengan berlakunya KTSP dikala ini, seorang guru dituntut untuk sanggup menyajikan materi asuh dengan banyak sekali pendekatan dan seni administrasi yang kesemuanya diharapkan bisa mengaktifkan penerima didik. Oleh lantaran itu, guru harus kreatif dan inovatif membuat banyak sekali kegiatan yang tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi di luar kelas dan laboratorium. Menurut John W. Hansen & Gerald G. Lovedahl (2004) ”belajar dengan melakukan” merupakan sarana mencar ilmu yang efektif, artinya seseorang akan mencar ilmu efektif bila ia melakukan. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan KTSP, dimana guru harus lebih banyak menawarkan kegiatan aktif kepada penerima didik, sehingga pemahaman penerima didik terhadap materi asuh akan lebih efektif. Confucius menyatakan bahwa “what I do, I understand” (apa yang saya lakukan, saya paham (Mel Silberman, 2002 : 1), artinya ketika seorang guru banyak menawarkan acara yang bersifat keterampilan, maka penerima didik akan memahaminya secara lebih baik.
Penelitian yang dilakukan Amy J. Phelps & Cherin Lee (2003) yang dilakukan dari tahun 1990 – 2000 terhadap guru-guru gres yang mengajar kimia memperlihatkan bahwa semua guru tersebut baiklah bahwa mengajar kimia tidak sanggup dilakukan tanpa laboratorium. Lebih lanjut dikatakan bahwa laboratorium ialah esensial untuk mengajar sains, termasuk kimia. Namun demikian, kompetensi kerja ilmiah seorang guru tidak hanya sanggup diamati melalui cara mengajar atau cara guru mendemonstrasikan suatu percobaan di laboratorium, tetapi juga sanggup ditinjau dari bagaimana seorang guru sanggup berkomunikasi ilmiah, mencip-takan percobaan sederhana yang sanggup dilakukan penerima didik di rumah sebagai bentuk kreativitasnya, dan juga perilaku dan nilai ilmiah yang ditunjukkan dalam kesehariannya. Di Amerika Serikat sebuah institusi penghasil guru (semacam LPTK) menetapkan standar persyaratan bagi mahasiswanya untuk lulus dalam training laboratorium sebagai bekal ketika mereka nanti mengajar (Aldrin E. Sweeney & Jeffrey A. Paradis, 2003).
Menurut Sylvia Kerr & Olaf Runquist (2005) seorang guru sebaiknya selalu berusaha meningkatkan kualitas profesionalismenya. Selain mempunyai bekal bagaimana mengajar sains yang baik, guru juga perlu mempunyai keterampilan laboratorium sebagai penunjang pelaksa-naan kiprah di lapangan serta kemampuan pemecahan masalah, sehingga tidak gampang mengalah ketika menghadapi banyak sekali dilema yang berkaitan dengan kiprah mengajarnya. Dengan keterampilan laboratorium yang baik dan kemampuan memecahkan masalah, seorang guru senantiasa sanggup berbuat dan berkreasi merancang kegiatan praktikum bagi penerima didiknya meskipun dalam kondisi sarana dan prasarana laboratorium yang serba kekurangan.

KIAT MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEBAGAI BAHAN PRAKTIKUM

            Selain dituntut mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian, guru diharapkan juga mempunyai kepekaan terhadap fenomena yang terjadi di sekitar. Dimanapun ia berada, hendaknya bisa melihat lingkungan sebagai sumber ide yang diamati dan sanggup dibawa ke ruang kelas. Nah ... mengenai kepekaan ini, setiap guru akan mempunyai tingkat kepekaan yang berbeda, tergantung kesadaran dan keinginannya untuk benar-benar menjadi “guru secara total”. Hal ini bukan berarti ada guru yang ½ guru, ¼ guru, tetapi kesadaran tersebut juga dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, menyerupai usia, latar belakang pendidikan, sosial budaya, psikologis, lingkungan yang kondusif. Sebagai contoh, sangat jarang dijumpai ada seorang guru yang demikian maju pola pikirnya berada di tengah-tengah teman dan lingkungan sekolah yang tidak kondusif. Namun demikian kita tidak perlu berkecil hati, lantaran kepekaan sanggup dilatih dan diasah melalui banyak sekali acara yang mengarah ke sana, menyerupai sering diskusi dengan sesama teman dari sekolah lain, mengikuti seminar, menjalin relasi dengan pakar di PT, membuka internet, membaca buku, dan sebagainya.

MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PRAKTIKUM / EKSPERIMEN

            Sesuai dengan anjuran Kurikulum yang kini dianut oleh dunia pendidikan di negara kita, sebenarnya diharapkan penerima didik bukan lagi sebagai objek pembelajaran tetapi juga sebagai subjek pembelajaran, maka keberadaan praktikum sebagai metode pembelajaran bidang studi sains / IPA merupakan suatu keharusan. Melalui praktikum penerima didik mencar ilmu menemukan konsep sendiri bahu-membahu dengan teman sekerjanya dalam kelompok, sekaligus membantu pemahaman konsep yang diajarkan di kelas.

            Kekurangan atau tidak tersedianya banyak sekali materi dan alat kimia seringkali menjadi hambatan tidak berlangsungnya suatu topik praktikum. Menghadapi hambatan menyerupai ini, sudah saatnya bagi kita yang berkecimpung di dunia pendidikan terutama mereka yang terkait dalam proses pembelajaran, yaitu guru dan penerima didik memikirkan jalan keluarnya. Seperti diketahui, bahwa “dunia kita ialah dunia kimia”, artinya segala yang ada di dunia ini tidak terlepas dari aspek kimiawi. Hal ini menawarkan ide bagi kita bahwa lingkungan sekitar sebenarnya merupakan sarana untuk mencar ilmu kimia dan untuk memperlihatkan fenomena-fenomena kimiawi menyerupai yang tertulis dalam materi pelajaran kimia yang diajarkan di kelas.
            Berikut ini akan diberikan referensi banyak sekali materi kimia yang dengan gampang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kita tidak tahu atau tidak menyadari bahwa materi tersebut sanggup dipakai sebagai materi praktikum sederhana.

1.   Struktur Atom dan Ikatan Kimia
Untuk membuktikan bahwa dalam atom terdapat partikel penyusun atom yang sanggup bergerak, yaitu elektron sanggup dilakukan percobaan sederhana sbb : 

 

Kertas ialah referensi sebuah materi yang terdiri dari atom-atom. Tiap atom mempunyai inti atom yang bermuatan positif dan elektron yang mengelilinginya yang bermuatan negatif. Dengan menggosokkan balon ke rambut, maka elektron pada rambut akan terlepas, sehingga menjadikan balon terkena imbas muatan negatif elektron. Ketika balon yang “bermuatan” negatif didekatkan pada potongan kertas, maka muatan positif kertas akan tertarik balon. Gaya tarik antara muatan negatif dan positif ini bisa mengatasi gravitasi bumi sehingga potongan kertas melompat ke atas dan menempel pada balon.
Percobaan ini sekaligus sanggup memperlihatkan pada kita bahwa yang sanggup bergerak dan berikatan dengan atom lain ialah elektron, bukan proton maupun neutron.

2.   Keberadaan Molekul
Untuk mengetahui bahwa air terdiri dari molekul-molekul air, maka sanggup dilakukan percobaan sederhana sbb :
Letakkan 2 tusuk gigi secara berhadapan di atas permukaan air dalam sebuah mangkuk. Celupkan tusuk gigi yang lain dalam larutan sabun, kemudian celupkan diantara dua tusuk gigi yang berhadapan tadi. Tusuk gigi yang ujungnya dicelupkan ke dalam cairan sabun bisa mematahkan gaya tarik-menarik antar molekul air, sehingga molekul-molekul air satu sama lain saling menjauh. Gerakan saling menjauh ini akhir tali ikatan antar molekul air putus. Percobaan ini membuktikan bahwa meskipun molekul tidak sanggup dilihat tetapi keberadaannya sanggup diamati dari tanda-tanda yang ditimbulkan.
       


3.   Laju Reaksi
Untuk memperlihatkan factor-faktor yang menghipnotis laju reaksi, yang mencakup konsentrasi, suhu, luas permukaan, dan katalisator, maka sanggup dilakukan percobaan-percobaan sbb :
a.    Konsentrasi : mereaksikan asam cuka dengan soda kue, cangkang telur dengan asam cuka, dimana konsentrasi asam cuka divariasi.
b.    Suhu : mereaksikan garam inggris dengan ammonia, dimana garam inggris dipanas-kan pada banyak sekali suhu.
c.    Luas permukaan : mereaksikan cangkang telur yang dihancurkan dan utuh dengan asam cuka.
d.    Katalisator : menyalakan gula kerikil dengan bantuan  abu gosok/abu rokok sebagai katalisator.

4.   Titrasi Asam-Basa (Asidi – Alkalimetri)
Untuk melaksanakan titrasi asam-basa, terkadang kita tidak memilii indikator pp, maka sanggup dilakukan dengan mengunakan indikator alami, menyerupai daun kubis ungu, rhoeo discolor, kunyit, secang, dsbnya. Indikator ini (terutama daun kubis ungu) menawarkan perubahan warna yang tegas ketika titik selesai titrasi tercapai, sehingga akan menawarkan akurasi data yang sama ketika memakai indikator pp. Peserta didik sanggup melaksanakan titrasi alkali-metri, yaitu menentukan kadar asam cuka di pasaran dengan pentiter NaOH.
        


5.   Tekanan Osmosis
Untuk mengetahui terjadinya tekanan osmosis pada materi sifat koligatif larutan, maka sanggup dilakukan percobaan sbb :
Sediakan dua gelas, gelas yang satu diisi air sedangkan yang satunya diisi air garam. Masukkan ke dalam kedua gelas wortel yang masih segar dengan ukuran sama. Amati yang terjadi setelah 24 jam. 

6.   Penurunan Titik Beku
Adanya zat terlarut yang non volatil menjadikan larutan mengalami penurunan titik beku, hal ini sanggup ditunjukkan dengan cara meletakkan es kerikil dalam kaleng kemudian menambahkan sedikit air dan garam. Dengan memakai termometer akan nampak bahwa suhu sebelum dan setelah ditambah garam akan mengalami penurunan.

7.   Udara Mengandung Uap Air
Ketika membahas wacana korosi, kita menyampaikan bahwa terjadinya korosi pada besi diakibatkan teroksidasi oksigen di udara. Namun sebenarnya tanpa adanya uap air di udara yang menjadikan udara menjadi lembab, proses korosi tidak akan terjadi. Untuk membuktikan bahwa udara mengandung uap air ialah :
Isi kaleng dengan es batu, tambahkan secangkir air. Setelah permukaan luar kaleng mengembun, tambahkan 3 sendok garam ke dalam air es tersebut. Diamkan selama 5 – 10 menit. Nampak bahwa embun di luar kaleng itu membeku. Udara mengandung molekul air dalam bentuk gas, dan akan mendingin ketika bersentuhan dengan kaleng, sehingga menjelma air (embun). Garam menurunkan suhu air es yang berakibat suhu kaleng turun dan membekukan embun yang ada di sekeliling kaleng. 

8.   Keberadaan Zat Besi pada Buah-buahan
Untuk mengetahui adanya zat besi pada beberapa buah-buahan, menyerupai anggur, nanas, apel, arbei, sanggup dilakukan percobaan sbb :
Siapkan jus buah-buahan yang akan diteliti, kemudian tuangkan sedikit pada gelas bening. Tambahkan sejumlah yang sama teh kental yang telah didiamkan kira-kira 1 jam. Aduk dan biarkan sekitar 20 menit. Angkat dan lihat di dasar gelas, apakah ada endapan. Bila belum ada, biarkan lagi beberapa saat, dan lihat kembali dasar gelas. Endapan yang terbentuk merupakan zat besi yang terkandung dalam buah yang bereaksi dengan zat kimia dalam teh. Jumlah dan kecepatan terbentuknya endapan mengambarkan banyaknya zat besi di dalam buah tersebut.

9.   Koloid
Koloid merupakan adonan antara zat terdispersi dan zat pendispersi, dimana ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari suspensi tetapi lebih besar dari larutan. Percobaan wacana koloud sanggup dilakukan sbb :
Isi gelas dengan susu segar, tambahkan 2 sendok makan cuka dan aduk. Biarkan 2 – 3 menit. Susu merupakan referensi koloid, adanya cuka yang ditambahkan ke dalamnya menjadikan partikel terdispersi menempel satu sama lain membentuk benda padat yang disebut dadih yang berwarna putih, sehingga cairannya menjadi bening.

10.    Pelarut Organik Melarutkan Senyawa Organik
Alkohol ialah salah satu referensi pelarut organik (non polar) yang banyak dipakai untuk mengekstraksi senyawa organik (non polar) di laboratorium. Untuk membuktikan bahwa sifat pelarut non polar melarutkan senyawa non polar juga, sanggup dilakukan sbb :
Letakkan sekitar 15 buah cengkeh ke dalam gelas, kemudian tuangi dengan alkohol hingga merendam seluruh cengkeh. Tutup rapat, diamkan selama 7 hari. Setelah itu cobalah mengoleskan adonan tersebut di atas punggung tangan, biarkan sebentar, maka akan tercium busuk wangi. Bau tersebut merupakan hasil pelarutan minyak berbau harum yang terkandung dalam cengkeh.


11. pH Buffer
      Untuk membuktikan fungsi ion fosfat dalam banyak sekali minuman bersoda sebagai buffer, maka dapat  dilakukan dengan cara percobaan sederhana, yaitu mengukur pH minuman bersoda tersebut sebelum dan setelah ditambah sedikit asam, basa, maupun pengen-ceran. Jika benar bahwa minuman bersoda mengandung buffer fosfat, maka ketika ditambah sedikit asam, basa (hanya 1 mL), atau diencerkan (hanya 10 kali), maka harusnya tidak mengalami perubahan pH. Pengukuran pH awal / mula-mula dari buffer fosfat dilakukan setelah busa minuman tersebut hilang, alasannya ialah adanya busa menunjuk-kan bahwa asam karbonat (H2CO3) yang ada dalam minuman menjelma H2O dan CO2.  Hal ini lantaran asam karbonat merupakan jenis asam tak stabil (mudah terurai), sehingga gas CO2 terlepas ke udara dan H2O tetap tinggal di minuman. Jadi, habisnya busa memperlihatkan bahwa dalam minuman bersoda tersebut tinggal ada buffer fosfat. 
 
12. Uji Amilum
Untuk mengetahui ada tidaknya amilum dalam banyak sekali jenis makanan, sanggup dilakukan dengan memakai larutan iodin atau lugol. Jika dihasilkan warna biru / ungu berarti sampel mengandung amilum.














13. Penurunan Tekanan Uap
      Untuk membandingkan penguapan larutan garam dengan air sanggup dilakukan percobaan sederhana, yaitu memasukkan garam ke salah satu gelas yang berisi air dan dibanding-kan terhadap yang hanya berisi air. Masukkan ke dalam wadah tertutup dan simpan selama 1 hari kemudian ukur volum yang ada. Ternyata setelah didiamkan 1 hari ternyata volum larutan pada gelas 1 yang berisi larutan garam tinggal  99 ml, sedangkan volum air pada gelas 2 tinggal 98 ml.







 

           
Demikianlah beberapa referensi praktikum yang berbasis penggunaan banyak sekali materi dan alat yang ada di lingkungan, sehingga memungkinkan untuk dilakukan di sekolah dengan kondisi yang minim sekalipun. Harapannya, Bapak / Ibu Guru sanggup membuatkan lebih jauh menurut referensi di atas.  

PENUTUP

            Dengan jumlah SMA/MA yang demikian besar, kiprah Pemerintah untuk menawarkan pendidikan dan menyediakan sarana prasarana sekolah yang lengkap menjadi sangat berat. Dalam kondisi yang demikian, maka sudah sewajarnya kita tidak berpikir untuk selalu mengharap uluran tangan dari Pemerintah bila ingin memajukan anak didik kita, tetapi lebih berpikir bagaimana dengan kondisi yang serba sederhana dan cenderung terbatas sarana prasarana ini kita sanggup menyikapi dengan bijak. Peran aktif guru memang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh lantaran kita sudah menentukan pekerjaan mulia sebagai guru, maka mau tidak mau kita harus mengemban kiprah tersebut dengan baik. Hidup ini banyak pilihan, salah satu pilihan ialah menjadi makhluk Tuhan yang mempunyai kegunaan bagi orang banyak. Semoga profesi guru merupakan profesi pilihan yang sanggup dipakai sebagai sarana berbuat kebajikan kepada sesama (Amiiin).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1995). Spiel das wisen schafft. Bergembira dengan sains. Terjemahan : Hardjapamekas, Djajang, M. P. Bandung : Titian Ilmu.

Amy J. Phelps & Cherin Lee. (2003). The power of practice : what students learn from how we teach. Journal of Chemical Education, 80 (7), 829 – 832.

Aldrin E. Sweeney & Jeffrey A. Paradis. (2003). Addressing the professional preparation of future science teachers to teach hands – on science : a pilot study of a laboratory model. 80 (2), 171 – 173.

Brandt, Ronald. (1993). What do you mean professional. Educational Leadership. Nomor 6 50, March.

Carolin Rekar Munro. (2005). “Best Practices” in teaching and learning : Challenging current paradigms and redefining their role in education. The College Quarterly. 8 (3), 1 – 7.

Depdiknas. (2003). Standar kompetensi mata pelajaran sains. Jakarta : Depdiknas.

Janice Pratt VanCleave. (1991). Gembira bermain dengan ilmu kmia : 101 Percobaan yang Pasti Berhasil. Jakarta : Temprint.

Janice Pratt VanCleave. (2003). Percobaan-percobaan yang menakjubkan. Bandung : Pakar Raya.

John W. Hansen & Gerald G. Lovedahl. (2004). Developing technology teachers : questioning the industrial tool use model. Journal of Technology Education. 15 (2), 20 – 32.

Mel Silberman. (2002). Active learning : 101 Strategi pembelajaran aktif. Yogyakarta : Yappendis.

Sylvia Kerr & Olaf Runquist. (2005). Are we serious about preparing chemists for the 21st century workplace or are we just teaching chemistry ?. Journal of Chemical Education. 82 (2), 231 – 239.

Suyanto. (2007). Tantangan profesional guru di masa global. Pidato Dies UNY 27 Mei 2007. Yogyakarta : UNY.

Sumber http://koleksiperpustakaan.blogspot.com