Proses Terjadinya Konflik Sosial
Proses konflik tidak hanya mengacu kepada bentuk konflik yang nampak dan tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan, tapi juga bentuk yang tidak nampak, ibarat situasi ketidaksepakatan antarpihak. Menurut Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial
Oposisi atau ketidakcocokan potensial ialah adanya kondisi yang membuat kesempatan untuk munculnya konflik. Kondisi ini tidak perlu eksklusif mengarah ke konfli, tetapi salah satu kondisi tersebut perlu bila konflik harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori : komunikasi, struktur dan variabel pribadi. Komunikasi yang jelek merupakan alasan utama konflik. Selain itu, kasus - kasus dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kerja sama dan merangsang kesalahpahaman.
Struktur juga bisa menjadi titik awal konflik. Struktur dalam hal ini meliputi ukuran, derajat spesialisasi dalam kiprah yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota, tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan dan derajat ketergantungan antara kelompok - kelompok. Variabel pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Pernahkah kita mengalami situasi saat bertemu dengan orang eksklusif tidak menyukainya? Apakah dilihat dari kumisnya, suaranya, pakaiannya dan sebagainya. Karakter pribadi yang meliputi sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal konflik.
2. Kognisi dan Personalisasi
Kognisi dan personalisasi ialah persepsi dari salah satu pihak atau masing - masing pihak terhadap konflik yang sering dihadapi. Kesadaran oleh salah satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi - kondisi yang membuat kesempatan untuk timbulnya konflik. Jika hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkat terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan membuat kecemasan, ketegangan, putus asa dan permusuhan.
Kognisi dan personalisasi merupakan tahap di mana informasi - informasi konflik biasanya didefinisikan dan akan memilih jalan untuk penyelesaian konflik. Misalnya, emosi yang negatif sanggup menimbulkan peremehan problem menurunnya tingkat akidah dan interprestasi negatif atas sikap pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif sanggup meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi korelasi di antara elemen - elemen suatu masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan menyebarkan banyak sekali solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik bersifat personalisasi. Selanjutnya, konflik pada tingkatan perasaan yaitu saat orang mulai terlibat secara emosional.
3. Maksud
Maksud ialah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak - pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsistem. Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, sebagai berikut.
a. bersaing, tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam suatu episode konflik.
b. berkolaborasi, bila pihak - pihak yang berkonflik masing - masing berhasrat untuk memenuhi sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencarian hasil yang bermanfaat bagi semua pihak.
c. menghindar, bila salah satu dari pihak yang berkonflik memiliki hasrat untuk menarik diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik.
d. mengakomodasi, bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan dari salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya di atas kepentingannya.
e. berkompromi, ialah suatu situasi di mana masing - masing pihak dalam suatu konflik bersedia untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing - masing.
4. Perilaku
Perilaku meliputi pernyataan, tindakan dan reaksi yang dibentuk untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, bahaya dan ultimatum, serangan lisan yang tegas, pertanyaan atau tantanga terang - terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salah paham kecil.
5. Hasil
Hasil ialah jalinan aksi reaksi antara pihak - pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil sanggup bersifat fungsional, artinya konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok atau disfungsional yang artinya merintangi kinerja kelompok oleh pihak - pihak yang berkonflik. Perilaku meliputi, upaya terang - terangan untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, bahaya dan ultimatum, serangan lisan yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang - terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salah paham kecil.