Kasus-kasus final hidup yang seringkali ditemukan ialah final hidup cempe. Cempe atau anakan domba kambing merupakan salah satu tahapan perkembangan awal dari keseluruhan fase pertumbuhan domba-kambing. Usia 3 bulan pertama cempe ialah usia yang kritis lantaran selain membutuhkan kebutuhan perawatan yang sangat khusus dari segi pemeliharaan dan manajemen, dan juga akan sangat besar lengan berkuasa bagi fase pertumbuhan selanjutnya.
![]() |
anak cempe mati |
1) Faktor Induk Distokia (kesulitan melahirkan).
Kambing/domba bunting yang mempunyai tulang pinggul yang kecil, bobot lahir yang terlalu besar (anak hasil persilangan) dan posisi janin yang tidak normal (salah satu kaki depan melengkung ke belakang, kepala mengarah ke belakang, posisi terbalik dan posisi kelahiran kembar yang tidak normal) sanggup mengakibatkan kesulitan kelahiran.
![]() |
kesulitan melahirkan pada kambing domba |
2) Jumlah Anak Yang Dilahirkan.
Jumlah anak sekelahiran (litter size) yang cukup tinggi (>2 anak) sering mengakibatkan final hidup anak yang cukup besar. Kematian ini terkait dengan rendahnya bobot tubuh anak dan kurangnya produksi susu induk untuk mencukupi kebutuhan anak. Semakin banyak jumlah anak sekelahiran (litter size), semakin tinggi tingkat final hidup anaknya. Inounu et al. (1986) melaporkan final hidup anak pada domba ekor tipis meningkat dengan meningkatnya jumlah anak sekelahiran masing-masing 16,7%; 18,4%; 35,5%; 42,9%; dan 60% untuk jumlah anak sekelahiran 1, 2, 3, 4. dan 5 secara berturut-turut.
3) Sifat Keindukan (Mothering Ability).
Beberapa kambing/domba induk yang tidak menandakan sifat tidak mau menyusui dan “mengasuh” anaknya. Akibatnya kambing/domba anak yang dilahirkannya kekurangan susu, dan jikalau dibiarkan sanggup mengakibatkan kematian.
Sifat keindukan turut mempengaruhi kemampuan bertahan anakan cempe selama masa menyusui.
4) Faktor Genetik.
Terjadinya in breeding antara individu ternak yang masih mempunyai kekerabatan kekerabatan yang sangat bersahabat (in-breeding), kadang sanggup mengakibatkan rendahnya kemampuan hidup. Keadaan ini berafiliasi dengan meningkatnya homosigositas gen-gen resesif dari sifat yang kurang baik lantaran perkawinan dengan kerabat dekat. Sifat-sifat yang kurang baik diantaranya muncul dengan rendahnya bobot badan, dan kelainan genetik lainnya (cacat tubuh).
5) Pengaruh Iklim.
Kondisi iklim/cuaca yang sangat hirau taacuh atau panas akan sanggup mempengaruhi kehidupan anak maupun produksi susu induk. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap anak pada kondisi iklim/cuaca yang sangat ekstrim sanggup mengakibatkan kematian. Suhu udara yang sangat rendah dan berkepanjangan sanggup mengakibatkan 30% anak mati lantaran menderita hypothermia (Alexander, 1962; Eagles dan Small, 1980)
6) Bobot Lahir Anak.
Anak dengan bobot lahir sangat rendah (< 1 kg), relatif akan lebih tinggi angka kematiannya sebaliknya anak yang mempunyai bobot lahir terlalu tinggipun akan besar angka kematiannya lantaran teradi kesulitan melahirkan .Inounu et al . (1993) melaporkan bahwa 60-84 % dari daya hidup anak kambing/domba dipengaruhi oleh bobot lahir .
7) Tatalaksana Pemberian Pakan.
Kekurangan nutrisi pada induk bunting dan laktasi mengakibatkan kurangnya dan rendahnya bobot anak dan produksi susu. Akibatnya, anak kekurangan air susu, lemah, gampang terjangkit penyakit dan balasannya mati. Demikan pula kurangnya mineral dan vitamin terhadap ternak tersebut sanggup mengakibatkan final hidup anak. Kebutuhan air, vitamin, dan mineral meningkat pada indukan menyusui sebagai materi utama asupan air susu untuk anakan.
8. Perawatan.
Perawatan anak kambing domba periode pra-sapih yang kurang baik akan mempertinggi angka final hidup anak. Jika anak terlambat menerima kolostrum (susu jolong), mengakibatkan anak lemah dan gampang terjangkit penyakit. Kondisi kandang, termasuk kebersihan dan kenyamanannya juga sangat penting untuk diperhatikan. Perawatan sesudah kelahiran merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Inounu (1991) melaporkan bahwa 70% dari total final hidup anak pra-sapih terjadi pada umur antara 1-6 hari sesudah kelahiran .
9) Infeksi Penyakit.
Penyakit-penyakit yang sering menyerang anak kambing/domba periode pra sapih antara lain ialah mencret dan cacingan. Mencret sanggup disebabkan oleh gangguan makanan, bibit penyakit, atau kombinasi antara keduanya. Ternak yang mencret sanggup menjadi lemah dan kemudian mati bila tidak dilakukan pertolongan.
Cacingan sanggup disebabkan oleh banyak sekali jenis cacing yang menginfeksi pada anak kambing/domba. Ternak yang terkena cacingan mengatakan gejala menyerupai bulu berdiri, nafsu makan menurun, dan mencret. Anak kambing/domba yang terkena cacingan sanggup menjadi lemah dan jikalau dibiarkan sanggup mengakibatkan kematian. Angka prevalensi penyakit cacing di Jawa Barat berkisar 87,5 – 100% (Soepeno et al., 1993). Kematian yang disebabkan oleh penyakit cacing khususnya pada anak kambing dan domba mencapai 28% (Balai Penelitian Veteriner, 1992).
Pemberian obat cacing untuk induk sebelum kawin dan induk menjelang kelahiran sanggup mengendalikan resiko penyakit cacingan yang sanggup ditularkan dari induk ke anak. Prevalensi yang tinggi menciptakan kegiatan dukungan obat cacing yang teratur menjadi wajib untuk memperkecil angka final hidup tanggapan benjol penyakit.
Sumber http://www.elysetiawan.com